Kepadatan Agraris Dan Daya Dukung Kehidupan .1 Kepadatan Agraris

7.4. Kondisi Sosial

Kajian Kondisi sosial dilakukan di kedua desa studi yaitu Desa Mekar Sari dan Desa Telang Rejo dengan melihat komponen identifikasi sosial yang telah ditentukan sebelumnya. Komponen identifikasi kondisi sosial yaitu keadaan penduduk, budaya yang ada, konflik sosial, infrastruktur yang tersedia, serta kondisi kelembagaan di masing-masing desa. Hasil identifikasi kondisi sosial ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kondisi sebenarnya existing condition yang saat ini terjadi di desa studi, yang mewakili gambaran kondisi sosial wilayah transmigrasi pasang surut di Kabupaten banyuasin, mengingat wilayah ini merupakan daerah yang homogen. Hasil identifikasi kondisi sosial secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Hasil identifikasi kondisi sosial di desa Mekar Sari dan Telang Rejo Desa Mekar Sari Desa Telang Rejo Terletak di pesisir muara sungai, tepatnya di jalur 10 Terletak di daratan bagian dalam, merupakan desa yang berlokasi jalur 8 Penduduk campuran antara transmigran, pendatang serta penduduk asli marga, berjumlah 780 KK Penduduknya terdiri dari transmigran 99 dan pendatang Budaya yang menonjol di desa ini adalah budaya Jawa Budaya yang menonjol di desa ini adalah budaya Jawa Kemanan kondusif, tidak ada konflik sosial yang terjadi Keamanan kondusif, tidak ada konflik yang terjadi Kondisi infrastruktur yang tersedia masih sangat terbatas terutama jalan dan listrik, pengaturan air Ketersediaan infratruktur yang sangat minim terutama transportasi jalan Kelembagaan nya desa BPD, PKK, Polmas, Gapoktan, Klp Tani, sedangkan KUD sudah tidak berjalan lagi Kelembagaan desa berupa Kelompok Tani, Gapoktan, Kelompok tani Nelayan KTNA, sedangkan UPJA, P3A KUT, KUD sudah tidak berjalan Sumber: Data Primer Diolah, 2012 Pada Tabel 28, hasil identifikasi secara umum menggambarkan adanya kesamaan kondisi sosial dikedua desa studi hanya saja untuk kondisi penduduk terdapat perbedaan, dimana untuk Desa Mekar Sari terdapat lebih banyak pendatang, dikarenakan desa ini terletak di daerah pesisir atau muara sungai sehingga banyak dilalui lalu lintas transportasi air, yang mengakibatkan banyak pendatang yang kemudian menetap di desa ini, sehingga penduduknya terdiri dari transmigran dan pendatang, sedangkan di desa mekar Sari 99 penduduknya adalah transmigran dan hanya sedikit sekali pendatang, hal ini dikarenakan letak desa ini terdapat di daratan bagian dalam. Untuk keberdaan sarana infrastruktur di Desa Mekar Sari lebih membutuhkan perbaikan sarana saluran irigasi dengan segera, karena sangat dipengaruhi pasang air laut saat musim penghujan. Sedangkan di Desa Telang Rejo kondisi saluran air juga banyak yang dangkal, dan terkendala saat terjadi kekeringan. Kelembagaan yang dibutuhkan dikedua desa ini adalah kelembagaan sejenis KUD yang mampu menjadi lembaga pemasaran hasil usaha tani, serta lembaga penyaluran modal usaha tani, sehingga dapat membantu peningkatan pendapatan petani melalui efektifitas rantai pemasaran dan mempermudah akses terhadap modal.

