Pertemuan Pertama Penerapan Model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
sama lain. Dari percakapan di atas, diperoleh bahwa sebenarnya siswa tersebut S
31
memiliki motivasi untuk dapat menguasai materi pembelajaran dengan mencari teman diskusi yang dianggap dapat
menuntunnya, meski begitu guru tetap membiarkan siswa S
31
untuk pada kelompok yang seharusnya sebab guru harus memfasilitasi adanya negosiasi dan interaksi antara siswa-siswa
tanpa membedakan. a
Penggunaan konteks Tahap pertama dari pembelajaran matematika dengan
pendekatan PMRI adalah penggunaan konteks. Menurut Freudenthal dalam Ariyadi Wijaya 2012, proses belajar siswa
akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna meaningful bagi siswa. Suatu pengetahuan akan
menjadi bermakna apabila proses belajar tersebut melibatkan masalah realistik yang disajikan dalam suatu konteks.
Penggunaan konteks dapat menarik perhatian siswa dan mampu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar matematika De
Lange, 1987. Oleh karena itu guru membahas manfaat mempelajari materi kubus dan balok di awal pembelajaran agar
siswa merasa bahwa apa yang akan mereka pelajari tersebut tidak sia-sia. Guru tidak menempatkan matematika sebagai suatu
objek yang terpisah dari realita yang dapat dibayangkan siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pembahasan mengenai manfaat kubus dan balok dapat dilihat pada cuplikan transkrip sebagai berikut:
G : “Nah menurut kalian kenapa sih kita harus mempelajari
kubus dan balok?” S
29
: “Untuk bikin rumah Kak” G
: “Bagus Putri, maksudnya bikin rumah gimana?” S
29
: “Ya kan bentuk rumah kotak Kak, hehehe ya nggak tau deng”
G : “Ya betul bentuk rumah kotak, tapi apa lebih tepatnya
bentuk rumah? Pris..” SS
: “maaa” [serentak] G
: “Ya bagus, kalian pintar ya. Jadi kita memang ada hubungannya kok dengan rumah, coba apa kalian pikirkan
lagi.”. G
: “Kalau buat rumah, kebanyakan rumahnya di cat tidak?” SS
: “Dicat Kak..” G
: “Nah dicat ya...yang dicat apanya?” S
34
: “Temboknya” G
: “Nah temboknya kan? Sekarang tembok yang akan dicat itu bentuknya apa?”
SS : “Kotak...”
G : “Ya tepat...berarti bisa jadi bentuknya kubus ataupun balok
kan?” SS
: “iya..” G
: “Lalu terus apa manfaatnya?” S
5
: “Buat ngecat ya Kak?” G
: “Iya ngecat gimana Ariel? Coba dipikirkan apa manfaat kita mempelajari kubus dan balok jika kaitannya dengan
mengecat tembok?” S
34
: “Itu Kak untuk menghitung luas tembok yang akan dicat.” G
: “Yak tepat sekali Intan Tujuannya adalah supaya apa kita menghitung luas tembok itu terlebih dahulu?”
S
5
: “Owalah iya Kak ya iya supaya bisa beli cat nya pas” G
: “Nah udah ada gambaran kan? Sekarang coba sebutkan manfaat lainnya”
S
29
: “Ya itu Mbak kaya soal tadi.” G
: “Oh soal pretest maksudnya, iya gimana soalnya?” S
29
: “Iya tadi untuk menentukan sisa kertas kado, terus menghitung kebutuhan air satu
desa.” G
: “Iya bisa Put, terus apa lagi?” S
29
: “Terus apalagi ya tadi Kak aku lupa?” G
: “Siapa yang masih ingat??” SS
: “Souvemir..”
Dari cuplikan di atas, terlihat bahwa siswa bersemangat dan antusias untuk menggali manfaat dari mempelajari kubus dan
balok. Hal ini membuat siswa lebih bersemangat dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempelajari materi kubus dan balok. Terdapat pula siswa yang mengkritisi kegunaan materi kubus dan balok, namun guru
menjelaskan manfaat lainnya yang dapat dirasakan siswa dalam jangka pendek sehingga siswa menjadi yakin. Keraguan siswa
tersebut terlihat dari cuplikan transkrip berikut:
G : “Iya jadi tadi kalian menentukan banyaknya kardus yang
digunakan untuk mengangkut souvenir- souvenir ya kan.”
S
31
: “Iya Mbak tapi kalau gak mau jadi pengrajin jadinya ya ilmunya nggak berguna ya Mbak?”
G : “Ya tetep berguna dong. Kan setidaknya kalian jadi tahu,
kreatif dalam memberi solusi, dan yang pasti melatih kemampuan spasial kalian to?”
S
31
: “Apa mbak itu kemampuan spasial?” G
: “Ya kemampuan tentang keruangan, kalian jadi terampil dalam membayangkan suatu bangun jika dilihat dari
berbagai sudut. Gitu...” S
31
: “Hooo..gitu.” G
: “Jadi kalian sampai SMA udah engga usah pakai begini- begini segala kalau mau menyelesaikan soal tentang kubus
dan balok.” [sambil memegang alat peraga kubus dan balok]
SS : “Mantab Mbaak...”
