Kajian Pustaka LANDASAN TEORI

12

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dipaparkan teori-teori yang menjadi pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun hal-hal yang menjadi pembahasan antara lain kajian pustaka dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Kemampuan berasal dari kata mampu yang mempunyai arti dapat atau bisa. Kemampuan juga disebut kompetensi Zul, 2008: 134. Menurut Hamalik 2008:162 kemampuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut : a Kemampuan intrinsik adalah kemampuan yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa. b Kemampuan ekstrinsik adalah kemampuan yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Sedangkan menurut Uno 2007:23 hakikat kemampuan belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Dari beberapa pengertian kemampuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kompetensi mendasar yang perlu dimiliki siswa yang mempelajari lingkup materi dalam suatu matapelajaran pada jenjang tertentu. 2. Literasi Matematis Terdapat berbagai penjelasan tentang pengertian literasi matematika mathematical literacy. Berikut ini merupakan beberapa definisi tentang literasi matematis : a Jan de Lange OECD, 1999 Literasi matematis adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi dan memahami peran-peran yang dimainkan oleh matematika di dunia nyata, untuk membuat pendapat-pendapat yang cukup beralasan, dan untuk menggunakan cara- cara yang ada di dalam matematika dalam rangka memenuhi kebutuhan- kebutuhan dirinya dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, seperti suatu kemampuan yang sifatnya membangun, menghubungkan, dan merefleksikan warga masyarakat. b Kusumah 2010 Literasi matematis adalah kemampuan menyusun serangkaian pertanyaan problem posing, merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada. c OECD 2013 “Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI concepts, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognize the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizens. ” Literasi matematis adalah kemampuan seseorang dalam memodelkan, menerapkan, dan mengintepretasikan matematika dalam berbagai konteks. Literasi matematis melibatkan penalaran matematika dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memperkirakan suatu fenomena. Hal ini membantu seseorang dalam menerapkan matematika ke dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif. Berdasarkan definisi-definisi literasi matematis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa literasi matematis adalah kecakapan yang dimiliki oleh peserta didik untuk melakukan identifikasi permasalahan, menyusun serangkaian pertanyaan, merumuskan, memecahkan, serta menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk di dalamnya bernalar secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika dalam menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena. Dengan penguasaan literasi matematika, setiap individu akan dapat merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya. Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstruktif. Kemampuan literasi matematis yang dimiliki siswa dapat dilihat dari bagaimana cara siswa dalam menggunakan kemampuan dan keahlian matematika untuk menyelesaikan permasalahan. Permasalahan mungkin terjadi di berbagai macam situasi atau konteks yang berhubungan dengan tiap individu. Menurut OECD 2010 setiap proses literasi matematika memiliki aktivitas-aktivitas yang bisa diketahui pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Proses Literasi dan Aktivitas Siswa OECD, 2010 Proses literasi Aktivitas Siswa Memformulasikan situasi secara matematika a Mengidentifikasi aspek-aspek matematika dalam permasalahan yang terdapat pada situasi konteks nyata serta mengidentifikasi variabel yang penting. b Memahami struktur matematika dalam permasalahan atau situasi. c Menyederhanakan situasi atau masalah untuk menjadikannya mudah diterima dengan analisis matematika. d Mengidentifikasi hambatan dan asumsi dibalik model matematika dan menyederhanakannya. e Merepresentasikan situasi secara matematika dengan menggunakan variabel, simbol diagram dan model dasar yang sesuai. f Merepresentasikan permasalahan dengan cara yang berbeda g Memahami dan menjelaskan hubungan antara bahasa, simbol dan konteks sehingga dapat disajikan secara matematika h Mengubah permasalahan menjadi bahasa matematika atau model matematika i Memahami aspek-aspek permasalahan yang berhubungan dengan masalah yang telah diketahui, konsep matematika, fakta atau prosedur j Menggunakan teknologi untuk menggambarkan hubungan matematika sebagai bagian dari masalah konteks. Menerapkan konsep, fakta, prosedur dan penalaran matematika a Merancang dan mengimplementasikan strategi untuk menemukan solusi matematika. b Menggunakan alat dan teknologi matematika untuk membantu mendapatkan solusi yang tepat. c Menerapkan fakta, aturan, algoritma dan struktur matematika ketika mencari solusi. d Memanipulasi bilangan, grafik, data statistik, bentuk aljabar, informasi, persamaan, dan bentuk geometri. e Membuat diagram matematika, grafik, dan mengkonstruksi serta mengekstraksi informasi matematika. f Menggunakan dan berbagai macam situasi dalam proses menemukan solusi g Membuat generalisasi