16
dikandungnya tidak universal.
44
M.. Jamil berpendapat bahwa, “selain itu, dikarenakan merupakan konsepsi yang merupakan produk akal pikiran, maka etika juga dapat
berubah-ubah sesuai degan perubahan tempat dan zaman termasuk perubahan nilai-nilai
kemanusiaan yang disepakati oleh manusia.”
45
Etika menurut Beni, bahwa “cara pandang manusia tentang tingkah laku yang baik dan buruk, dan dari cara pandang itu dapat
digali dari berbagai sumber, kemudian dijadikan sebagai tolok ukur bagi sua
tu tindakan dengan pendekatan rasional dan filosofis.”
46
Sedangkan moral menurut Jamil, “secara etimologi moral berasal dari kata mores bentuk jamak dari kata mos dalam bahasa Latin yang
memiliki arti adat kebiasaan.
47
Secara terminologi, menurut Jamil, “ moral adalah sebuah ukuran baik dan buruk yang diakui oleh sebuah komunitas masyarakat atau
kelompok tertentu yang menyepakatinya baik didasarkan pada agama maupun tidak.”
48
Menurut Beni, “pengertian moral sama dengan akhlak karena secara bahasa artinya sama, yaitu tindakan atau perbuatan.”
49
Lebih lanjut menurut Beni, “perbedaan dari kedua konsep tersebut, yaitu
akhlak dan moral terletak pada standar atau rujukan normatif yang digunakan. Akhlak merujuk pada nilai-nilai agama, sedangkan moral
merujuk pada kebiasaan.
50
Menurut Solihin dalam kutipan Jamil, etika dan moral pada dasarnya memiliki pembahasan yang sama yaitu mengenai
perbuatan manusia dan nilainya. Namun demikian, keduanya memiliki perbedaan. Moral atau moralitas digunakan untuk
perbuatan yang sedang dinilai sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem yang ada. Keduanya juga memiliki tolok ukura
44
M. Jamil, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi, 2013, h. 9
45
Ibid.
46
Saebani,op. cit., h. 30
47
M. Jamil, loc. cit.
48
Ibid.
49
Saebani, op. cit., h. 33
50
Ibid.
17
yang berbeda. Tolok ukur moral adalah norma-noorma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sedangkan tolok ukur etika
adalah akal pikran atau rasio pikiran manusia.
51
Berdasarkan beberapa konsepsi diatas, dapat disimpulka bahwa antara akhlak, etika dan moral memiliki kesamaan dan perbedaan.
Adapun kesamaannya adalah sama-sama mengkaji tentang perbuatan manusia. Namun yang membedakannya adalah terhadap ide-ide
dasarnya. Jika akhlak berdasar kepada nilai-nilai agama, etika kepada nilai-nilai rasionalitas, sedangkan moral berkaitan dengan nilai-nilai
adat istiadat masing-masing masyarakat.
c. Ruang Lingkup Akhlak
Menurut M. Jamil, “dikarenakan akhlak merupakan sikap atau
perbuatan yang muncul dari dalam diri seseorang, maka akhlak tersebut dapat dimanifestasikan ke dalam berbagai ruang lingkup, yaitu
1 akhlak terhadap khaliq pencipta, dan 2 akhlak terhadap makhluk”.
52
Kemudian diluar dua hal tersebut, M. Jamil juga menuliskan bahwa terdapat juga akhlak kepada lingkungan.
53
Sedangkan Quraish Shihab menjelaskan sasaran akhlak islamiyyah itu terdiri atas tiga aspek yaitu 1 akhlak terhadap Allah, 2 akhlak
terhadap sesama manusia, dan 3 akhlak terhadap lingkungan.
54
Adapun penjelasan secara lebih rinci dari ketiga hal tersebut yaitu:
1 Akhlak terhadap Allah Pencipta
Menurut Quraish Shihab, “titik tolak akhlak terhadap Allah
adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu,
yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya
”.
55
51
M. Jamil, loc. cit.
52
M. Jamil, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi, 2013, h. 4-5
53
Ibid., h. 6
54
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: PT Misan Pustaka, 2003, cet. XIV, h. 261-269
55
Ibid., h. 261-262
18
Menurut M. Jamil, “akhlak dalam lingkup ini diartikan sebagai
sikap yang ditunjukkan oleh manusia kepada Pencipta alam semesta termasuk dirinya sendiri
”.
56
Selanjutnya, M. Jamil menambahkan bahwa “intinya, semua perilaku seseorang yang
memiliki akhlak yang baik kepada Allah harus tercermin dalam tingkah laku sehari-harinya yang sesuai dengan syariat Allah
”.
57
2 Akhlak terhadap sesama manusia Makhluk
Menurut M . Jamil, “dalam konteks hubungan sebagai sesama
muslim, maka Rasulullah mengumpamankan bahwa hubungan tersebut sebagai sebuah anggota tubuh yang saling terkait dan
merasakan penderitaan jika salah satu organ tubuh tersebut mengalami sakit
”.
58
Lebih lanjut, M. Jamil menambahkan bahwa “akhlak terhadap
sesama manusia juga harus ditunjukkan kepada orang yang bukan Islam di mana mereka ini tetap dipandang sebagai makhluk Allah
yang harus disayangi ”.
59
Sedangkan menurut Quraish Shihab, bahwa banyak rincian yang telah dituliskan dalam al-Quran tentang tingkah laku terhadap
sesama manusia baik berupa larangan terhadap hal-hal negatif yang bersifat fisik seperti membunuh orang maupun non fisik seperti
menceritakan aib seseorang.
60
Menurut M. Jamil, “penjabaran dari akhlak kepada manusia
bisa juga mencakup kepada berbagai aspek kehidupan lainnya. Misalnya akhlak sebagai warganegara yang baik dan akhlak kepada
lingkungan”.
61
56
M. Jamil, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi, 2013, h. 4
57
Ibid.
58
Ibid., h. 5
59
Ibid.
60
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: PT Misan Pustaka, 2003, cet. XIV, h. 255-267
61
M. Jamil, loc. cit.
19
3 Akhlak terhadap Lingkungan Alam
Menurut M. Jamil, “akhlak kepada lingkungan ini adalah sikap
seseorang terhadap lingkungan alam di sekelilingnya ”.
62
Menurut Quraish Shihab, “yang dimaksud lingkungan di sini addalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik
binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-bend
atak bernyawa”.
63
Selanjutnya M. Jamil mengatakan, bahwa “manusia adalah
makhluk Allah [yang] sejak dahulu merasa mampu melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepadanya baik dalam bentuk
peribadahan kepada Allah maupun memelihara bumi dan langit tersebut dari kerusakan yang dibuat oleh tangan mereka
”.
64
Dalam firman Allah surat Al-Ahzab ayat 72 dijelaskan, yaitu:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk
memikul amanat
itu dan
mereka khawatir
akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh. QS. Al-Ahzab: 72.
65
Menurut Quraish Shihab, dalam pandagan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau
memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak
62
M. Jamil, Op.cit., h. 6
63
Shihab, Op. cit., h. 269-270
64
M. Jamil, loc. cit.
65
Departemen Agama RI, Al- Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: PT. Karya
Toha Putra, tt, h. 341