G : “Lha iyo to...iya gak? Jadi sekarang kalian udah tau kan
manfaat mempelajari kubus dan balok ya, jadi yang akan kalian pelajari ini enggak sia-sia yaaa.. Untuk sampai
kesana terlebih dahulu hari ini kita belajar tentang unsur- unsur kubus dan baloknya terlebih dahulu”
Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa berupa permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain
selama hal tersebut bermakna dan dapat dibayangkan siswa. Pada pertemuan pertama, guru akan melakukan review
terhadap pengetahuan siswa tentang unsur-unsur kubus dan balok yang sebenarnya sudah siswa dapatkan saat Sekolah
Dasar. Oleh karena itu, guru menggunakan alat peraga kerangka dan bangun kubus dan balok untuk membangun konteks.
Penggunaan alat peraga juga bertujuan untuk membantu siswa menyelesaikan soal pada LAS 1. Penggunaan alat peraga kubus
dan balok dapat dilihat dari cuplikan transkrip berikut ini:
G: “Oke sekarang saya akan membagikan rangka maupun bangun kubus maupun balok, ini jumlahnya tidak banyak
jadi nanti bisa gantian kubus dan baloknya ya..Kalian amati bangun-bangun tersebut, setelah diamati lalu kalian
berdiskusi ya untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang ada di LAS.”
Selain itu guru juga membangun konteks siswa terhadap kubus dan balok melalui kegiatan 1 yang tertuang pada LAS 1.
Siswa diminta untuk mengidentifikasi barang-barang yang sering mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari apakah
barang tersebut termasuk balok atau kubus, lalu mereka menuliskannya pada kolom yang telah tersedia seperti salah satu
contoh LAS 1 berikut ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.1 Identifikasi siswa S27 terhadap barang-barang bentuk kubus dan balok
Guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi barang-barang tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan seperti pada cuplikan
transkrip berikut ini:
G : “Nah itu coba kalian lihat di LAS halaman pertama, ada
kumpulan benda- benda berbentuk kubus dan balok, kalian tahu kan itu benda apa saja?”
SS : “Rubik, akuarium, tempat tissue, lemari, bis, celengan,
ka’bah, TV, tumpukan buku.” G
: “Nah iya kalian sudah paham dan bisa membayangkan benda-
benda tersebut ya berarti.” SS
: “Sudah kak.” G
: “Jadi coba sekarang kalian sambil menulis di LAS sebutkan benda mana yang termasuk kubus dan mana yang termasuk
balok Yang kubus?” SS
: “Rubik, kotak....” G
: “Mmmm sebutkan nomornya saja deh...” SS
: “1,3,6,7..” G
: “Kalau yang balok?” SS
: “ 2,4,5,8,9,10.”
Dari cuplikan di atas, guru memastikan terlebih dahulu bahwa siswa mengenali benda-benda yang tersaji pada LAS, setelah itu
barulah guru bersama siswa mengidentifikasi manakah barang yang termasuk kubus dan mana yang termasuk balok. Sebagian
besar siswa menjawab bahwa ka’bah termasuk kubus. Hal ini disebabkan karena pengeditan gambar yang kurang baik
sehingga gambar tidak proporsional, lalu guru segera mengklarifikasi. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan transkrip
berikut ini:
S
32
: “Mbak itu sebenernya ka’bah bentuknya apa sih? Kayaknya itu ngecropnya kepanjangan deh jadinya kaya balok.”
G : “Engga itu balok kok, memang hampir kaya kubus tapi
sebenernya balok. Makasih Nug udah kritis.” S
32
: “O gitu mbak brarti 7 nya pindah ke balok Mbak.” [sambil garuk-garuk masih ragu]
G : “ Saya sudah cari tahu kok,dari sumber terpercaya.
Hehehe.” S
32
: “Wo oke deh Mbak kalo gitu.”
Setelah siswa dapat membedakan barang-barang yang berbentuk kubus dan balok, tujuan guru selanjutnya adalah guru
ingin siswa menganalisis mengapa barang-barang yang baru saja siswa kelompokkan termasuk bangun kubus ataupun termasuk
bangun balok. Tujuannya adalah agar siswa dapat menemukan kembali konsep atau ide-ide matematis setelah siswa merasakan
situasi yang kontekstual saat mengidentifikasi barang-barang yang tersaji pada kegiatan 1. Hal ini sesuai dengan salah satu
prinsip dalam Realistic Mathematic Education RME menurut Gravemeijer 1997:27-31, yaitu penemuan kembali secara
terbimbing guided reinvention. Guru telah merancang LAS 1 sesuai dengan prinsip RME yang diadaptasi PMRI. Salah satu
contoh analisis siswa dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2 Contoh analisis siswa S26 terhadap pengelompokan barang
Pada gambar di atas terlihat bahwa maksud analisis siswa adalah bahwa kubus adalah bangun ruang yang memiliki sisi-sisi
yang sama yaitu berbentuk persegi dan karena sisi-sisinya sama maka rusuknya menjadi sama panjang pula, sedangkan balok
adalah bangun ruang yang sisinya ada yang berbeda sehingga panjang rusuknyapun ada yang berbeda. Hanya saja tanda
hubung yang digunakan siswa untuk memisahkan kata sisi dan rusuk adalah “” atau “atau” sehingga jika menurut logika
matematika, kalimat yang terbaca dapat diartikan bahwa “kubus adalah bangun
ruang yang memiliki sisi yang sama” saja atau “kubus adalah bangun ruang yang memiliki rusuk-rusuk yang
sama” saja. Begitupula dengan hasil analisis terhadap balok juga menggunakan tanda hubung “atau”. Berikut ini adalah contoh
lain analisis siswa terhadap pengelompokan barang kubus dan balok:
Gambar 4.3 Contoh analisis siswa S4 terhadap pengelompokan barang
Uraian analisis siswa di atas menunjukkan bahwa siswa belum dapat membedakan sisi dan rusuk. Siswa masih
menganggap bahwa sisi adalah rusuk karena di atas siswa menuliskan bahwa kubus memiliki sisi yang sama panjang.