berdasarkan pada prosedur dan hasil matematika untuk mencari solusi h Merefleksikan pendapat matematika dan menjelaskan serta memberikan penguatan hasil matematika Menginterpretasikan, menggunakan dan mengevaluasi hasil matematika. a Menginterpretasikan kembali hasil matematika ke dalam masalah nyata. b Mengevaluasi alasan-alasan yang reasonable dari solusi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI matematika ke dalam masalah nyata c Memahami bagaimana realita memberikan dampak terhadap hasil dan perhitungan dari prosedur atau model matematika dan bagaimana penerapan dari solusi yang didapatkan apakah sesuai dengan konteks perrmasalahan d Menjelaskan mengapa hasil matematika dapat atau tidak dapat sesuai dengan permasalahan konteks yang diberikan e Memahami perluasan dan batasan dari konsep dan solusi matematika f Mengkritik dan mengidentifikasi batasan dari model yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Literasi matematis terdiri dari 6 level OECD,2013. Semakin tinggi level, maka semakin kompleks permasalahan yang disajikan. Keenam level tersebut disajikan dalam bentuk soal-soal PISA Programme for International Student Assesment. Soal-soal PISA dijadikan soal untuk mengetahui kemampuan literasi matematis siswa karena PISA merupakan studi internasional yang berfokus pada kemampuan literasi matematis siswa yang berumur 15 tahun dimana soal-soal yang dibuat mengandung proses- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI proses matematis yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi matematis dari siswa yang mengerjakan soal tersebut. Adapun menurut OECD 2013, proses matematika yang menjadi dasar penilaian kemampuan literasi matematis siswa adalah: 1 Memodelkan soal ke bentuk matematika 2 Menerapkan konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran 3 Menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil yang diperoleh Selain ketiga hal di atas, dalam PISA juga terdapat tujuh kemampuan dasar matematika yang menjadi pokok dalam proses literasi matematis OECD,2013, antara lain : 1 Komunikasi Literasi matematis melibatkan proses komunikasi sebab dalam proses pemecahan masalah, siswa perlu mengutarakan atau mengemukakan gagasan ketika melakukan penalaran terhadap soal maupun langkah-langkah penyelesaian, selain itu siswa juga perlu menjelaskan hasil pemikiran atau gagasannya kepada orang lain agar orang lain juga dapat memahami hasil pemikirannya. 2 Matematisasi Kemampuan literasi matematis juga melibatkan kemampuan dalam matematisasi, yakni kemampuan dalam menerjemahkan bahasa sehari-hari ke dalam bentuk matematika, baik berupa konsep, struktur, membuat asusmsi atau memodelkan. 3 Representasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kemampuan representasi disini adalah kemampuan dalam merepresentasikan objek-objek matematika seperti grafik, tabel, diagram, gambar, persamaan, rumus, dan bentuk-bentuk konkret lainnya. 4 Penalaran dan argumen Kemampuan penalaran dan argumen adalah akar dari proses berpikir logis yang dikembangkan untuk menemukan suatu kesimpulan yang dapat memberikan pembenaran terhadap solusi suatu permasalahan. 5 Merancang strategi untuk memecahkan masalah Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi. 6 Penggunaan simbol, bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi Kemampuan ini melibatkan pemahaman, penafsiran, kemampuan memanipulasi suatu konteks matematika yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan terkait matematika. 7 Penggunaan alat matematika Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk mampu menggunakan berbagai macam alat yang dapat membantu proses matematisasi, dan mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan uraian tentang 3 proses matematika yang menjadi dasar penilaian kemampuan literasi matematis dan 7 kemampuan dasar matematika dalam literasi matematis, maka berikut hubungan antara keduanya : Tabel 2.2 Hubungan antara Proses Matematika dengan Kemampuan Dasar Matematika OECD, 2013 Memodelkan soal ke bentuk matematika Menerapkan konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran Menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil yang diperoleh Komunikasi Membaca, membaca sandi, dan dapat mengerti terhadap pernyataan, pertanyaan, objek, gambar, atau amunisi yang diberikan. Mengutarakan sebuah solusi, menunjukkan hasil kerjanya dalam menemukan solusi. Merancang dan memberikan penjelasan serta alasan terkait penyelesaian yang diberikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Matematisa- si Mengidentifik asi pokok variabel matematika dari permasalahan yang diberikan. Menggunakan pemahaman akan konteks yang mengarah pada penyelesaian masalah. Memahami tingkat dan batas konsekuensi terhadap model matematika yang dikerjakan. Representasi Membuat sebuah representasi matematika dari bahasa sehari-hari. Membuat pengertian, relasi, dan menggunakan beragam representasi ketika menyelesaikan masalah. Mengintepretasikan hasil matematika ke dalam sebuah variasi format yang terkait dengan permasalahan. Penalaran dan argument Menjelaskan, mempertahank an, atau memberikan sebuah kebenaran untuk diidentifikasi atau merancang representasi sebuah permasalahan. Menyambungkan beberapa informasi yang mengarah kepada penyelesaian