Keterangan pada indikator 1 : A1
: Siswa menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan dengan lengkap dan tepat
A2 : Siswa menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan dengan kurang
lengkap atau kurang tepat A3
: Siswa tidak menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan Keterangan pada indikator 2 :
B1 : Siswa menulis dan menggunakan rumus dengan tepat
B2 : Siswa menulis dan menggunakan rumus dengan kurang tepat
B3 : Siswa tidak menuliskan dan menggunakan rumus
Keterangan pada indikator 3 : C1
: Siswa menggunakan strategi penyelesaian dengan tepat C2
: Siswa menggunakan strategi penyelesaian dengan kurang tepat C3
: Siswa tidak menggunakan strategi penyelesaian D1
: Siswa menggunakan satuan yang tepat dan lengkap D2
: Siswa menggunakan satuan yang kurang tepat atau kurang lengkap D3
: Siswa tidak menuliskan satuan E1
: Siswa melakukan perhitungan dengan tepat E2
: Siswa melakukan perhitungan dengan tidak tepat E3
: Siswa tidak melakukan perhitungan Keterangan pada indikator 4 :
F1 : Siswa melakukan analisis dengan tepat
F2 : Siswa melakukan analisis dengan kurang tepat
F3 : Siswa tidak melakukan analisis
G1 : Siswa melakukan penarikan kesimpulan dengan tepat
G2 : Siswa melakukan penarikan kesimpulan dengan kurang tepat
G3 : Siswa tidak melakukan penarikan kesimpulan
Tabel 4.12 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 1 Level 2
Tabel 4.13 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 2 Level 2
Kemampuan Literasi
Matematis A
n P
R1 11
36 30, 55
R2 14
36 38, 88
R3 36
R4 6
36 16, 66
R5 5
36 13, 88
TR 36
Tabel 4.14 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 3 Level 3
Kemampuan Literasi
Matematis A
n P
R1 4
36 11,11
R2 3
36 8,33
R3 4
36 11,11
R4 13
36 36,11
R5 10
36 27,77
TR 2
36 5,55
Kemampuan Literasi
Matematis A
n P
R1 11
36 30, 55
R2 9
36 25
R3 3
36 8, 33
R4 8
36 22, 22
R5 3
36 8, 33
TR 2
36 5, 55
Tabel 4.15 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 1 Level 2
Tabel 4.16 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 2 Level 2
Kemampuan Literasi
Matematis A
n P
R1 5
36 13, 88
Kemampuan Literasi
Matematis Tipe A
Tipe B A
� P
A �
P R1
2 18
11, 11 3
18 16,66
R2 1
18 5, 55
5 18
27,77 R3
3 18
16, 66 18
R4 2
18 11, 11
2 18
11,11 R5
3 18
16, 66 2
18 11,11
TR 7
18 38, 88
6 18
33, 33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R2 1
36 2, 77
R3 8
36 22, 22
R4 8
36 22, 22
R5 36
TR 14
36 38, 88
Tabel 4.17 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 3 Level 3
Kemampuan Literasi
Matematis Tipe A
Tipe B A
n
a
P A
n
b
P R1
1 18
5, 55 2
18 11,11
R2 5
18 27, 77
4 18
22,22 R3
1 18
5, 55 2
18 11,11
R4 18
18 R5
10 18
55, 55 1
18 5,55
TR 1
18 5, 55
9 18
50
Tabel 4.18 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 4 Level 3
Kemampuan Literasi
Matematis Tipe A
Tipe B A
� P
A �
P PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R1 4
18 22,22
1 16
6,25 R2
1 18
5,55 3
16 18,75
R3 5
18 27,22
2 16
12,50 R4
1 18
5,55 8
16 50
R5 1
18 5,55
2 16
12,50 TR
6 18
33,33 16
Keterangan Kemampuan Literasi Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Level 2 dan Level 3 :
R1
: Siswa mampu memberikan jawaban dan langkah-langkah yang tepat R2
: Siswa mampu memberikan jawaban yang benar namun terdapat langkah yang kurang tepat
R3 : Siswa tidak mampu memberikan jawaban yang benar namun terdapat
sebagian besar langkah-langkah yang benar R4
: Siswa mampu memberikan jawaban yang benar namun sebagian besar langkah salah
R5 : Siswa tidak mampu memberikan jawaban yang benar dan hanya terdapat
sebagian kecil langkah-langkah yang benar TR
: Siswa tidak mampu memberikan jawaban yang benar dan menggunakan langkah-langkah yang salah atau tidak ada jawaban
C. PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran matematika realistik Indonesia, mengidentifikasi dan mengetahui
kemampuan literasi matematis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran matematika dengan PMRI dalam menyelesaikan soal pretest dan posttest pada
pokok bahasan Kubus dan Balok.