Analisis yang dilakukan siswa masih kurang mendalam dan banyak kekurangan, oleh karena itu guru melakukan klarifikasi
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Klarifikasi guru terhadap miskonsepsi siswa dapat dilihat dari cuplikan transkrip
berikut:
S
12
: “Dikatakan kubus karena sisi-sisinya sama panjang.”
G : “Ya bagus Dearren, tapi yang kamu maksud dengan
sisi itu bagian mana?” S12
: [sambil menunjuk rusuk pada rangka kubus] “Ini
Kak.” G
: “Nah ini namanya rusuk ya anak-anak, jadi kalau sisi itu punya luasan, jadi kalau sisi itu yang ini ni..daerah
ini.[sambil menunjukkan dengan alat peraga bangun kubus] Benar Dearren jika maksudmu rusuknya sama panjang ya,
tapi ini sisinya luasnya sama tidak?” SS
: “Sama..” G
: “Ya betul sama, apa bentuknya?” SS
: “Persegi.” G
: “Oke jadi yang ini namanya apa?”[sambil menunjuk rusuk] SS
: “Rusuk.” G
: “Yang ini namanya apa?”[sambil menunjuk luasan persegi] SS
: “Sisi.” G
: “Oke jadi luas sisinya sama, panjang rusuknya juga sama ya
kalau dalam kubus. Iya nggak?” SS
: “Iya panjang rusuknya sama.”
Dari cuplikan di atas terlihat bahwa siswa sudah menyadari miskonsepsinya dan sudah terklarifikasi pula oleh guru.
Klarifikasi tersebut merupakan upaya guru untuk mendorong siswa dalam menggunakan istilah matematika dengan tepat.
Setelah mengklarifikasi, guru berusaha untuk menginvestigasi pengetahuan siswa tentang ciri-ciri kubus yang didapatkan
sebagai akibat dari “kubus memiliki sisi-sisi yang sama”. Investigasi tersebut dapat dilihat dari cuplikan berikut ini:
G : “Sip bagus. Lalu apa lagi? Apakah ada ciri-ciri lain
sehingga benda-benda ini termasuk kubus?”
S21 : “Diagonalnya.”
G : “Iya Kevin gimana diagonalnya?”
S21 : “Sama.”
G : “Ya bagus, diagonal apanya yang sama?”
S21 : “Mmmm ya diagonalnya ini Kak.” [sambil
menunjuk alat peraga kubus] G
: “Itu diagonalnya terletak di apanya kubus?” SS
: “Di permukaan.” G
: “Iya betul di permukaan, tapi dia apanya lebih tepatnya? Tadi sudah dibahas.”
S21 : “O di sisi, diagonal sisi.”
G : “Yak tepat Kevin, jadi diagonal-diagonal sisinya
sama, gitu ya. Coba perlihatkan yang mana aja diagonal sisinya.”
Dari cuplikan dialog di atas, siswa sudah mampu dengan baik menurunkan akibat yang diperoleh karena sisi-sisi kubus
sama, maka diagonal-diagonal sisinya juga sama. Berikut ini merupakan contoh analisis siswa yang dapat membedakan antara
sisi dengan rusuk kubus: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.4 Contoh analisis siswa S33 terhadap pengelompokan barang
Dari jawaban siswa di atas, terlihat bahwa siswa memang sudah dapat membedakan antara sisi dan rusuk karena siswa
tidak lagi menuliskan “sisi yang sama panjang” namun “rusuk- rusuk dengan ukuran yang sama”. Kalimat tersebut sudah benar,
namun dalam menganalisis rusuk balok, siswa belum menyebutkan bahwa panjang rusuk balok yang sejajar sama.
Guru menginvestigasi pengetahuan siswa tentang sisi balok seperti pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Oke sekarang kenapa benda-benda ini termasuk balok?”
[sambil menunjuk gambar yang ada di LAS] S
12
: “Karena memiliki dua sisi yang berbeda.” G
: “Ya Dearen, lebih tepatnya terdapat 2 pasang sisi kan ya yang berbeda
.”[sambil menunjukkan sisi bagian samping dan sisi depan belakang].
” S
12
: “Yang samping sama yang atas sama...” G
: “Iya yang depan belakang sama kaya yang atas bawah, jadi yang berbeda ada 2 pasang. Jadi menuliskannya terdapat 2
pasang sisi yang berbeda ya, karena tidak semuanya yang berbeda...