matematika. Menggambarkan solusi matematika dan membuat penjelasan serta alasan yang mendukung, menyanggah, atau mengisyaratkan sebuah permasalahan matematika ke bentuk masalah kontekstual. Merancang strategi Memilih atau merancang Mengaktifkan mekanisme kontrol Merancang dan mengimpelementasik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI untuk memecah- kan masalah sebuah strategi dalam mematematisa si sebuah masalah kontekstual. yang efektif dan berkelanjutan di seluruh prosedur yang mengarah pada solusi matematika, kesimpulan, dan generalisasi. an strategi dalam rangka menafsirkan, mengevaluasi, dan memvalidasi sebuah solusi matematika ke dalam masalah kontekstual. Penggunaan simbol, bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi Menggunakan variabel, simbol, diagram, dan model standar yang tepat dalam merepresentasi kan masalah yang menggunakan bahasa formal. Memahami dan memanfaatkan bentuk dasar definisi, aturan dan bentuk sistem sebaik menggunakan algoritma. Memahami hubungan antara konteks masalah dan representasi dari solusi matematika. Penggunaan alat matematika Menggunakan alat matematika untuk mengenali struktur atau untuk menggambark an hubungan matematika. Mengetahui dengan tepat menggunakan variasi alat yang dapat membantu dalam mengimplementasik an proses dan prosedur untuk menemukan solusi matematika. Menggunakan alat matematika untuk memastikan kebenaran dari solusi matematika yang diberikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Program of International Student Assesment PISA PISA adalah suatu program internasional yang disponsori oleh OECD Organization for Economic Coorporation and Development yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi matematis, literasi bahasa, dan literasi sains siswa yang berumur sekitar 15 tahun. Literasi matematis adalah kecakapan individu untuk mengidentifikasi, mengerti peranan matematika di dunia ini, membuat penilaian yang akurat, menggunakan dan melibatkan matematika dengan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan individu sebagai warga negara yang reflektif, konstruktif, dan berbaktiOECD,2003. PISA berdiri tahun 2000 dan diadakan tiap tiga tahun sekali, Indonesia adalah salah satu negara yang berpartisipasi dari awal terbentuknya PISA. Salah satu yang menjadi fokus evaluasi dalam PISA adalah literasi matematis mathematics literacy. Tujuan dari tes literasi matematis dari PISA adalah mengukur bagaimana siswa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk menyelesaikan sekumpulan masalah dalam berbagai konteks nyata. Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, para siswa harus mengerahkan sejumlah kompetensi matematikanya. Menurut Jan de Lange dalam Ariyadi Wijaya 2012, literasi matematis adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi dan memahami peran-peran yang dimainkan oleh matematika di dunia nyata, untuk membuat pendapat-pendapat yang cukup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI beralasan, dan untuk menggunakan cara-cara yang ada di dalam matematika dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, seperti suatu kemampuan yang sifatnya membangun, menghubungkan, dan merefleksikan warga masyarakat. Definisi literasi matematis tersebut dikembangkan oleh kelompok ahli untuk matematika dalam PISA. Jan de Lange dalam Marpaung dan Hongki 2012 mengklasifikasikan kompetensi-kompetensi yang akan membentuk literasi matematis seperti yang dideskripsikan di atas sebagai berikut : a Kompetensi berpikir dan beralasan secara matematis. 1 Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang karakteristik- karakteristik matematika, seperti apakah hal tersebut ada? Jika demikian, berapa banyak? Bagaimana kita membuktikannya? 2 Mengetahui macam-macam jawaban dari pertanyaan-pertanyaan matematika. 3 Membedakan antara jenis-jenis pernyataan yang berbeda, yaitu definisi,teorema, konjektur, hpotesis, contoh-contoh, dan pernyataan bersyarat. 4 Memahami dan memegang keluasan dan keterbatasan konsep- konsep matematika. b Kompetensi berargumentasi secara logis. 1 Mengetahui apa yang dibuktikan secara matematis dan bagaimana pembuktian tersebut berbeda dari pembuktian- pembuktian secara matematis yang lainnya. 2 Mengikuti dan menilai rangkaian argumen-argumen secara matematis dari tipe-tipe yang berbeda. 3 Memiliki suatu perasaan yang heuristik, yaitu apa yang dapat terjadi, apa yang tidak dapat terjadi, dan mengapa. 4 Membuat argumen-argumen secara matematis. c Berkomunikasi secara matematis. 1 Mengekspresikan ide-ide dalam komponen-komponen matematika dengan berbagai cara, dalam bentuk lisan sama baiknya dengan dalam bentuk tertulis. 2 Memahami pernyataan-pernyataan lisan dan tertulis yang dibuat oleh orang lain. 3 Mengetahui tentang dan dapat menggunakan berbagai bantuan dan alat-alat termasuk di dalamnya alat-alat teknologi informasi yang dapat membantu terjadinya kegiatan matematika. 4 Mengetahui tentang keterbatasan berbagai bantuan dan alat. d Kompetensi dalam memodelkan. 1 Menstrukturkan lapangan atau situasi yang akan dimodelkan. 2 Matematisasi, yaitu menterjemahkan realitas ke matematika. 3 Dematematisasi, yaitu mengintepretasikan model-model matematika ke i realistas. 4 Memodelkan bekerja dalam domain matematika. 5 Memvalidasi model. 