Refleksi Teori Christaller REFLEKSI KONSEPTUAL TEORITIK PENGEMBANGAN WILAYAH PASANG SURUT KEDEPAN
Desa Telang Rejo yang memiliki jarak lebih dekat dengan pusat pemasaran. Hal ini menyebabkan desa ini lebih memiliki potensi dalam
peningkatan produksi usaha tani, serta nilai lahan yang lebih tinggi. Terlihat lebih sedikitnya rumahtangga KK yang tidak memiliki lahan dikarenakan petani
cenderung memilih
mengusahakan usahatani
ditempat yang
lebih menguntungkan. Dan hal ini sesuai dengan asumsi yang dikemukakan oleh Von
Thunen yaitu jumlah pilihan-pilihan menguntungkan yang semakin menurun dengan bertambahnya jarak ke pusat pasar.
Teori ini menekankan pentingnya keberadaan pasar yang dekat dengan desa, sehingga memungkinkan para petani memasarkan hasil pertaniannya dengan
jarak yang lebih dekat. Lokasi lahan menjadi lebih bernilai ketika akses terhadap pasar semakin dekat, jika dibandingkan dengan kondisi di desa Mekar Sari dan
desa Telang Rejo sepertinya teori ini belum tampak, dimana kondisi dikedua desa ini yang belum memiliki pasar bagi komoditas pertanian yang mereka hasilkan.
Pasar yang tersedia hanya di Kecamatan Muara Telang yang merupakan pasar konsumsi kebutuhan rumahtangga, bukan pasar utama untuk pemasaran komoditi
hasil pertanian dikecamatan tersebut, yang menjadi pasar bagi komoditi dari kedua desa ini justru wilayah diluar Kabupaten Banyuasin yaitu Kota Palembang.
Prospek untuk mewujudkan kedua desa ini menjadi pusat pertumbuhan baru tentunya masih selalu ada. Namun kondisi saat ini kedua desa belum bisa
menjadi pusat pertumbuhan baru dan pemberi spread effect bagi desa disekitarnya, karena masih banyak fasilitas yang perlu disiapkan. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Von Thunen tentang pentingnya aksesibitas terhadap pasar dan akses prasarana jalan, maka untuk menjadikan kedua desa ini sebagai
pusat pertumbuhan perekonomian di kecamatan Muara Telang. Keberadaan pasar dan sarana jalan harus menjadi fasilitas utama yang disediakan disini.
Kondisi yang ada saat ini dimana pemasaran hasil pertanian hanya mengandalkan tengkulak, menjadikan petani tidak memiliki kekuatan dalam
penentuan harga jual komoditi yang mereka hasilkan. Hal ini tentunya mempengaruhi pola pikir dan motivasi petani dalam melakukan usaha taninya,
sehingga mereka cenderung mengambil alternatif kegiatan mata pencaharian lain selain berusaha tani, yang mengakibatkan daerah ini menjadi pasar perdagangan
barang dan jasa informal yang tidak banyak memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi serta mengancam keberlanjutan wilayah sebagai
penyangga pangan. Sehingga yang perlu dilakukan didaerah ini adalah pengembangan pasar bagi komoditi hasil pertanian, sehingga petani terus terpacu
untuk memproduksi lebih banyak lagi dan mampu memberikan pendapatan yang layak bagi kesejahteraan rumahtangga petani didaerah ini. Strategi pengembangan
kelembagaan pemasaran ditingkat desa dapat menjadi alternatif untuk menumbuhkan akses pasar didaerah ini.
Tabel 32. Perbandingan Carrying Capacity Lahan Pasang Surut
Lokasi CCR Lahan Tahun 2010
Desa Mekar Sari 1.018
Desa Telang Rejo 1.021
Kecamatan Muara Telang 0.600
Kabupaten Banyuasin 0.270
Sumber: Banyuasin dalam angka, data diolah, 2010
Jika dikaitkan teori Von Thunen dengan hasil perhitungan carrying capacity
lahan pasang surut kabupaten, kecamatan dan desa seperti pada Tabel 32. Dimana carrying capacity lahan di desa lebih tinggi dari kecamatan, maka bisa
diasumsikan bahwa nilai sewa atau beli lahan di kecamatan Muara Telang lebih tinggi dai nilai sewa atau beli lahan di Desa Muara Telang dan Telang Rejo. Hal
ini dikarenakan semakin kecil carrying capacity lahan berarti semakin langka lahan di daerah tersebut dan tentunya nilai sewa atau beli lahan didaerah tersebut
akan semakin meningkat. Sehingga tempat tersebut kemudian berkembang menjadi pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya, dan jarak yang dekat dengan
pusat pelayanan otomotis meningkatkan nilai sewa lahan. Selain itu untuk berdasarkan teori Von Thunen yang telah dijabarkan,
maka kondisi prasayarat lainnya yang harus terpenuhi untuk mewujudkan daerah ini sebagai pusat pertumbuhan baru serta penilaian terhadap nilai sewa atau beli
lahan, antara lain: 1. Letak dan lokasi lahan yang makin dekat dengan transportasi lahan dan jika
dihubungkan dengan kondisi di kedua desa yaitu Desa Mekar Sari dan Telang Rejo semua kondisi prasyarat ini belum terpenuhi, dimana lokasi yang masih
belum terjangkau oleh akses jalan darat, dan hanya terjangkau oleh transportasi air.
2. Tingkat kesuburan tanah yang baik, kondisi tanah yang labil di kedua desa karena berupa lahan gambut yang fragile, yang harus diolah dengan teknologi
yang sesuai untuk memberikan produktifitas usaha tani yang diharapkan membutuhkan penanganan intensif dalam kegiatan usaha tani.
3. Drainase dan pengairan yang baik, sedangkan kondisi yang ada dikedua desa drainase dan pengairan yang ada saat ini kurang baik, karena banyak yang
rusak dan dangkal sehingga menyulitkan pengaturan air saat pasang surut terjadi, dan
4. lingkungan yang lestari sehingga dapat menjamin keberlanjutan pertanian didaerah tersebut, sedangkan kondisi lingkungan desa yang ada saat ini
membutuhkan konservasi dan reboisasi, Kondisi prasyarat tersebut harus terlebih dahulu terpenuhi dan merupakan
kendala bagi pengembangan wilayah ini, dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah dan instansi terkait serta masyarakat setempat untuk
memperbaikinya. Selanjutnya dari hasil studi yang telah dikaitkan dengan teori Von Thunen diketahui bahwa:
- Bila kedua desa ini diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, maka sesuai teori yang dikemukakan oleh Von Thunen bahwa dimasukkanya
manusia dan ekonomi kedalam suatu wilayah, kedua desa ini belum mampu menjadi pusat pertumbuhan perekonomian baru bagi wilayah disekitarnya
- Lahan dikedua desa ini hanya mampu memberikan kesejahteraan minimal bagi penduduknya terlihat dari tingkat kesejahteraan yang dibandingkan
dengan garis kemiskinan 2hari, dimana hanya 53 persen yang berada diatasnya.
- Sekalipun Carrying Capacity lahan dikedua desa masih seimbang, namun keberlanjutan wilayah hanya bisa dicapai jika rumahtangga dikedua desa ini
mampu mensinergikan kegiatan mata pencaharian On Farm dan Non Farm yang berbasis pertanian atau kearah industri pertanian, sehingga kawasan ini
sebenarnya tidak bisa lagi hanya dipandang sebagai kawasan pertanian.