7.4.1. Keadaan Sosial Desa Mekar Sari

Desa ini terletak di Kecamatan Muara Telang, tepatnya dijalur 10, merupakan salah satu desa yang terletak di pesisir muara sungai, berdasarkan hasil wawancara dengan diperoleh informasi bahwa penduduk di desa ini merupakan campuran antara transmigran, pendatang serta penduduk asli marga, hingga saat ini tidak ada penambahan transmigran ke desa ini. Penduduk desa ini berjumlah 780 KK, dengan mata pencaharian utama usaha tani sawah pasang surut, dan mayoritas masih mengusahakan satu kali tanam pertahun, hanya sekitar 15 saja yang telah mengusahan dua kali tanam pertahun. Penduduk yang mencari pekerjaan ke luar daerah sebanyak 20-50 persen. Hal ini dikarenakan keinginan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar, sejak awalnya daerah ini dibuka penduduk telah mengusahakan usaha tani sawah pasang surut, dan pernah mencoba untuk bertanam tanaman pangan lainnya seperti jagung, akan tetapi gagal dikarenakan kondisi lahan yang tidak mendukung. Selain bekerja sebagai petani sebagian penduduk melakukan kegiatan mata pencaharian tambahan berupa usaha penggilingan padi, dan sebagai tenaga upahan buruh tani. Budaya yang menonjol di desa ini adalah budaya Jawa. Budaya yang merupakan daerah asal para transmigran, namun tidak ada pengetahuan lokal yang menonjol yang dimanfaatkan untuk kegiatan usaha tani di desa ini. Kondisi keamanan desa ini cukup baik, tidak ada konflik sosial yang terjadi, dan jika terjadi perselisihan dalam anggota masyarakat akan diselesaikan secara musyawarah. Jika dilihat dari ketersediaan infrastrukturnya, kondisi infrastruktur yang tersedia masih sangat terbatas terutama jalan dan listrik, khususnya untuk sawah pasang surut, kesulitan masalah pengaturan dan saluran air. Pembuatan jalan lebih banyak dilakukan secara swadaya oleh masyarakat secara bergotong royong. Kesulitan air bersih juga menjadi masalah di desa ini, bantuan pemerintah berupa pembuatan gentong permanen untuk tampungan air hujan belum memedai bagi masyarakat desa ini, sehingga untuk minum saat ini masyarakat mengandalkan air minum dalam kemasan. Dari sisi kelembagaan nya desa ini cukup berkembang, lembaga yang telah terbentuk yaitu; LPM, BPD, PKK, Polmas, dan telah berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya. Khususnya untuk usahatani sawah pasang surut kelembagaan yang telah dibentuk yaitu Gapoktan yang terdiri dari 22 kelompok tani yang dirasakan masyarakat memberikan manfaat cukup besar dalam usaha tani yang mereka jalankan. Kondisi yang kurang baik adalah tidak berjalannya lagi KUD, sehingga masyarakat hanya mengandalkan tengkulak untuk menjual hasil panennya.