6 Merefleksikan, menganalisis, dan memberikan kritik terhadap model-model, dan hasil-hasil model. 7 Mengkomunikasikan model dan hasil-hasilnya termasuk keterbatasan hasil dari model. 8 Memonitor dan mengontrol proses pemodelan. e Kompetensi mengajukan dan menyelesaikan masalah. 1 Mengajukan, memformulasikan, dan membuat masalah-masalah matematika yang berbeda-beda jenis secara tepat, misal: masalah matematika murni, aplikasi, terbuka, dan tertutup. 2 Menyelesaikan berbagai macam masalah matematika dengan cara yang berbeda-beda. f Kompetensi merepresentasi ide. 1 Memahami, menginterpretasikan, dan membedakan bentuk- bentuk representasi yang berbeda dari objek-objek dan situasi- situasi matematika, dan memahami hubungan timbal balik antar berbagai bentuk representasi. 2 Memilih dan mengubah bentuk-bentuk representasi yang berbeda menurut situasi dan tujuan. g Kompetensi menggunakan simbol dan bahasa formal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 Memahami dan menginterpretasikan bahasa simbolik dan formal dan memahami hubungannya dengan bahasa yang biasa dipakai. 2 Menterjemahkan dari bahasa yang digunakan sehari-hari ke bahasa simbolik atau formal. 3 Memahani pernyataan-pernyataan dan ekspresi-ekspresi yang memuat simbol-simbol dan rumus-rumus. 4 Menggunakan variabel, menyelesaikan persamaan, dan melakukan perhitungan. Pada The PISA 2003 Assesment Framework, literasi matematis dibagi dalam beberapa dimensi sebagai berikut Sugiman, 2008 : 1 Dimensi isi yang meliputi: a ruang dan bentuk space and shape, b perubahan dan relasi change and relationship, c kuantitas quantity, dan d ketidakpastian uncertainty 2 Dimensi proses meliputi: a reproduksi definisi dan komputasi, b koneksi dan terintegrasi untuk pemecahan masalah, dan c refleksi terhadap berpikir matematis, generalisasi, dan pengertian. 3 Dimensi situasikonteks meliputi: a personal, b pendidikan dan pekerjaan, c masyarakat, dan d sains atau intra-matematika Berdasarkan ketiga dimensi tersebut, maka soal-soal literasi matematis yang dibuat oleh PISA memiliki enam level atau enam tingkatan, dimana tiap tingkatannya menggambarkan kemampuan literasi yang dimiliki oleh siswa. Tabel 2.3 Level dalam PISA OECD, 2010 Aktivitas Siswa Level 6 1. Siswa dapat melakukan konseptualisasi, generalisasi dan menggunakan informasi berdasarkan pada investegasi dan modeling pada situasi permasalahan yang kompleks. 2. Siswa dapat menghubungkan sumber informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya. 3. Siswa mampu berpikir dan bernalar secara matematika. 4. Siswa dapat menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru dalam menghadapi situasi yang baru. 5. Siswa dapat merumuskan dan mengkomunikasikan dengan tepat tindakannya dan merefleksikan dengan mempertimbangkan temuannya, interpretasinya, pendapatnya, dan ketepatan pada situasi yang nyata. Level 5 1. Siswa dapat mengembangkan dan bekerja dengan model pada situasi yang komplek, mengidentifikasi kendala dan menjelaskan dengan tepat dugaan-dugaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Siswa memilih, membandingkan dan mengevaluasi strategi penyelesaian masalah yang sesuai ketika berhadapan dengan situasi yang rumit yang berhubungan dengan model tersebut. 3. Siswa bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan ketrampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi.Siswa dapat melakukan refleksi dari apa yang mereka kerjakan dan mengkomunikasikan interpretasi dan penelarannya. Level 4 1. Siswa dapat bekerja secara efektif dengan model yang tersirat dalam situasi yang konkret tetapi komplek yang terdapat hambatan-hambatan atau membuat asumsi- asumsi. 2. Siswa dapat memilih dan mengabungkan representasi yang berbeda termasuk menyimbolkannya dan menghubungkannya dengan situasi nyata. 3. Siswa dapat menggunakan perkembangan ketrampilan yang baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks. 4. Siswa dapat membangun dan mengkomunikasikan penjelasan dan pendapatnya berdasarkan pada interpretasi, hasil dan tindakan. Level 3 1. Siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan.Siswa dapat memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. 2. Siswa dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi berdasarkan pada sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya secara langsung dari yang didapat. 3. Siswa dapat mengembangkan komunikasi sederhana melalui hasil, interpretasi dan penalaran mereka. Level 2 1. Siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan penarikan kesimpulan secara langsung. 2. Siswa dapat memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan penarikan kesimpulan yang tunggal. 3. Siswa dapat menerapkan algoritma dasar, memformulasikan, menggunakan, melaksanakan prosedur atau ketentuan- ketentuan yang dasar. 4. Siswa dapat memberikan alasan secara langsung dan melakukan penafsiran secara harafiah dari hasil. Level 1 1. Siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dimana informasi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI relevan telah tersedia dan pertanyaan telah diberikan dengan jelas. 2. Siswa dapat mengidentifikasikan informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi langsung pada situasi yang eksplisit. 3. Siswa dapat melakukan tindakan secara mudah sesuai dengan stimulus yang diberikan 4. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education RME yang dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal sejak tahun 1970. Penggunaan kata “realistik” berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan” atau “to imagine” Van den Heuvel- Panhuizen dalam Ariyadi Wijaya, 2012 : 20. Menurut Van den Heuvel- Panhuizen, penggunaan kata “realistik” tidak sekedar menunjukkan bahwa pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik terkait dengan dunia nyata, tetapi lebih berfokus pada penggunaan suatu situasi yang dapat dibayangkan imagineable oleh siswa. Adaptasi dari RME di Indonesia diberi nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI yang dapat disingkat menjadi Pendidikan Matematika Realistik, dan secara operasional sering disebut Pembelajaran Matematika Realistik PMR. Pendidikan Matematika Realistik di Indonesia bertumpu pada realitas dalam kehidupan sehari-hari yang selaras PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan kondisi budaya, geografi, dan kehidupan masyarakat Indonesia Suryanto,dkk, 2010 : 37. Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI adalah konstruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya. Menurut Zulkardi 2000, PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal- hal yang “real” bagi siswa, menekankan keterampilan “process of doing mathematics ”, berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga menemukan sendiri pemahaman dan pengertian dari konsep tersebut dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Menurut Gravemeijer 1997:27-31, Realistic Mathematic Education RME memiliki tiga prinsip utama, yaitu: a Penemuan Kembali Secara terbimbing Guided Reinvention dengan Matematisasi Progresif Progressive Mathematizing Prinsip Guided Reinvention menekankan pada “penemuan kembali” secara terbimbing. Di awal pembelajaran, siswa diberi kesempatan untuk merasakan situasi kontekstual dan realistik yang tentunya dapat dibayangkan dan dipahami siswa, dari permasalahan matematis tersebut, setiap siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep atau ide-ide matematis. Pemberian bimbingan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Jadi di awal pembelajaran guru tidak memulai dengan pemberian konsep, prinsip, dan prosedur dalam matematika yang diikuti dengan contoh- contoh serta penerapannya, tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual dan realistik yang dapat dibayangkan dan dipahami oleh siswa karena diambil dari dunia siswa atau dari pengalaman siswa. Dari permasalahan tersebut baru siswa menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat matematis, teorema, prosedur penyelesaian dan sebagainya, meskipun pengungkapannya masih dalam bahasa informal non matematis. Hal ini menunjukkan kesesuaian prinsip RME dengan teori konstruktivisme yang diungkapkan oleh Jean Piaget bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari seorang kepada orang lain tanpa aktivitas yang dilakukan sendiri oleh orang yang akan memperoleh pengetahuan tersebut. Matematisasi Progresif Progressive Mathematizing menekankan pada matematisasi atau proses pematimatikaan, yang dapat diartikan sebagai upaya yang mengarah ke pemikiran matematis. Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari masalah kontekstual yang diberikan dan berakhir pada matematika yang formal simbol-simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran dari matematika formal ke matematika yang lebih luas, atau lebih tinggi, atau rumit , misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika. Seperti yang dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. b Fenomenologi Didaktis Didactical Phenomenology Prinsip ini menekankan pada fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa. Masalah kontekstual dipilih dengan mempertimbangkan i aspek bentuk aplikasi yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan ii kesesuaiannya dengan proses matematika progresif dalam proses penemuan kembali secara terbimbing. Jadi tujuan dari prinsip ini adalah untuk menemukan fenomena yang berupa masalah pada situasi yang spesifik yang dapat digunakan untuk mengawali pembelajaran matematika yang realistik sehingga proses matematisasi yang terdiri dari matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal dapat tercapai. Hal ini akan menimbulkan learning trajektory lintasan belajar yang mengarah pada tujuan pembelajaran yang diterapkan. Tujuan pembelajaran disini bukanlah untuk menemukan konsep,rumus, atau banyaknya soal yang berhasil dikerjakan oleh siswa, namun lebih pada pengalaman belajar yang bermakna atau proses yang bermakna. Bisa saja lintasan belajar antara siswa yang satu dengan yang lainnya berbeda namun akan berakhir pada tujuan yang sama. c Mengembangkan Model Sendiri Emergent Model Prinsip ini menunjukkan adanya “jembatan” dari penalaran matematika informal ke formal yang berupa model from informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between informal knowledge and formal mathematics Gravemeijer 1997: 29. Mengembangkan model disini berarti siswa dalam pembelajaran matematika realistik yang diawali dengan masalah-masalah kontekstual, mengembangkan model-model sendiri untuk menuju pada proses matematika yang lebih