Dari cuplikan dialog di atas, terlihat bahwa siswa sudah dapat mengidentifikasi bahwa balok tersebut memiliki 2 sisi
yang berbeda, sisi yang berbeda adalah sisi atas-bawah dan sisi depan-belakang, namun terlihat pula bahwa guru juga kurang
tepat dalam menyimpulkan hasil analisis terhadap balok, sebab guru menyebutkan bahwa balok memiliki 2 pasang sisi yang
berbeda, padahal bisa saja balok memiliki 3 pasang sisi yang berbeda-beda. Seharusnya guru menyimpulkan bahwa balok
memiliki sisi yang berbentuk persegi panjang. Penjelasan tersebut akan lebih mudah dipahami dan diingat siswa. Saat
guru menyimpulkan hal tersebut, tidak ada siswa yang mengkritisi pendapat guru. Hal ini mengindikasikan bahwa
siswa masih menganggap guru sebagai pusat center atau bisa saja memang siswa tidak memperhatikan saat guru
mengingivestigasi pengetahuan salah satu siswa S
12
. Guru melakukan investigasi terhadap pengetahuan siswa
mengenai balok dengan bertanya pada siswa tentang diagonal sisi balok. Investigasi tersebut dapat dilihat dalam cuplikan
berikut ini:
G : “Oke sip. Terus apalagi ciri-cirinya?”
S12 : “Ya jadinya diagonal sisinya berbeda Kak.”
G : “Ya betul, kenapa diagonal sisinya berbeda?”
S12 : “Karena sisinya berbeda.”
Dari cuplikan di atas, terlihat bahwa siswa mampu menyimpulkan akibat yang didapat karena sisi-sisi balok yang
berbeda, yaitu panjang diagonal sisi balokpun jadi berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa mampu menemukan kembali
konsep atau ide matematika dari pengklasifikasian benda berbentuk kubus dan balok yang pada kegiatan awal sudah
dilakukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Langkah selanjutnya yang guru rancang agar siswa dapat menemukan kembali konsep dan ide-ide matematis dari
kegiatan 1 adalah siswa diminta untuk mengamati perbedaan antara kubus dan balok. Hal ini dapat dilihat pada cuplikan
transkrip berikut ini:
G : “Nah coba sekarang persamaannya apa antara
kubus dan b alok?”
S2 : “Jumlah titik sudutnya sama
.” S12
: “Rusuk.” S21
: “Jumlah sisinya.” S12
: “Sudut.” [Siswa menuliskan persamaan dan perbedaan antara kubus
dan balok di LAS]
Identifikasi siswa terhadap persamaan dan perbedaan kubus dan balok dapat dilihat dari gambar contoh penyelesaian LAS 1
siswa berikut ini:
Gambar 4.5 Contoh analisis siswa S27 tentang persamaan dan perbedaan kubus dan balok
Dari cuplikan transkrip dan contoh gambar di atas, terlihat bahwa siswa mampu untuk mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan dari kubus dan balok. Siswa menentukan persamaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kubus dan balok jika dilihat dari jumlah sisi, jumlah rusuk, jumlah titik sudut, besar sudut, luas sisi, panjang rusuk. Siswa
menentukan perbedaan kubus dan balok jika dilihat dari luas sisi, panjang rusuk, panjang diagonal sisi, luas bidang diagonal.
Dari kegiatan-kegiatan di atas disimpulkan bahwa siswa telah mendapatkan konteks tentang kubus dan balok melalui
pengklasifikasian benda-benda berbentuk kubus dan balok yang dilanjutkan dengan analisis siswa mengenai mengapa benda-
benda tersebut termasuk kubus atau balok, selanjutnya siswa mengkaji persamaan dan perbedaan kubus dan balok.
b Penggunaan model model of dan model for
Model digunakan sebagai jembatan siswa dari pemahaman siswa terhadap matematika yang kontekstual pada pemahaman
yang formal. Proses transisi tersebut disebut matematisasi. Menurut Ariyadi Wijaya 2012, matematisasi berasal dari kata
mathematization yang artinya mematimatikakan. Jadi, arti sederhana dari matematisasi adalah suatu proses untuk
mematimatikakan suatu fenomena. Dalam aktivitas siswa pada pertemuan pertama, penggunaan model yang terlihat adalah
penggunaan alat peraga kubus dan balok untuk membantu siswa dalam menentukan unsur-unsur kubus dan balok. Penggunaan
alat peraga dapat dilihat dari transkrip pembelajaran berikut ini:
G : “Coba sekarang itu di kegiatan 1 yang halaman 2
kalian analisis mengapa benda-benda yang kalian sebutkan
tadi dikatakan kubus maupun balok? Lalu tuliskan juga persamaan dan perbedaan antara kubus dan balok. Kalian
bisa pakai rangka kubus dan baloknya itu lho buat diamati. Diskusi 5 menit yaa..”
Dari cuplikan transkrip di atas, terlihat bahwa guru mendorong siswa untuk menggunakan alat peraga untuk
menentukan unsur-unsur kubus dan balok. Dalam menentukan pengertian diagonal sisi, diagonal ruang, dan bidang diagonal,
guru dan siswa sudah tidak lagi menggunakan rangka kubus dan balok, namun sudah menggunakan gambar yang tersaji dalam
LAS, siswa sudah mampu membayangkan letak-letak titik dan garis pada kubus. Hal ini terlihat saat guru menginvestigasi
pengetahuan siswa tentang diagonal sisi pada cuplikan transkrip berikut:
G : “Lho tadi kan udah ditunjukkin bagian diagonal sisi, coba
kalau di bangun ini bagian mana?” S2
: “Iya kalau nunjukin si bisa Kak, yang ini [sambil menunjukan diagonal sisi] tapi aku bingung
membahasakannya tu lho Kak.” G
: “Coba kamu lihat itu diagonal sisi bentuknya apa?” S2
: “Bentuknya garis.”
Dari cuplikan transkrip di atas, terlihat guru mendorong siswa untuk mengamati gambar kubus yang ada pada LAS, dan
siswa juga mampu untuk menunjukkan unsur kubus yang siswa lihat pada gambar.
