Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Eisenberg dan Fabes dalam Laura, 2007 menyatakan, meskipun pengaruh sosialisasi pada remaja beragam, orang tua merupakan sumber informasi paling penting mengenai nilai dalam berperilaku. Hal tersebut didukung oleh pendapat Offer Church, 1991 dalam Papalia 2014 yang menyatakan nilai-nilai mendasar kebanyakan remaja didapatkan dari orangtua. Selain itu, Koerner dan Fitzpatrick 2002 menyatakan bahwa penting bagi anggota keluarga untuk saling bergantung dan berinteraksi melalui berbagi perasaan, pikiran, atau perilaku. Penelitian Lestari 2013 memaparkan mengenai “Keluarga Sebagai Tempat Proses Belajar Perilaku prososial”. Dalam penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa sebagian besar anak belajar perilaku prososial dari orang tuanya. Orang tua merupakan contoh langsung maupun tidak langsung bagi anak. Berdasarkan hasil tersebut, keluarga merupakan pihak pertama tempat anak mengenal dan belajar perilaku prososial. Selain itu, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan perilaku prososial pada anak- anaknya, sehingga interaksi antara orang tua dengan anak merupakan salah satu hal yang tidak dapat diabaikan. 1 . Cara orang tua dalam berinteraksi dan menjalin relasi dengan dengan anak adalah dengan menggunakan komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu komponen penting untuk saling berinteraksi dengan para anggota keluarga. Komunikasi antara anak dengan orang tua dapat mendukung perkembangan kapasitas anak untuk memahami 1 . Rini Lestari,”keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial”, Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013, A.04:61, Surakarta, 1 Juni 2013, 61-73. tindakan prososial mereka sendiri Rechia, 2014. Sebaliknya, jika komunikasi antara orang tua dan anak buruk, maka mempunyai dampak munculnya kepribadian antisosial dan dependen Ramadhani,2008. Pada kasus anak dengan gangguan perilaku antisosial, ditemukan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh pola asuh dan komunikasi dalam keluarga Aicorn dan Carr, 2001 dalam Ramadhani 2008. Dalam penelitian sebelumnya Maria, 1998 meneliti tentang “tendensi delikuensi remaja ditinjau dari efektifitas komunikasi antara orang tua dengan remaja” menyimpulkan bahwa kurangnya efektifitas komunikasi antara remaja dan orang tua berkaitan erat dengan munculnya tendensi delikuensi pada remaja. Hal ini dikarenakan remaja memiliki kebutuhan akan kasih sayang, penghargaan diri, dan pengertian dari orang tuanya, yang hanya terpenuhi apabila tercipta komunikasi yang efektif antara anak dengan orang tua. Tidak adanya komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak akan membuat anak merasa tidak dihargai dan merasa frustasi. Hal tersebut lalu dikompensasikan dalam tindakan yang mengarah pada delikuensi. Dapat dikatakan bahwa komunikasi antara orangtua dan anak dapat mempengaruhi fungsi keluarga secara keseluruhan termasuk kesejahteraan psikososial pada diri anak Shek dalam Ramadhani, 2008. Menurut Koerner dan Fitzpatrick 2002, dalam komunikasi keluarga terdapat pola yaitu kecenderungan sebuah keluarga membentuk cara berkomunikasi antara satu anggota dengan yang lain. Fitzpatrick dalam Morissan 2010 juga menyatakan bahwa komunikasi yang terjadi dalam keluarga tidaklah bersifat acak atau random, tetapi sangat terpola berdasarkan skema- skema tertentu yang menentukan bagaimana anggota keluarga bekomunikasi satu dengan yang lainnya. Terdapat dua jenis orientasi pada pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga yaitu orientasi percakapan conversation-orientation, merupakan ciri keluarga dimana orangtua mendorong anak untuk dapat berpartisipasi dan berinteraksi membahas berbagai topik dalam keluarga. Pada orientasi percakapan, keputusan dibuat bersama-sama antara orangtua dan anak Korner dan Fitzpatrick, 2002. Orientasi kepatuhan conformity orientation, merupakan komunikasi yang dirancang untuk menghasilkan rasa hormat serta menciptakan kepercayaan yang homogen berkaitan dengan sikap nilai dan keyakinan antara anak dengan orangtua. Interaksi pada orientasi kepatuhan menekankan pada kepatuhan terhadap orangtua