formal. Model yang dirancang mungkin masih sederhana dan masih familiar dengan situasi yang biasa dihadapi siswa masih bersifat kontekstual. Model ini disebut model of dan sifatnya masih dapat disebut matematika informal. Selanjutnya, melalui proses generalisasi atau formalisasi, siswa dapat mengembangkan model yang lebih umum, yang mengarah ke matematika formal. Model tahap kedua yang memiliki sifat umum ini disebut model for. Dua jenis proses tersebut sesuai dengan dua jenis matematisasi yang juga berurutan, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, yang memungkinkan siswa untuk menemukan konsep dan penyelesaian masalah dengan caranya sendiri. Menurut Gravemeijer, perubahan ‘model of’ menjadi ‘model for’ dapat disajikan dalam tingkatan-tingkatan seperti pada gambar di bawah. Gambar 2.1 Prinsip PMRI Treffers 1987 dalam Wijaya 2012,21-23 merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu : a Penggunaan konteks Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal itu bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif dalam kegiatan eksplorasi. Hasil eksplorasi tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan jawaban akhir dari suatu permasalahan matematika, namun juga berbagai strategi dan alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga kemampuan penalaran siswa juga dapat berkembang. Manfaat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lain dari penggunaan konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika Kaiser dalam De Lange, 1987. b Penggunaan model untuk matematisasi progresif Dalam RME, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingk at formal. Hal yang harus dipahami dari kata “model” adalah bahwa “model” tidak merujuk pada alat peraga. “Model” merupakan suatu alat “vertikal” dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal. c Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam RME siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya akan digunakan sebagai landasan pengembangan konsep matematika. d Interaktivitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi semakin singkat dan bermakna apabila siswa mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan. e Keterkaitan Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan pada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. RME menempatkan prinsip keterkaitan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan walau ada konsep yang dominan. Dari prinsip dan beberapa karakteristik RME yang dikemukakan di atas, tim PMRI USD, menginterpretasi dan mengembangkannya dalam kondisi sosial dan budaya Indonesia, menjabarkannya dan mencoba mempraktikkannya di sekolah mitra. Berikut adalah karakteristik PMRI menurut Marpaung 2009 : a Siswa dan guru aktif dalam pembelajaran Matematika sebagai aktivitas manusia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b Pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual atau realistik. c Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah yang diberikan guru dengan cara sendiri. d Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan menggunakan pendekatan SANI : santun, terbuka, dan komunikatif . e Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga antara siswa dan guru. f Ada keterkaitan antar materi yang diajarkan prinsip intertwinment. g Pembelajaran berpusat pada siswa prinsip tut wuri handayani. h Guru bertindak sebagai fasilitator proses pembelajaran bervariasi. i Guru menghargai keberanian siswa ketika mengutarakan pendapatnya. j Jika siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah maka guru bukan memarahi melainkan membantu melalui pertanyaan- pertanyaan terbimbing praktik budaya tepa selira dan memanusiakan manusia. Robert S., Hoogland K. Dolk M. 2010 : 160 juga menyebutkan PMRI Charactheristics Karakteristik PMRI, antara lain: a Use of context for phenomenologist exploration Penggunaan konteks untuk mengeksplorasi fenomena b Use of models for mathematical concepts construction Penggunaan model untuk mengkonstruksi konsep matematika c Use of student’s creations and contribution PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penggunaan kreativitas dan kontribusi siswa d Student activity and interactivity in the learning process Interaktivitas siswa e Intertwining mathematics concepts, aspects, and units Keterkaitan aspek, unit, dan konsep matematika f Use of typical characteristics of Indonesian nature and culture Penggunaan ciri khas alam dan budaya Indonesia Dari pendapat Treffers, Robert,dkk., dan Marpaung, dapat ditarik garis besar mengenai karakteristik PMRI sebagai berikut : a Menggunakan konteks dengan mengawali pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual kepada siswa untuk mengeksplorasi suatu fenomena phenomenologist exploration. b Menggunakan model untuk mengonstruksi konsep matematika mathematical concept construction. c Menggunakan kreasi dan kontribusi siswa student’s creations and contribution sehingga memunculkan kreativitas siswa. d Menggunakan format interaktif dengan membuat aktivitas siswa dalam pembelajaran agar siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna dan siswa dapat berinteraksi baik interaksi dengan guru maupun dengan siswa lain student activity and interactivity in the learning process PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan siswa menjadi aktif. e Memanfaatkan keterkaitan baik antara satu topik matematika dengan topik matematika lainnya, maupun dengan topik selain matematika misalnya dengan biologi, fisika, dan sebagainya intertwining mathematics concepts,aspects, and units. f Menggunakan ciri khas alam dan budaya Indonesia Use of typical characteristics of Indonesian nature and culture sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan tidak asing bagi siswa. Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan karakteristik PMRI sebagai berikut : a Menggunakan konteks Dengan menggunakan masalah kontekstual di awal pembelajaran dan memanfaatkan alat peraga siswa diharapkan dapat mengenal bangun ruang kubus dan balok, dapat menyebutkan benda berbentuk kubus dan balok yang ada di kehidupan sehari-hari dan menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok. b Menggunakan model Dengan menggunakan model dalam pemecahan masalah berkaitan dengan kubus dan balok, siswa diharapkan dapat membayangkan dan memahami masalah yang harus dipecahkan. c Menggunakan kontribusi siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dengan memperhatikan kontribusi siswa, diharapkan muncul alternatif-alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kubus dan balok sehingga siswa tidak akan bergantung pada satu cara atau strategi pemecahan masalah. d Menggunakan format interaktif Siswa dikelompokkan dengan harapan agar siswa saling berkomunikasi, bernegosiasi, dan berdiskusi sehingga akan tercipta suasana dimana jika ada siswa yang belum memahami materi, maka ia akan bertanya pada siswa yang lebih paham. Selain itu juga diharapkan akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa apabila siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi atau untuk mengonfirmasi pemahamannya. e Intertwinning Memanfaatkan Keterkaitan Siswa diberikan suatu permasalahan yang terkait dengan konsep matematika lain agar siswa melihat bahwa konsep yang sedang dipelajari memiliki keterkaitan dengan konsep yang lain sehingga nantinya siswa akan mengenal lebih dari satu konsep matematika. Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI di bawah ini Suryanto,dkk : 2010 :50 : a Persiapan kelas 1 Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa,LKS, alat peraga, dan sebagainya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 Pengelompokan siswa, jika perlu sesuai dengan rencana. 3 Penyampaian tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai, serta cara belajar yang akan disepakati hari itu. b Kegiatan pembelajaran 1 Siswa diberi masalah kontekstual atau soal cerita secara lisan atau tertulis. Masalah tersebut untuk dipahami siswa. 2 Siswa yang belum dapat memahami masalah soal diberi penjelasan singkat dan seperlunya. Penjelasan diberikan secara individual atau secara kelompok, tergantung kondisinya tetapi penjelasan itu tidak menunjukkan penyelesaian, meskipun boleh memuat pertanyaan untuk membantu siswa memahami masalahnya, atau untuk memancing reaksi ke arah yang benar. 3 Siswa, secara individual maupun kelompok, mengerjakan soal atau memecahkan masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri waktu mengerjakan tugas harus cukup. 4 Jika dalam waktu yang dipandang cukup, belum ada satupun siswa yang dapat menemukan cara pemecahan, guru memberikan bimbingan atau petunjuk seperlunya atau mengajukan pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa gambar maupun bentuk lain. 5 Setelah waktu yang disediakan habis, beberapa siswa atau wakil dari kelompok menyampaikan hasil kerja atau pemikirannya. 6 Siswa ditawari untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai penyelesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila untuk satu soal terdapat lebih dari satu cara penyelesaian, maka perlu diungkap semua. 7 Guru mengarahkan atau membimbing siswa untuk membuat kesepakatan kelas tentang penyelesaian yang dianggap paling tepat. Dalam proses ini dapat terjadi negosiasi. Guru perlu memberikan penekanan terhadap penyelesaian yang dipilih. 8 Bila masih tidak ada penyelesaian yang benar, guru meminta siswa untuk memikirkan cara atau strategi yang lain. Marpaung dan Hongki 2012 mengungkapkan ada banyak alasan mengapa PMRI dapat sejalan dengan PISA, antara lain: a Dalam PMRI, pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstualrealistik dan hal ini sesuai dengan tujuan tes dalam PISA yang dimaksudkan untuk melihat kemampuan siswa menggunakan matematika yang dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan kontekstual b Dalam PMRI, guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri dan hal ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam PISA adalah untuk memberi feedback pada pembelajaran matematika di sekolah. c Dalam PMRI, jika siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan- pertanyaan SANI dan menghargai pendapat siswa. Dari beberapa alasan yang sudah disebutkan di atas, maka PMRI tepat digunakan sebagai salah satu pendekatan di dalam pembelajaran matematika. 5. Kubus dan Balok KUBUS Kubus merupakan bangun ruang beraturan yang dibentuk oleh enam persegi yang kongruen. Pemberian nama pada kubus diurutkan menurut titik sudut sisi alas dan sisi atapnya dengan menggunakan huruf kapital.