Setelah siswa mampu untuk mengidentifikasi unsur kubus lewat gambar, guru mendorong siswa untuk berpikir kritis
dalam mendefinisikan pengertian diagonal sisi dan diagonal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ruang dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbimbing. Hal ini terlihat pada salah satu cuplikan transkrip berikut ini:
S2 : “Berarti pengertian diagonal sisi tu ruas garis yang
menghubungkan titik-titik pada suatu sisi, gitu ya Kak?”
G : “Kalau begitu garis BF diagonal sisi dong?”
S2 : “Hmmm ya bukan Kak.”
G : “Nah berarti maksud kamu titik-titiknya yang
bagaimana?” S2
: “Ya maksudnya yang berseberangan gini Kak.” G
: “Titik B dan titik F berseberangan enggak?” S2
: “Mmm ya berseberangan si Kak.” G
: “Jadi gimana dong?” S2
: “Ruas garis yang menghubungkan titik-titik yang berhadapan.”
G : “Titik B dan titik F berhadapan enggak?”
S2 : “Ya berhadapan juga Kak, jadi ini namanya apa
ya?” [sambil menunjuk titik A dan F] G
: “Nah coba kamu perhatikan letak titik-titik tersebut gimana?”
S2 : “Mmm gimana ya Kak?”
G : “Titik B dan titik F itu terletak pada satu rusuk
enggak?” S2
: “Oooo aku tahu Kak maksudnya titik A dan titik F itu tidak terletak pada satu rusuk.”
G : “Nah itu tahu. Jadi gimana pengertiannya?”
Dari cuplikan transkrip di atas, terlihat bahwa siswa mampu menentukan pengertian diagonal sisi dengan bantuan
pertanyaan-pertanyaan terbimbing yang diajukan oleh guru. Selain itu siswa juga merangsang siswa untuk menemukan
keterbatasan dari dari solusi yang diperoleh dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbimbing juga. Hal
ini terlihat pada salah satu cuplikan transkrip berikut ini:
S34 : “Nah jadi pengertiannya diagonal ruang adalah
ruas garis yang menghubungkan titik-titik yang tidak berada pada satu rusuk tapi terletak pada
satu ruang..Mmmm gitu ya Kak?” G
: “Kalau begitu ruas garis AF diagonal ruang dong? Kan titik A dan F tidak terletak pada satu rusuk
tuh, tapi terletak pada 1 ruang kan?” S34
: “O iya juga ya Kak.” G
: “Coba yang bener gimana? Kan hampir sama to sama yang diagonal sisi tadi.Coba kamu ambil
rangka kubusnya deh” S34
: [mengambil rangka kubus] G
: “Nah coba tunjukkan kalau diagonal sisi itu gimana?”
S34 : “Ya gini Kak.” [sambil menunjukkan diagonal sisi]
G : “Coba sambil dijelasin.”
S34 : “Ruas garis yang menghubungkan dua titik yang
tidak terletak pada satu rusuk namun terletak pada satu sisi.”
G : “Lah itu pinter. Nah berarti kalau dari pengertian
itu diagonal sisi harus apa? Harus berupa ruas garis, terus?”
S34 : “Titik-titiknya tidak boleh terletak pada satu rusuk
dan titik- titiknya terletak pada satu sisi.”
G : “Nah kamu pinter, sekarang kalau sekarang bisa
dikatakan garis itu adalah diagonal ruang kalau bagaimana?”
S34 : “Berupa ruas garis, titik-titiknya tidak terletak pada
satu sisi..[sambil melihat alat peraga], tapi terletak pada satu ruang.”
G : “Nah bener jadi titik-titiknya tidak terletak pada
satu sisi kan?” S34
: “Hehehe iya kak.”[sambil tersenyum]
Pada transkrip di atas, terlihat bahwa dalam menentukan pengertian diagonal ruang, siswa masih
terpengaruh dengan pengertian diagonal sisi dimana siswa menyebutkan bahwa diagonal sisi adalah ruas garis yang
menghubungkan titik yang tidak terletak pada satu rusuk, padahal seharusnya ruas garis yang menghubungkan dua titik
yang tidak terletak pada satu sisi. Meski begitu, yang dilakukan siswa merupakan upaya siswa untuk melakukan
generalisasi dari pengertian diagonal sisi menjadi diagonal ruang.
Siswa berusaha
menelaah hal
apa yang
membedakannya tanpa harus membangun konsep lagi. Guru mencoba merangsang siswa untuk menemukan
keterbatasan dari solusi siswa yang kurang tepat melalui PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertanyaan-pertanyaan terbimbing hingga akhirnya siswa mampu menyadari kesalahannya dan dapat memberikan
pengertian diagonal ruang yang tepat. Menurut Freudenthal dalam Gravemeijer 1994,
salah satu karakter yang harus dikuasai untuk menyelesaikan permasalahan matematika adalah ketepatan yang meliputi
ketepatan dalam pemodelan, simbolisasi, dan pendefinisian. Dalam aktivitas pembelajaran pada pertemuan pertama tidak
terlihat aktivitas siswa dalam memodelkan masalah kontekstual , sedangkan aktivitas siswa dalam pendefinisian
telah dijelaskan peneliti di awal. Guru mendorong siswa untuk menggunakan representasi matematis saat siswa
kesulitan untuk menentukan panjang diagonal sisi kubus. Hal tersebut terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Nah kalau terserah kan berarti kita harus
memakai suatu variabel yang mewakili untuk sembarang angka kan?”
