III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
3.1.1. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept WTA Masyarakat
Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing responden adalah:
1. Responden merupakan masyarakat yang terletak di lokasi model penyedia jasa lingkungan dan menerima pembayaran jasa lingkungan.
2. PT. KTI sebagai pemanfaat jasa lingkungan bersedia memberikan dana kompensasi atas upaya konservasi yang harus dilakukan Kelompok Tani Karya
Muda II. 3. Responden dipilih dari penduduk yang relevan dan merupakan kepala keluarga
dari masing-masing rumah tangga. 4. Harga yang ditawarkan kepada masyarakat dalam penentuan harga penawaran
dimulai dari Rp 2.400,00
3.1.2. Metode Mempertanyakan
Nilai Willingness to Accept Elicitation Method
Terdapat lima metode bertanya yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTPWTA responden Hanley dan Spash,1993, yaitu:
1. Metode tawar-menawar Bidding game
Metode mempertanyakan nilai WTA atau WTP dimana kepada konsumen ditawarkan harga yang semakin meningkat sampai nilai maksimum yang mampu
dibayarnya.
2. Metode Pertanyaan Terbuka Open-ended question
Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang yang
ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang
ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar
variasinya, selain itu responden seringkali menemukan kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki
pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.
3. Metode Pertanyaan Tertutup Close-ended question Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended question hanya saja
bentuk pertanyaannya tertutup. Setiap individu ditanyakan nilai maksimum WTP dengan beberapa nilai yang disarankan kepada mereka, sehingga responden
tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.
4. Metode Kartu Pembayaran Payment card
Metode pertanyaan melalui kartu pembayaran, dimana pada metode ini peneliti menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai
kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima. Responden dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya.
Tujuan awal dikembangkannya metode ini adalah untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk mengembangkan kualitas metode ini
terkadang diberikan semacam nilai patokan benchmark yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi
barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai
maksimum atau nilai minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar.
5. Referendum
Metode yang menggunakan sebuah alat pembayaran yang disarankan kepada responden, baik responden tersebut setuju maupun tidak setuju yatidak. Setiap
jawaban yang diberikan harus dianalisis dengan menggunakan teknik respon biner.
Selain keempat metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent
Ranking . Dengan metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai
yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda.
Responden diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat
baik dan jumlah sampel yang besar.
3.1.3. Langkah-Langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept
Masyarakat
Nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan CVM terdiri dari enam tahap pekerjaan
Hanley and Spash, 1993, yaitu:
1. Membangun Pasar Hipotetis
Pasar hipotetis dalam penelitian ini dibangun atas dasar rendahnya nilai kompensasi yang dibayarkan dalam mekanisme PJL bila dibandingkan dengan
nilai fungsi jasa lingkungan akibat adanya usaha konservasi yang dilakukan masyarakat. Pengelola DAS Cidanau telah menerapkan mekanisme PJL terhitung
sejak tahun 2005 di Desa Citaman. Mekanisme ini bertujuan untuk menjaga fungsi DAS Cidanau, terutama fungsinya dalam menjamin ketersediaan air.
