12
2 Faktor eksternal yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan luar
sekolah. Maksudnya yaitu seperti perkembangan IPTEK dalam globalisasi dunia yang berkembang semakin pesat, sehingga
menimbulkan dampak yang sangat kuat terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan.
29
Dari paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kultur sekolah terbentuk karena adanya pengaruh internal dalam lingkungan
sekolah seperti sistem di sekolah dan eksternal luar lingkungan sekolah seperti globalisasi dunia, yang mana keduanya memiliki
pengaruh yang sama-sama kuat. Sehingga tugas daripada pemimpin sekolah seperti pendiri sekolah dan kepala sekolah adalah mereview
kembali sistem yang sudah diberlakukan di sekolah.
2. Pembentukan Akhlak Siswa
a. Pengertian Pembentukan Akhlak Siswa
Pembentukan merupakan proses merubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan proses pembentukan akhlak bagi anak usia dini
melalui proses pendidikan. Dengan kata lain, proses pendidikanlah yang mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pembentukan
akhlak anak. Menurut M
ahyuddin, “kata Akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah diindonesiakan, yang diartikan sebagai perangai atau kesopanan.
Kata Akhlak adalah jama’ taksir dari kata khuluq”.
30
M. Jamil mengemukakan bahwa “kata akhlak berasal dari fi’il
kata kerja akhlaqa-yukhliqu, maka isim masdar-nya adalah ikhlaqa dan bukan akhlaq. Dengan demikian, kata akhlak adalah isim jamid
yang berdiri sendiri ”.
31
Dalam al- Qur’an, Allah swt. telah memuji moralitas akhlak Nabi
Muhammad saw. dengan menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai
29
Ibid., h. 51
30
Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, cet. 5, h. 1
31
M. Jamil, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi, 2013, h. 2
13
suri tauladan. Dalam firmannya:
“dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
” QS. Al-Qalam 68 : 4.
32
Quraish Shihab menjelaskan bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada
sopan santun antarsesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luas maknanya daripada yang
telah dikemukakan terdahulu [kelakuan baik buruk dan objek perlakuan baik buruk] serta mencakup pula beberapa hal yang tidak
merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran.
33
Dalam jurnal ilmiah berbahasa Inggris berjudul Ethics in Islam: a Critical Survey yang dikemukakan oleh Mohd. Nasir Omar, bahwa:
In Islam, ethics akhlaq is inseparable from religion and is built entirely upon it. Naturally, therefore, the Qur’an and the
Sunnah are the ultimate sources for Muslim ethics. The books on adab good manners and makarim alakhlaq noble qualities of
character, which have embodied the earliest works on ethics in
Islam demonstrate the extant to which they utilize the Qur’an and the Sunnah.
34
Menurut Imam Ghazali dalam Abuddin, “akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
35
Terdapat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak sebagaimana dikatakan Abuddin Nata, yaitu:
1 telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
32
Departemen Agama RI, Al- Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: PT. Karya
Toha Putra, tt, h. 153
33
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: PT Misan Pustaka, 2003, cet. XIV, h. 261
34
Mohd. Nasir Omar, Ethics in Islam: A Critical Survey, Islamiyyat, Bab 8A.pmd 11292010, 2:24 PM, h. 157
35
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013, cet. 12, h.3
14
kepribadiannya, 2
dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran, 3
timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar,
4 dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
berrsandiwara, 5
dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang lain.
36
Menurut Hamka, “akhlak mempunyai makna yang lebih dari
sekedar budi pekerti atau kelakuan. Akhlak adalah hubungan yang khusus antara makhluq dan Khaliq
”.
37
Selanjutnya, Hamka megemukakan kembali bahwa “akhlak mulia adalah perwujudan dari sikap mental seorang abdillah yang tunduk
patuh pada kehendak Khaliq, pasrah dan taat menerapkan aturan syariat yang telah ditetapkan Khaliq Tuhan Sang Maha Pencipta
”.
38
Sedangkan menurut Sjarkawi, inti ajaran akhlak adalah berlandas pada niat atau iktikad untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu sesuai dan mencari ridha Allah, Tuhan semesta alam. Nilai- nilai yang dijunjung tinggi antara lain, kasih sayang, kebenaran,
kebaikan, kejujuran, kebenaran, keindahan, amanah, tidak menyakiti orang lain, dan sejenisnya.
39
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat
para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Menurut Mansur Ali Rajab dalam Abuddin,
mengatakan bahwa “akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah
insting garizah yang dibawa manusia sejak lahir. ”
40
36
Ibid., h. 4-6
37
Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012, cet. 3, h. 202
38
Ibid., h. 204
39
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, Cet. 2, h. 32
40
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013, cet. 12, h 133