S24 : “Mmmm aku enggak dong Kak, coba pelan-pelan.”
G : “Mmmm coba gini deh itu panjang rusuk AE dan
AB sama enggak?” S24
: “Ya sama Kak, kan rusuk kubus ukurannya sama.” G
: “Nah itu..Jadi kalau misal panjang AE 1 cm maka panjang AB berapa?”
S24 : “1 cm juga Kak.”
G : “Kalau panjang AB 2 cm?”
S24 : “Ya 2 cm juga Kak.”
G : “Kalau panjangnya � cm?”
S24 : “Maksudnya � Kak?”
G : “Ya � cm itu kan bisa kita ganti apa aja kan boleh
diganti jadi 1 cm , 2 cm, atau 5 cm.” S24
: “Owalah gitu iya Kak, jadi pake variabel � gitu ya Kak? Berarti kan itu bisa diganti-gant
i to Kak.” G
: “Iya betul Put, bisa kamu ganti apa aja.”
Pada cuplikan transkrip di atas, terlihat bahwa siswa masih kesulitan dalam memisalkan panjang rusuk kubus
dalam variabel. Hal ini terlihat saat guru masih harus merangsang siswa dengan pertanyaan terbimbing, namun
siswa sudah memahami bahwa variabel tersebut dapat mewakili berbagai ukuran rusuk kubus. Berarti siswa sudah
paham fungsi variabel. Guru mengonfirmasi lagi pemahaman siswa terhadap pemisalan panjang rusuk kubus ke dalam
variabel � dengan menanyakannya kembali pada siswa saat
pembahasan di akhir. Hal ini terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Jadi berapa panjang diagonal sisi pada suatu
kubus?” SS
: “�√ ” G
: “Itu � nya apa?” SS
: “Panjang rusuk kubus.” G
: “Jadi kalau ada kubus panjang rusuknya 10 cm, panjang diagonal sisinya berapa?”
SS : “ √ ”
G : “Kalau panjangnya 6 cm ?”
SS : “ √ ”
Semua siswa mampu menjawab saat guru menanyakan panjang diagonal sisi kubus dengan menggunakan
investigasi yang siswa bentuk sendiri bahwa panjang diagonal sisi kubus adalah
�√ satuan panjang. c
Penggunaan kontribusi siswa Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika
tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa.
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi
yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya akan digunakan sebagai landasan pengembangan konsep
matematika. Dalam aktivitas pembelajaran pada pertemuan pertama,
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tentang ciri-ciri kubus dan balok dan selanjutnya digunakan untuk mencari
panjang diagonal sisi dan panjang diagonal ruang. Hal ini dapat dilihat pada cuplikan transkrip sebagai berikut:
G : “Mmmm coba gini deh itu panjang rusuk AE dan
AB sama enggak?” S24
: “Ya sama Kak, kan rusuk kubus ukurannya sama.”
Dari pengetahuan siswa bahwa panjang rusuk-rusuk kubus yang sama, siswa dapat menentukan panjang diagonal sisi kubus
dengan memisalkan panjang rusuk kubus ke dalam variabel �,
lalu dicari panjang diagonal sisi dengan Pythagoras. Selain itu, penggunaan kontribusi siswa juga terlihat saat
siswa mengonstruksi sendiri pengetahuannya tentang pengertian diagonal sisi, dari situ mereka menentukan pengertian diagonal
ruang. Hal ini terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
S34 : “Ini bagian pengertian diagonal ruang ini berarti kan sama
ya kaya tadi pengertian diagonal sisi?” G
: “Samanya gimana?” S34
: “Kan ini ya Kak, diagonal ruangnya kan HB, berarti kan ini bentuknya juga ruas garis to Kak?”
G : “Iya bener, terus?”
S34 : “Nah jadi pengertiannya diagonal ruang adalah ruas garis
yang menghubungkan titik-titik yang tidak berada pada satu rusuk tapi terletak pada satu ruang..Mmmm
gitu ya Kak?”
Dari cuplikan transkrip di atas, terlihat bahwa siswa sudah memahami pengertian diagonal sisi, lalu siswa akan
menganalisis pengertian diagonal ruang, namun siswa masih kurang tepat dalam mengidentifikasi bahwa diagonal ruang
adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang tidak terletak pada satu rusuk, seharusnya dua titik sudut
tersebut tidak terletak pada sisi kubus yang sama. Meski begitu, siswa telah menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk
mengonstruksi konsep matematika lainnya. d
Penggunaan format interaktif Interaktivitas Kelompok-kelompok dibentuk dengan harapan agar siswa
saling berkomunikasi, bernegosiasi, dan berdiskusi sehingga akan tercipta suasana dimana jika ada siswa yang belum
memahami materi, maka ia akan bertanya pada siswa yang lebih paham. Aktivitas pembentukan kelompok dapat dilihat dari
cuplikan transkrip sebagai berikut:
G: “Sekarang kalian bentuk kelompok ya..bangku depan belakang aja, satu kelompok terdiri dari 3 sampai 4
orang ya.”
[Siswa membentuk kelompok lalu suasana menjadi riuh.]
