Pengertian Kultur Sekolah Kultur Sekolah

9 Kemudian Moerdiyanto menjelaskan bahwa kultur netral adalah “aspek-aspek yang netral tak terkait dengan visi, misi dan tujuan sekolah ”. 20 Kultur netral ini ada dan berjalan di kehidupan sekolah, namun tidak dapat dikategorikan ke dalam kultur positif ataupun negatif. Adapun contoh dari kultur netral ini sebagaimana dikemukakan oleh Moerdiyanto yaitu “1 kegiatan arisan sekolah, 2 jenis kelamin kepala sekolah, 3 proporsi guru laki-laki dan perempuan, 4 jumlah siswa wanita yang dominan”. 21 Menurut Rika, bahwa lembaga sekolah sebagai pihak internal seharusnya membangun kultur sekolah berdasarkan pemikiran- pemikiran lembaga yang ditunjang oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah, perilaku guru dan siswa serta pegawai dalam memberikan layanan kepada para siswa, orang tua, dan lingkungannya sebagai pihak eksternal. 22 Selanjutya menurut Rika, “pada umumnya setiap sekolah telah memiliki kulturnya sendiri namun sekolah yang berhasil adalah sekolah yang memiliki kultur positif yang sejalan dengan visi dan misi sekolah ”. 23 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kultur memiliki karakteristik yang berbeda, yakni kultur positif yang harus diterapkan di sekolah karena bersifat menguntungkan dan cocok, kultur negatif yang harus dihindari karena bersifat merugikan dan menghambat, serta netral yang bersifat netral tidak terkait kepada adanya visi, misi dan tujuan sekolah. Selain itu, salah satu indikator keberhasilan sekolah adalah adanya kesesuaian antara kultur positif yang diciptakan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. 20 Ibid., h. 9 21 Ibid., h. 10 22 Rika Rachmita Sujatma, “Pengembangan Kultur Sekolah”, Jurnal Pendidikan, 2008, h. 2 23 Ibid. 10

c. Fungsi Kultur Sekolah

Pendapat Kotter dalam Moerdiyanto menjelaskan bahwa “kultur sekolah yang baik merupakan fungsi terbentuknya karakter warga sekolah yang baik pula ”. 24 Menurut Rika, bahwa “dalam upaya meningkatkan mutu, maka sekolah dituntut untuk terus menerus melakukan perbaikan dan pengembangan kualitasnya melalui p eningkatan kultur sekolah”. 25 Selanjutnya meurut Rika, kultur sekolah memegang peranan penting dalam peningkatan mutu karena memiliki empat fungsi, yaitu: 1 Sebagai alat untuk membangun identitas jati diri. 2 Kultur sekolah akan mendorong warga sekolah untuk memiliki komitmen yang tinggi. 3 Kultur sekolah akan mendorong terbentuknya stabilitas dan dinamika sosial yang berkualitas. Hal ini penting agar lingkungan sekolah menjadi kondusif tidak terganggu oleh konflik yang akan menghambat peningkatan mutu pendidikan. 4 Kultur sekolah akan membangun keberartian lingkungan yang positif bagi warga sekolah. 26 Dalam sumber lainnya dikatakan bahwa kultur sekolah memiliki lima fungsi, sebagimana dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha, yaitu: 1 Sebagai identitas dan citra suatu lembaga pendidikan yang membedakan antara sekolah dengan sekolah yang lain, yang terbentuk oleh berbagai faktor, seperti sejarah, kondisi, dan sistem nilai dilembaga tersebut. 2 Sebagai sumber, yang mana kultur sekolah merupakan sebuah sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya yang dapat dijadikan arah kebijakan strategi lembaga pendidikan tersebut. 3 Sebagai pola perilaku, dimana kultur sekolah menentukan batas- batas perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga sekolah. 4 Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Perubahan kultur sekolah dengan berbagai strategi yang tepat perlu 24 Moerdiyanto, op. cit., h. 11 25 Rika Rachmita Sujatma, op. cit., h. 2 26 Ibid., h. 3 11 dilakukan dalam menghadapi perubahan era globalisasi dunia yang semakin pesat. 5 Sebagai tata nilai, yaitu kultur sekolah merupakan gambaran perilaku yang diharapkan dari warga sekolah dalam mewujudkan tujuan institusi pendidikan tersebut. 27 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi-fungsi kultur sekolah yaitu sebagai alat untuk membangun identitas jati diri dan citra, sebagai alat untuk membentuk stabilitas dan dinamika sosial yang berkualitas, sebagai sumber inspirasi, sebagai pola perilaku, sebagai mekanisme adaptasi terhadap lingkungan, dan sebagai tata nilai.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kultur Sekolah

Adanya sebuah kultur sekolah tentu memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penciptaan kultur sekolah tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha, terbentuknya kultur sekolah memiliki faktor-faktor sebagai berikut: 1 Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah visi dan misi para pendiri organisasi yang dipengaruhi oleh nilai yang termuat di dalam hidupnya, latar belakang sosial, lingkungan dimana mereka dibesarkan serta jenis dan tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuhnya. Selain itu adalah faktor dari aspek-aspek lembaga pendidikan, yaitu tenaga pengajar, administrasi, manajerial dan lingkungan dalam lembaga itu. Perubahan sebuah kultur lembaga sekolah, memerlukan sebuah strategi yang tepat dalam memanage seluruh aspek lembaga pendidikan, sehingga perubahan tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidak. 28 27 Taliziduhu Ndraha, Budaya organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003, h. 45 28 Ibid., h. 51 12 2 Faktor eksternal yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan luar sekolah. Maksudnya yaitu seperti perkembangan IPTEK dalam globalisasi dunia yang berkembang semakin pesat, sehingga menimbulkan dampak yang sangat kuat terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan. 29 Dari paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kultur sekolah terbentuk karena adanya pengaruh internal dalam lingkungan sekolah seperti sistem di sekolah dan eksternal luar lingkungan sekolah seperti globalisasi dunia, yang mana keduanya memiliki pengaruh yang sama-sama kuat. Sehingga tugas daripada pemimpin sekolah seperti pendiri sekolah dan kepala sekolah adalah mereview kembali sistem yang sudah diberlakukan di sekolah.

2. Pembentukan Akhlak Siswa

a. Pengertian Pembentukan Akhlak Siswa

Pembentukan merupakan proses merubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan proses pembentukan akhlak bagi anak usia dini melalui proses pendidikan. Dengan kata lain, proses pendidikanlah yang mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pembentukan akhlak anak. Menurut M ahyuddin, “kata Akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah diindonesiakan, yang diartikan sebagai perangai atau kesopanan. Kata Akhlak adalah jama’ taksir dari kata khuluq”. 30 M. Jamil mengemukakan bahwa “kata akhlak berasal dari fi’il kata kerja akhlaqa-yukhliqu, maka isim masdar-nya adalah ikhlaqa dan bukan akhlaq. Dengan demikian, kata akhlak adalah isim jamid yang berdiri sendiri ”. 31 Dalam al- Qur’an, Allah swt. telah memuji moralitas akhlak Nabi Muhammad saw. dengan menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai 29 Ibid., h. 51 30 Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, cet. 5, h. 1 31 M. Jamil, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi, 2013, h. 2