Konsekuensi dari tujuan tersebut, masyarakat diharuskan untuk melakukan upaya konservasi terhadap pohon yang berada di atas lahan miliknya. Sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas hal tersebut, masyarakat mendapatkan dana kompensasi sebesar Rp 1.200.000,00 per ha per tahun atau setara dengan Rp
2.400,00 per pohon per tahun mengacu pada persyaratan persyaratan program PJL, bahwa lahan masyarakat yang berhak menerima PJL memiliki jumlah
tanaman tidak kurang dari 500 batang pohon pada tahun pertama. Nilai kompensasi tersebut dirasa terlalu rendah dan tidak mewakili keinginan seluruh
masyarakat karena dalam proses penetapannya masyarakat hanya diwakili oleh tokoh setempat bukan didasarkan atas keinginan masyarakat. Kondisi ini
dikhawatirkan dapat memicu keinginan masyarakat untuk kembali pada pola kehidupan mereka sebelumnya yang berpotensi mengancam kelestarian hutan
sepanjang DAS Cidanau. Oleh karena itu, kebijakan peningkatkan nilai kompensasi yang didasarkan pada keinginan masyarakat menjadi penting untuk
dilakukan dalam rangka pengelolaan DAS Cidanau yang lebih baik. Selanjutnya, pasar hipotetis dibentuk dalam skenario sebagai berikut,
Skenario:
Agar pengelolaan DAS Cidanau lebih baik, akan diajukan suatu kebijakan baru untuk meningkatkan dana kompensasi pembayaran jasa
lingkungan berdasarkan keinginan masyarakat dengan persyaratan bahwa masyarakat harus meningkatkan upaya konservasi terhadap lahan
mereka di lokasi model penyedia jasa lingkungan. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan insentif masyarakat dalam usaha
mengkonservasi pohon yang berada di atas lahan miliknya sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lokasi model penyedia
jasa lingkungan. Sehubungan dengan hal itu akan ditanyakan apakah masyarakat bersedia untuk menerima kebijakan tersebut dan berapa
besar dana kompensasi yang sebenarnya bersedia diterima masyarakat. 2. Memperoleh
Nilai Tawaran
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode referendum tertutup dishotomous choice. Metode ini dipilih karena dapat memudahkan
pengklasifikasian responden yang memiliki kecenderungan bersedia menerima pembayaran jasa lingkungan dengan yang tidak bersedia, sehingga dari
kemungkinan jawaban “ya” untuk setiap nilai yang diberikan dapat diestimasi.
3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA Estimating Mean WTA
Dugaan rataan WTA dihitung dengan rumus:
EWTA =
n WTAx
n t
i
∑
=0
dimana: EWTA
= Dugaan
rataan WTA
i
x = Jumlah
tiap data
n =
Jumlah responden
i = Responden ke-i yang bersedia menerima dan kompensasi
i = 1, 2, …, k
4. Menduga Kurva
Penawaran
Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini:
WTA = fPDD, PDPT, PJL, TANG, LMTG, POHON, SKL, BIAYA,
DAKOM, PUAS, ε
dimana: WTA
= Nilai WTA responden PDD =
Tingkat pendidikan
tahun PDPT
= Tingkat pendapatan rumah tanggarupiahbulan PJL
= Nilai pembayaran jasa lingkungan yang diterima rupiahtahun TANG
= Jumlah tanggungan orang LMTG
= Lama tinggal tahun POHON
= Jumlah pohon yang dilibatkan dalam program PJL batang SKL
= Status kepemilikan lahan yang digunakan untuk berpartisipasi dalam program PJL bernilai 1 untuk ”milik pribadi” dan
bernilai 0 untuk ”bagi hasil” BIAYA
= Ada tidaknya biaya yang harus dikeluarkan responden untuk mengkonservasi pohon yang berada di atas lahan miliknya
bernilai 1 untuk “ada” dan bernilai 0 untuk “tidak ada” DAKOM
= Penilaian responden terhadap cara penetapan nilai pembayaran bernilai 1 untuk “baik” dan bernilai 0 untuk “buruk”
PUAS = Kepuasan responden terhadap besarnya nilai pembayaran
bernilai 1 untuk ”puas” dan bernilai 0 untuk ”tidak puas”
5. Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah
WTA maka dapat diduga nilai total WTA dari masyarakat dengan menggunakan rumus:
TWTA =
i n
t i
n WTA
∑
=0
dimana: TWTA
= Total
WTA WTA
i
= WTA individu
ke-i n
i
= Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA i
= Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi i = 1, 2, 3, …, k
6. Mengevalusi Penggunaaan CVM
Evalusi penggunaan CVM merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat
keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan reliability fungsi WTA. Uji dapat
dilakukan dengan uji keandalan yang melihat nilai R-squares R
2
dari model OLS Ordinary Least Square WTA.