Setelah itu guru memberikan arahan pada kelompok, dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator dan pembelajaran
dipusatkan pada aktivitas siswa. Arahan yang diberikan guru dapat dilihat dari cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Oke sekarang saya akan membagikan rangka maupun
bangun kubus maupun balok, ini jumlahnya tidak banyak jadi nanti bisa gantian kubus dan baloknya ya..Kalian
amati bangun-bangun tersebut, setelah diamati lalu kalian berdiskusi ya untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang
ada di LAS.” [Guru membagikan LAS 1 pada tiap anak di tiap kelompok].
G : “Oke sekarang kalian bisa mulai berpindah ke kegiatan 2,
kalian perhatikan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kegiatan 2, sekarang kalian berdiskusi satu kelompok untuk
mengisi titik-titik. Nanti kalau ada kesulitan dalam kelompok, kalian bisa berdiskusi dengan saya.”
Dari cuplikan transkrip di atas, guru mempersilakan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok yang sudah dibagi. Di
samping itu, guru juga mempersilakan siswa untuk berdiskusi dengan guru jika terdapat permasalahan yang tidak dapat
dipecahkan dalam kelompok. Selain mengarahkan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, guru juga mendorong terjadinya
negosiasi dan interaksi antar siswa seperti yang terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Nah coba sekarang kamu diskusi lagi sama
temen sekelompok kamu kan udah tak kasih petunjuk to.”
Dalam cuplikan di atas, guru mendorong siswa untuk melakukan diskusi lagi dengan temannya setelah sebelumnya siswa tersebut
diberi petunjuk oleh guru. Penyampaian solusi yang akan siswa sampaikan pada teman sekelompokknya diharapkan dapat
melatih rasa percaya diri siswa. Di sisi lain ada beberapa siswa yang merasa lebih nyaman jika diberi penjelasan oleh teman
sebayanya. Cuplikan transkrip di atas juga menunjukkan bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI guru bertindak
sebagai fasilitator yang tidak langsung memberikan jawaban jadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
namun tetap membiarkan siswa mengonstruksi pikirannya sendiri dan berproses bersama kelompok maupun guru.
Guru mengawasi jalannya diskusi dengan berkeliling kelas. Guru aktif menanyakan progress yang didapatkan siswa dan
bertanya apabila siswa mengalami kesulitan. Guru tidak hanya berdiam diri di depan kelas. Hal ini terlihat dari cuplikan
transkrip berikut ini:
G : [Setelah itu peneliti berkeliling lagi dan memberikan
petunjuk yang sama bagi kelompok yang memerlukan petunjuk]
G : [Peneliti menjelaskan dengan cara yang sama pada
kelompok yang mengalami kendala di bagian menentukan pengertian diagonal ruang]
Agar komunikasi yang dibina guru dengan siswa semakin baik, interaktivitas juga ditunjukkan dengan melaksanakan
pembelajaran yang santun, terbuka, dan komunikatif, juga budaya tepa selira dan memanusiakan manusia. Dalam
pembelajaran hal ini terlihat pembelajaran yang santun adalah saat guru juga berani mengatakan maaf saat membuat kesalahan
seperti terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Itu tadi sudah disebutkan, itu celengan, maaf ya kalau
gambarnya nggak jelas..hehehe.” S
31
: “Ho lha le ngecrop kepanjangen iki mbak jadi nggak jelas.” G
: “O ya sorry sorry. Jadi benda mana yang kalian belum tahu kegunaannya?”
Pada cuplikan traskrip di atas, guru meminta maaf karena gambar yang tertera pada LAS kurang jelas dan kurang
proporsional dalam melakukan cropping gambar sehingga siswa kesulitan mengidentifikasi gambar tersebut
apakah termasuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kubus atau balok. Dengan berani meminta maaf diharapkan siswa juga belajar untuk mengakui kesalahannya dan berusaha
memperbaikinya, diharapkan siswa dapat menjadi pribadi yang rendah hati.
Budaya memanusiakan manusia guru tunjukkan dengan menghargai tiap pendapat yang diutarakan oleh siswa. Hal ini
terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
S34 : “Titik-titiknya tidak boleh terletak pada satu rusuk dan titik-
titiknya terletak pada satu sisi.” G
: “Nah kamu pinter, kalau sekarang bisa dikatakan garis itu adalah diagonal ruang kalau bagaimana?”
Dari cuplikan transkrip di atas terlihat bahwa guru memuji pendapat siswa. Diharapkan siswa menjadi semakin termotivasi
untuk berargumentasi. Selain itu guru juga menanamkan rasa disiplin siswa dengan mengingatkan siswa tentang kontrak
belajar dimana perjanjiannya jika siswa ingin berpendapat maka siswa harus mengangkat tangan terlebih dahulu. Hal ini terlihat
pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Hayo tadi perjanjiannya apa? Kalau mau
mengungkapkan pendapat... S
32
: “Tunjuk jari..”
e Keterkaitan Intertwinning
Menurut OECD 2009 dalam Ariyadi Wijaya 2012:86, penempatan domain matematika sebagai objek yang terpisah
menyebabkan siswa mengalami kesulitan untuk melihat hubungan antar domain dan memahami bagaimana pengetahuan
tentang suatu konsep dibutuhkan untuk mempelajari konsep lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pembelajaran dengan pendekatan PMRI, memanfaatkan keterkaitan antar konsep matematika lain agar siswa dapat
memandang bahwa
domain-domain dalam
matematika merupakan suatu “komponen” bukan suatu “isi” Ariyadi
Wijaya:2012. Dalam aktivitas pembelajaran ini guru mengaitkan materi kubus dan balok dengan materi sudut dan
Pythagoras. Hal ini dapat terlihat dari cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Gimana sudutnya Dearren?”