A. Unsur-unsur Kubus

Dokumen yang terkait

analisis kesulitan beleaar dalam mengerjakan soal-soal akutansi pokok bahasan laporan keuangan pad siswa kelas 1.3 cawu 1 man 2 jember tahun ajaran 2000/2001

0 12 64

Hubungan antara persepsi dan motivasi belajar fisika dengan hasil belajar fisika pokok bahasan energi siswa kelas 1 cawu III SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2001/2002

0 4 69

Peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan pecahan malalui pendekatan palkam pada siswa SD

1 10 200

Pengaruh strategi pembelajaran PQ4R terhadap kemampuan koneksi Matematika siswa

6 45 149

Pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam belajar Matematika (studi eksperimen SMP Al-Hasra Depok)

1 6 140

Pengaruh pendekatan pembelajaran Matematika realistik terhadap kemampuan komunikasi Matematika siswi SMP (penelitian eksperimen di SMP Nusantara Plus Pisangan Ciputat)

1 6 25

Komparasi pembelajaran SAVI dan REACT pada kemampuan pemecahan masalah siswa kelas-viii materi kubus dan balok

0 1 19

Identifikasi miskonsepsi dalam pembelajaran IPA ruang lingkup materi dan sifatnya di SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII tahun ajaran 2014-2015

1 5 9

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25

Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa melalui pokok bahasan pesawat sederhana di SMP Negeri-4 kelas VIII semester II Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016 - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 185