3.1.4. Analisis Regresi Linier Berganda
Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Hubungan kedua variabel memungkinkan seseorang untuk memprediksi
secara akurat variabel terikat berdasarkan pengetahuan variabel bebas. Namun situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah begitu sederhana, diperlukan lebih dari satu
variabel secara akurat. Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda.
Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square OLS. Adapun sifat-sifat OLS adalah Gujarati,
2003: 1 penaksir OLS tidak bias, 2 penaksir OLS mempunyai varian yang
minimum, 3 konsisten, 4 efisien, dan 5 linier. Menurut Gujarati 2003 analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu
parameter variabel penjelas yang diamati. Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi:
1. E u
i
= 0, untuk setiap i, dimana i= 1,2,….,n. artinya rata-rata galat adalah nol, artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas
tertentu adalah nol. 2.
Cov u
i
,u
j
= 0, i ≠ j. artinya covarian Ui,Uj = 0, dengan kata lain tidak ada
autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain. 3.
Var u
i
= σ
2
, untuk setiap i, dimana i = 1,2,…., n. artinya setiap galat memiliki varian yang sama asumsi homoskedastisitas.
4. Cov u
i
, X
1i
= cov u
i
, X
2i
= 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda.
5. Tidak ada multikolineritas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang pasti
antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling bebas. Variabel terikat dalam regresi berganda dapat diwakili oleh Y dan variabel
bebas oleh X. Variabel terikatnya dinyatakan dengan Y, dan variabel bebasnya dinyatakan dengan X
1
, X
2
,. . ., X
k
. Hubungan antara X dan Y dapat disebut sebagai model regresi berganda. Pada model regresi berganda, model mean WTA dibuat
menjadi fungsi linier dari variabel penjelas explanatory. Regresi berganda yang menghubungkan variabel dependen Y dengan
beberapa variabel X
1
, X
2
,. . ., X
k
memiliki formula secara umum Ramanathan, 1997:
Y
i
= α+β
1
X
t1
+ β
2
X
t2
+ ... + β
k
X
tk
+ u
i
Tanda ’i’ merupakan jumlah observasi dan bervariasi dari satu sampai n. Pada regresi ini diasumsikan terdapat term gangguan berupa u
i
atau biasa dikenal sebagai komponen galat. Komponen ini merupakan variabel acak yang tidak teramati,
dihitung sebagai akibat dampak faktor lain pada respon dengan masing-masingnya terdistribusi normal. Koefisien regresi dari masing-masing variabel independen dan
akan mempengaruhi variabel dependennya secara positif maupun negatif.
3.2. Kerangka Operasional
DAS Cidanau mempunyai peran penting bagi pembangunan ekonomi di wilayah barat Provinsi Banten, khususnya Kota Cilegon. Dua hal yang
menjadikannya penting adalah perannya sebagai penyedia air baku bagi berbagai industri di Kota Cilegon dan keberadaan Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan
situs konservasi rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa. Pola aktivitas ekonomi masyarakat yang menyebabkan terjadinya perambahan
hutan di daerah hulu telah mengakibatkan penurunan debit air secara signifikan setiap tahunnya, sehingga ketersediaan air menunjukkan kecenderungan yang terus
menurun. Padahal di sisi lain kebutuhan industri akan ketersediaan air terus mengalami peningkatan. Berangkat dari masalah tersebut muncul gagasan mengenai
hubungan hulu-hilir dengan program pembayaran jasa lingkungan yang diharapkan menjadi solusi untuk pengelolaan DAS Cidanau secara umum, khususnya untuk
keberlanjutan ketersediaan air. Program pembayaran jasa lingkungan ini telah berjalan selama lima tahun,
terhitung sejak tahun 2005. Nilai kompensasi yang dibayarkan kepada masyarakat