dan cenderung menghindari konflik Korner dan Fitzpatrick, 2002. Hal serupa diungkapkan oleh Beebe 2009 bahwa pola komunikasi keluarga dapat digambarkan melalui dua dimensi. Pertama, conversation orientation, yaitu berdasarkan tingkat pembicaraan atau sejauh mana anggota keluarga didorong untuk mendiskusikan topik apapun. Dimensi kedua conformity orientation, yaitu berdasarkan perilaku kepatuhan yang dilakukan oleh anak terhadap orangtua dalam keluarga. Anak-anak dari orientasi keluarga yang berbeda cenderung untuk mengembangkan perilaku sosial yang berbeda Fitzpatrick, Marshall, Leutwiler, Krcmar dalam Prasitthipab 2008. Dalam penelitian Huang dalam Brian, Mathew, Keith, 2000 ditemukan bahwa pola komunikasi keluarga mempengaruhi karakteristik kepribadian individu. Anak yang berasal dari keluarga yang memiliki komunikasi berorientasi percakapan memandang dirinya lebih positif, terbuka, terlibat dalam kepemimpinan dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Hal ini disebabkan anak memiliki internal locus of control yaitu anak berperan serta dalam diskusi mengenai topik permasalahan yang berada diluar lingkup keluarga dan memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial yang terjadi pada masyarakat, sehingga mereka mengembangkan ketrampilan sosial yang baik. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang memiliki komunikasi yang berorientasi kepatuhan cenderung tertutup, pemalu dan memiliki harga diri rendah. Orangtua cenderung menyamakan nilai, sikap dan gagasan. Hal ini menyebabkan anak memiliki external locus of control sehingga, tidak tanggung jawab serta memiliki anggapan bahwa sikap dan perilakunya banyak ditentukan oleh faktor keberuntungan dari luar dirinya Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Baumrind dalam Brian, Mathew, Keith, 2002 yang menemukan bahwa keluarga yang memiliki skor tinggi pada orientasi percakapan membesarkan anaknya dengan ketrampilan sosial yang baik. Kcmar dalam Brian, Mathew, Keith, 2002 mengungkapkan bahwa komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga meningkatkan interaksi sosial yang positif untuk anak. Koerner Fitzpatric, 2002 menyatakan bahwa untuk memprediksi pola komunikasi keluarga, tidak cukup hanya mengetahui bahwa keluarga ini memiliki orientasi konformitas yang tinggi maupun orientasi percakapan yang tinggi. Melintasi kedua pola tersebut, terdapat empat tipe keluarga yaitu: 1. Tipe pluralistik merupakan keluarga yang memiliki orientasi percakapan yang tinggi dan kepatuhan rendah, orangtua tidak merasa perlu mengontrol anak-anak mereka karena setiap pendapat dinilai berdasarkan pada kebaikannya, dan setiap orang turut serta dalam pengambilan keputusan. 2. Tipe konsensual merupakan keluarga yang memiliki orientasi percakapan dan kepatuhan tinggi, keluarga jenis ini menghargai komunikasi secara terbuka dan orang tua tetap menghendaki adanya kewenangan yang jelas. 3. Tipe protektif merupakan keluarga yang memiliki orientasi percakapan rendah dan kepatuhan yang tinggi, orang tua dari tipe keluarga ini merasa tidak harus menghabiskan banyak waktu untuk berbicara dan menjelaskan keputusan yang telah mereka buat 4. Tipe Laissez-Faire yaitu keluarga yang memiliki orientasi percakapan dan orientasi kepatuhan yang rendah, anggota keluarga dari tipe ini tidak terlalu peduli dengan apa yang dikerjakan anggota keluarga lainnya dan tidak ingin membuang waktu untuk membicarakannya. Adanya pola komunikasi tertentu yang terbentuk dalam keluarga antara remaja dan orangtua dapat membantu dan meningkatkan perilaku remaja yang positif sehingga nantinya dapat berpengaruh terhadap perilakunya diluar lingkungan keluarga. Orangtua yang memiliki pola komunikasi yang buruk akan menyebabkan anak cenderung untuk melampiaskan pada hal-hal yang kurang baik salah satunya yaitu mengabaikan relasi sosial yang dapat berujung pada intensi prososial yang rendah. Berangkat dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk membuktikan apakah pola komunikasi dalam keluarga mempunyai hubungan dengan kecenderungan perilaku prososial pada remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara tipe komunikasi dalam keluarga dan kecenderungan perilaku prososial remaja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tipe komunikasi keluarga dan kecenderungan perilaku prososial pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini perlu diadakan karena hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan disiplin ilmu psikologi, terutama dibidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial mengenai perilaku prososial pada remaja dan tipe komunikasi yang terjadi dalam keluarga. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah referensi karya ilmiah atau wawasan teoritis yang telah ada guna pertimbangan dalam melakukan penelitian di masa mendatang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi remaja dan orangtua untuk mengetahui tipe komunikasi yang terjadi di dalam keluarga dan perilaku prososial remaja. Hasil tersebut dapat menjadi sumber evaluasi diri dan refleksi bagi remaja dan para orangtua. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial

Perilaku prososial merupakan tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong dan mungkin bahkan melibatkan resiko bagi orang yang menolong Baron, 2005. Sedangkan menurut Sears 2004 perilaku prososial mencakup kagetori yang luas meliputi segala bentuk tindakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif penolong. Hal serupa diungkapkan oleh Taylor, 2009 bahwa perilaku prososial mewakili suatu kategori tindakan yang luas yang didefinisikan oleh masyarakat atau kelompok sosial sebagai tindakan yang secara umum bermanfaat bagi orang lain, terlepas dari motif si penolong. Perilaku prososial adalah suatu bentuk dukungan interpersonal yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, dalam hal ini pihak yang membu- tuhkan, baik bantuan secara material maupun dukungan moral yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pihak penerima bantuan, baik secara fisik maupun psikis namun tidak mendatangkan keuntungan yang jelas bagi pihak penolong, bahkan mengundang risiko tertentu Husada,2013. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan tindakan yang sebagian besar dilakukan untuk menolong yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun psikis terlepas dari motif-motif si penolong.

2. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial

Bentuk dari perilaku prososial dapat tercermin dalam beberapa tindakan sebagai berikut : 1. Berbagi Kesediaan berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka Eisenberg dan Mussen, 1989 dalam Dayakisni, 2012. Hal tersebut serupa dengan pernyataan Bringham, 1991 dalam Desmita, 2009 perilaku berbagi dapat berupa dukungan fisik maupun psikis. 2. Kerjasama Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan. Kerjasama biasanya saling menguntungkan, saling memberi dan menolong Eisenberg dan Mussen, 1989 dalam Dayakisni 2012; Bringham, 1991 dalam Desmita, 2009. 3. Memberi atau Menyumbang Salah satu bentuk perilaku prososial adalah memberi dan menyumbang yaitu kesediaan seseorang untuk berderma, memberi secara sukarela sebagian barang miliknya untuk orang yang lebih membutuhkan Eisenberg dan Mussen, 1989 dalam Dayakisni, 2012; Bringham, 1991 dalam Desmita, 2009 4. Menolong Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan meliputi membantu orang lain, berbagi informasi, menawarkan bantuan terhadap orang lain atau menawarkan sesuatu untuk menunjang keberlangsungan kegiatan orang lain. Eisenberg dan Mussen, 1989 dalam Dayakisni, 2012; Bringham, 1991 dalam Desmita, 2009 5. Kejujuran Kesediaan untuk tidak berbuat curang terhadap orang lain Eisenberg dan Mussen, 1989 dalam Dayakisni, 2012 6. Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Kesediaan seseorang untuk berperilaku demi menunjang hak dan kesejahteraan dari orang lain Eisenberg dan Mussen, 1989 dalam Dayakisni, 2012. 7. Persahabatan Kesediaan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan orang lain demi terciptanya suasana yang harmonis dan saling mendukung satu sama lain Bringham dan Mussen, 1991; Bartal 1976 dalam Desmita, 2009 8. Menyelamatkan Kesediaan untuk menyelamatkan orang lain yang membutuhkan Bringham dan Mussen, 1991; Bartal 1976 dalam Desmita, 2009