Ruang Lingkup Akhlak Pembentukan Akhlak Siswa
21
Lebih lanjut Nanang menjabarkan bahwa beberapa jenis aliran yang menjelaskan tentang terbentuknya akhlak manusia, yaitu aliran
Nativisme yang menyatakan bahwa perkembangan tingkah laku dan pendidikan manusia terjadi semata-mata ditentukan oleh pembawaan
yang dibawa sejak lahir. Sedangkan lingkungan tidak berpengaruh terhadap perkembangan tersebut. Selanjutnya adalah aliran Empirisme
yang bertolak belakang terhadap aliran Nativisme. Aliran ini berpandangan bahwa jiwa manusia waktu lahir adalah putih bersih
bagaikan kertas yang belum ditulis apapun, dan perkembangan baik buruk anak ditentukan hanya oleh faktor lingkungan.
69
Dalam pada itu, muncul aliran Konvergensi yang merupakan gabungan dua aliran yaitu nativisme dan empirisme. Menurut Nanang,
konvergensi ditandai dengan adanya interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkunga dalam proses perkembangan tingkah laku.
Menurut aliran ini, hereditas tidak akan berkembang secara wajar, apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan, sebaliknya
rangsangan dari lingkungan tidak akan membina perkembnagan tingkah laku anak yang ideal, tanpa dipengaruhi oleh faktor hereditas.
70
Menurut Arifin yang dikutip oleh Abuddin, bahwa aliran konvergensi berpendapat tentang pembentukan akhak dipengaruhi oleh
faktor internal yakni pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu pendidikan dan pembinaan dalam lingkungan sosial. Fithrah dan
kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri mausia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
71
Sedangkan Abuddin menyimpulkan dalam bukunya, bahwa “faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak di anak ada dua, yaitu
faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati rohaniah yang dibawa si anak dari sejak lahir, dan faktor dari luar yang dalam
69
Ibid., h. 4-7
70
Ibid., h. 4-7
71
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013, cet. 12, h. 143
22
hal ini adalah kedua orang tua di rumah, guru ddi sekolah, dan tokoh- tokoh serta pemimpin di masyarakat.”
72
Selanjutnya menurut Abuddin, “melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif
pengetahuan, afektif penghayatan, dan psikomotrik pegalaman ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak Dan inilah yang
selanjutnya dikenal dengan istil ah manusia seutuhnya.”
73
Dalam sumber lain sebagaimana dikemukakan oleh Saebani dan Hamid bahwa, akhlak manusia dapat dibentuk oleh berbagai pengaruh
internal maupun eksternal. Pengaruh internal berada dalam diri manusia sendiri. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksudkan
pengaruh internal adalah watak, yaitu sifat dasar yang sudah menjadi pembawaan sejak manusia dilahirkan. Akan tetapi, pengaruh eksternal
pun dapat membentuk watak tertentu. Lingkungan, mata pencaharian, makanan dan minuman, pergaulan sehari-hari dengan kawan sejawat,
istri atau suami, dan sebagainya yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia secara terus menerus dapat membentuk watak manusia. Ada
pula yang berpendapat bahwa faktor geografis, pendidikan, situasi dan kondisi sosial dan ekonomi, serta kebudayaan masyarakat pun dapat
membentuk watak.
74
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak anak ini ada pada faktor
potensi dalam diri anak dan faktor dari lingkungan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan kata lain, seorang anak yang
berakhlak adalah yang memiliki potensi berakhlak dalam dirinya dan memiliki
lingkungan yang
berakhlak pula
sebagai wadah
pengembangan potensinya.
72
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013, cet. 12, h. 146
73
Ibid.
74
Saebani, Beni Ahmad, dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2010, h. 233
23