S12 : “Sama besar.”
G : “Ya betul sama besar, jadi berapa besar sudutnya?”
SS : “90 derajat.”
G : “Jadi siku-siku ya.”
S21 : “Iya Kak.”
Dari cuplikan transkrip di atas terlihat saat siswa menelaah persamaan kubus dan balok, siswa menemukan bahwa sudut
yang terbentuk dari pertemuan rusuk kubus dan balok adalah sama besar yaitu 90°, maka guru mengaitkan dan
menyampaikan bahwa sudut yang besarnya 90° merupakan sudut siku-siku. Materi tentang sudut sendiri sudah siswa
pelajari saat kelas VII. Berikut ini merupakan cuplikan transkrip saat guru
menggunakan Pythagoras untuk menentukan panjang diagonal sisi kubus:
S24 : “Kak, ini cara nyari panjang diagonal sisinya
pake Pythagoras po ya Kak?” G
: “Iya tepat Put, tapi kenapa coba kok pakai Pythagoras?”
S24 : “ Iya soalnya kan ini tegak lurus to Kak?”
[sambil menunjuk rusuk AE dan AB]
G : “Iya betul Put.”
Dari cuplikan transkrip di atas, terlihat bahwa siswa mampu memahami bahwa untuk mencari panjang diagonal sisi adalah
dengan menggunakan Pythagoras. Hal ini dikarenakan siswa mengetahui bahwa rusuk AB dengan AE saling tegak lurus. Hal
ini terlihat pada salah satu contoh jawaban siswa di bawah ini:
Gambar 4.6 Contoh jawaban siswa S26 dalam menentukan panjang diagonal sisi BE
Siswa sempat memastikan bahwa untuk menentukan panjang BE didapatkan dari menambahkan jumlah kuadrat dari rusuk AB dan
rusuk AE. Hal ini terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
S24 : “Iya Kak eh satu lagi ini kalo cari sisi miring berarti
ditambah to Kak?” G
: “Apanya yang ditambah?” S24
: “Ya ini sisi AB kuadrat sama AE kuadrat.”
Dari cuplikan di atas terlihat bahwa siswa menghapal bahwa untuk mencari panjang sisi miring berarti jumlah kuadrat sisi
lainnya ditambah, hal ini terlihat karena siswa masih mengalami keraguan oleh karena itu siswa memastikannya pada guru.
Setelah siswa berhasil menentukan panjang diagonal sisi siswa menyadari manfaat dari Pythagoras dalam materi kubus
dan balok. Hal ini terlihat dari cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Oke jadi memudahkan kalian kan jadi hemat waktu ngga
usah setiap kali mau ngitung diagonal sisi kubus kalian main Pythagoras lagi.”
S31 : “Wah Mbak e canggih e.”
G : “Yo nggak canggih to, yang canggih tu matematika, jadi
setiap materi yang udah dipelajari itu pasti kepake buat materi yang lainnya, maka kalian kalau pelajaran harus
benar- benar paham bukan hanya hafal, gitu ya?”
Dalam pertemuan ini guru tidak mengaitkan materi kubus dan balok dengan konsep lain di luar matematika.
3 Kegiatan Akhir Pembelajaran
Pembelajaran diakhiri dengan merangkum apa saja yang telah dilakukan guru bersama siswa selama pembelajaran hari ini. Guru
memotivasi siswa untuk tetap giat belajar dan juga memberikan penugasan untuk menyelesaikan permasalahan pada LAS yang
belum selesai dikerjakan dan belum dibahas. Hal ini terlihat pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Jadi hari ini kita udah ngapain aja ya?”
SS : “Ulangan, mempelajari unsur-unsur kubus dan balok.”
G : “Apa saja unsur-unsur kubus dan balok?”
SS ; “Rusuk, sisi, titik sudut, diagonal sisi, diagonal ruang.”
G : “Masih ada lagi, apa coba sebutkan”
S24 : “Ini Kak yang jadi PR.”
G : “Iya apa?”
S24 : “Diagonal bidang eh bidang diagonal.”
G : “Nah beda lho ya bidang diagonal dan diagonal bidang. Apa
coba bedanya? ”
SS : “Diagonal bidang kan sama aja kaya diagonal sisi Kak.
Kalau bidang diagonal bentuknya bidang” G
: “Iya benar, jadi tahu ya bedanya.” SS
: “Tahu...” G
: “Oke jangan lupa lho itu diselesaikan LASnya ya?” SS
: “Iyaa Kak.” G
: “Oke sekian ya pembelajaran pada hari ini, sampai jumpa
minggu depan yaa..” SS
: “Terimakasih Kak. Ati-ati ya kak” [beberapa siswa bersalaman karena kebetulan bersamaan dengan waktu
istirahat]
Pada cuplikan transkrip di atas, guru mendorong siswa untuk mengingat-ingat dan merangkum hal-hal yang sudah dipelajari pada
hari ini. Guru tidak memberikan tugas namun menghimbau siswa untuk menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab
pada LAS. Guru juga tidak menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya yaitu tentang luas permukaan
kubus dan balok. Hal ini dapat membuat siswa tidak mempersiapkan materi untuk pertemuan berikutnya. Guru menutup pembelajaran
dengan mengucapkan salam dan terimakasih.