7.4.2. Keadaan Sosial Desa Telang Rejo

Desa ini terletak di Kecamatan Muara Telang, tepatnya di jembatan 5 jalur 8, merupakan desa yang berlokasi didaratan bagian dalam. Penduduknya terdiri dari transmigran 99 yang mayoritas berasal dari pulau Jawa dan pendatang. yang berasal dari Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir. Pertama kali Desa ini di buka pada tahun 1980, dengan jumlah transmigran sebanyak 486 KK. Dengan kemajemukan masyarakat yang ada, wilayah ini memiliki potensi ekowisata berupa daya tarik daerah perairan wisata alam, budaya lokal, kehidupan masyarakat yang khas dan keramahan penduduk, namum belum didukung dengan infrastruktur yang memadai. Penduduk desa ini terus mengalami peningkatan, meskipun program transmigrasi telah berakhir. Hal ini dikarenakan adanya pemecahan dari KK yang lama menjadi KK yang baru serta tambahan penduduk dari luar atau pendatang.. Penduduk yang bekerja diluar daerah hanya sekitar 5 persen, rata-rata penduduk usia muda, tetapi mereka tetap kembali ke desa pada saat musim tanam dan musim panen. Migrasi Penduduk keluar desa sangat kecil yaitu hanya sekitar 1 persen, perpindahan penduduk ini dikarenakan alasan ekonomi untuk mencari pekerjaan lain yang menurut mereka lebih baik, panen yang hanya satu kali dalam setahun membuat sebagian penduduk ini berada dalam kondisi kemiskinan dan akhirnya memutuskan untuk migrasi ke Kota Palembang. Di desa ini mayoritas penduduk tetap bekerja sebagai petani sawah di lahan pasang surut. Dan jika saat ini banyak terlihat tanaman kelapa dan kelapa sawit di areal persawahan, hal ini dikarenakan sejak kedatangan transmigrasi ke desa ini Pemerintah memberikan bantuan bibit termasuk bibit kelapa dan kelapa sawit, sehingga masyarakat akhirnya menanam tanaman perkebunan tersebut. Namun sejauh ini tanaman perkebunan ini hanya ditanam dilahan perkarangan, dan sebagai tanaman pagar di tegalan sawah, karena adanya larangan penanaman tanaman keras di areal persawahan serta konversi lahan karena daerah ini telah ditetapkan sebagai penyangga pangan. Tidak ada jenis usaha lain yang dominan di Desa Telang Rejo. Usaha yang ada yaitu gudang padi dan penggilingan sebanyak 20 buah yang dimiliki secara pribadi private. Selain itu usaha perdagangan dan jasa informal, yang belum sama sekali mengarah pada usaha perindustrian produktif. Ketersediaan infratruktur yang sangat minim terutama transportasi jalan, mempersulit aksesibilitas di daerah ini. Daerah ini hanya bisa dijangkau melalui transpotasi air seperti perahu atau speed boat, sedangkan untuk transportasi dalam wilayah kecamatan dapat digunakan sepeda motor, hanya saja kondisi jalan desa yang buruk dan berupa jalan tanah tetap sulit untuk dilalui saat hujan, dan ini tentunya mempengaruhi tingkat aksesibitas dan kemudahan transportasi. Gambar 27 Kondisi Jalan Desa, 2012. Kelembagaan yang dimiliki desa ini berupa Kelompok Tani, Gapoktan, Kelompok Tani Nelayan KTNA, sedangkan kelembagaan berupa UPJA, P3A KUT, Lumbung Desa semua tidak berjalan lagi dikarenakan banyak permasalahan keuangan yang terjadi. Keberadaan kelompok tani sangat bermanfaat dalam hal pinjaman modal usaha tani, penyaluran subsidi dan proses adopsi inovasi. Di desa ini, budaya yang menonjol adalah budaya Jawa. Karena para transmigran berasal dari pulau Jawa. Tidak ada keistimewaan lokal yang menonjol dalam kehidupan masyarakat, begitu juga pengetahuan lokal yang mereka gunakan tidak ada yang besifat adat atau budaya. Semua pengetahun usaha tani berasal dari adopsi pengetahuan yang diberikan melalui program pemerintah. Untuk pemilikan lahan, pewarisan dilakukan dengan cara pembagian secara merata pada anggota keluarga. Cenderung tidak ada konflik antar anggota masyarakat yang ada. Sehingga kondisi desa ini cukup kondusif dan tentunya ini merupakan salah satu faktor pendukung yang memungkinkan rumahtangga petani dapat bekerja dan berproduksi lebih baik karena lingkunyan yang relatif aman dan nyaman. 7.5. Kondisi Ketahanan Ekologi 7.5.1. Kondisi Lahan Pasang Surut Jika dilihat dari kondisi ekologinya berdasarkan carrying capacity lahan pasang surut di Kabupaten Banyuasin dan Kecamatan Muara Telang, jelas terlihat bahwa kondisi Carrying Capacity lahan pasang surut yang sudah defisit, sebagian besar lahan pasang surut yang tersedia didaerah ini telah direklamasi dan dibuka bagi areal pertanian pangan dan pemukiman. Penurunan daya dukung lahan ini mengindikasikan bahwa kondisi ekologi telah mengalami perubahan, dari ekosistem pasang surut alami ke ekosistem pemukiman dan pertanian. Hasil kunjungan dilapangan dan berdasarkan gambar peta Tata Guna Lahan wilayah Kabupaten Banyuasin 2006 yang diambil dari penelitian terdahulu oleh. Sadelie 2012, terlihat bahwa luas hutan telah mengalami penyusutan yang cukup besar, sebagian besar dari permukaan hutan telah dibuka baik bagi keperluan pemukiman, pertanian maupun pembangunan infrastruktur. Banyuasin memiliki hutan mangrove yang cukup luas, yaitu sebesar 1.168.248,97 ha, tetapi sekitar 69,30 persen mengalami rusak berat dan 14,54 persen mengalami kerusakan. Kerusakan ini terjadi karena prilaku manusia itu sendiri. Di Kecamatan Muara Telang sendiri hutan mangrove yang ada telah berkurang akibat pembukaan lahan, pembuatan jalur transportasi air, serta adanya limbah rumahtangga yang mengakibatkan terus berkurangnya hutan mangrove di pesisir Kecamatan Muara Telang ini. Sehingga keberlanjutan ekosistem mangrove terancam akibat adanya kegiatan manusia, reklamasi, sedimentasi serta faktor alam. Jika dilihat dari penggunaan lahannya. Sebagian besar lahan di kecamatan Muara Telang dibuka untuk dijadikan lahan sawah pasang surut, dan semua lahan yang tersedia baik lahan yang diberikan pemerintah, maupun lahan cadangan bahkan lahan milik pemerintah pun telah digarap. Masyarakat desa telah merambah daerah sekitar diluar batas administrasi kecamatan untuk perluasan lahan sawah nya dengan cara membeli maupun menyewa lahan sawah tersebut