1. Penerapan Model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
Berdasarkan hasil analisis keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan PMRI mendapat skor keseluruhan adalah lebih dari 80 yang
berarti pembelajaran terlaksana dengan baik di kelas VIII F semester genap tahun ajaran 20152016 SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Pada sub bab
sebelumnya juga telah didapatkan kategori-kategori data pembelajaran pada setiap pertemuan. Kategori data pada setiap pertemuan akan dibahas sebagai
berikut:
a. Pertemuan Pertama
Tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama adalah siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur kubus dan balok melalui diskusi dalam
kelompok. 1
Kegiatan Awal Pembelajaran Pembelajaran diawali dengan pengucapan salam pembuka,
perkenalan diri, pengecekan presensi dan kesiapan siswa, pembuatan kontrak belajar, pemberian motivasi, dan penyampaian tujuan
pembelajaran serta rancangan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada pertemuan pertama ini guru
membuka pembelajaran
dengan semangat
dan antusias,
menunjukkan sikap yang ramah namun tetap tegas dengan membuat kontrak belajar dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu sehingga tidak banyak melakukan sendau gurau. Saat siswa kehilangan fokus, guru mencoba untuk menyapa siswa seperti
pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Haloooo....”
SS : “Haiii...”
G : “Halo halo hai..”
SS : “Hai hai halo..”
G : “Hai halo hai..”
SS : “ Halo hai halo..”
G : “Ternyata kalian masih fokus ya..hehehe. Sekarang
sudah siap belum?” SS
: “Sudah...”
Pada cuplikan tersebut, terlihat bahwa siswa antusias menjawab sapaan yang diberikan oleh guru. Siswa menunjukkan sikap
menghargai dengan kembali fokus dan siap kembali untuk melaksanakan pembelajaran.
Pembuatan kontrak belajar dengan siswa agar pembelajaran dapat berjalan dengan tertib, kondusif, namun juga masih terasa
menyenangkan karena didasarkan pada kesepakatan bersama. Hal ini tampak pada cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Sebelum pembelajaran dimulai, kita buat kontrak belajar ya
supaya pembelajaran yang nanti akan kita jalani dapat berjalan dengan efisien dan kalian juga dapat benar-benar
paham materinya dan kalian juga bisa merasakan
manfaatnya” S
31
:”Halah nganggo kontrak-kontrakan barang Mbak.” G
:”Iya dong harus itu supaya pembelajaran juga bisa kondusif, jadi selama pembelajaran dengan saya, kalian boleh ribut,
namun ributnya ribut yang membicarakan pelajaran yaaa, lalu jika kalian akan bertanya maupun menanggapi sesuatu,
kalian harus mengangkat tangan terlebih dahulu, kalian boleh minum selama pembelajaran berlangsung namun kalian tidak
diizinkan untuk makan.
SS :”Hah boleh minum po Mbak?”
G : “Iya boleh.”
SS : “Asikkkk”
G : “Masih ada lho..........”
Menurut percakapan di atas, terlihat bahwa siswa tidak terbiasa dengan dibuatnya kontrak belajar. Kontrak belajar dibuat
agar menumbuhkan sikap tanggung jawab dari siswa dan menanamkan kebiasaan saling menghargai antara guru-siswa
maupun siswa-siswa. Penyampaian tujuan belajar dan rancangan kegiatan bertujuan
agar siswa memiliki pandangan tentang apa yang akan mereka pelajari dan dapatkan serta hal-hal apa saja yang akan mereka
lakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Saat siswa memiliki gambaran akan tujuan belajar, maka siswa akan lebih siap untuk
mengikuti pembelajaran, mereka akan mengeksplor pengetahuan- pengetahuan mereka sebelumnya supaya mereka lebih lancar dalam
mengikuti pembelajaran. Penyampaian tujuan belajar dapat dilihat dari cuplikan transkrip berikut ini:
G : “Nah jadi hari ini kita akan mempelajari tentang unsur-
unsur kubus dan balok yaaa..Kalian masih ingat tidak?” SS
: “Masih...”
Rancangan kegiatan disampaikan saat siswa sudah ada dalam kelompok. Penyampaian rancangan kegiatan dapat dilihat dari
cuplikan transkrip berikut ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G: “Oke sekarang saya akan membagikan rangka maupun bangun kubus maupun balok, ini jumlahnya tidak banyak jadi nanti bisa
gantian kubus dan baloknya ya..Kalian amati bangun-bangun tersebut, setelah diamati lalu kalian berdiskusi ya untuk mengisi
pertanyaan- pertanyaan yang ada di LAS.”
Selama guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan rancangan kegiatan, sebagian besar siswa memperhatikan dengan
seksama, namun masih ada juga siswa yang tidak memperhatikan. Selanjutnya proses pengamatan rangka kubus dan balok dan diskusi
akan dilakukan dalam kelompok. 2
Kegiatan Inti Kategori ini diawali dengan pembentukan kelompok dimana satu
kelompok terdiri dari 4 siswa sehingga terbentuk 9 kelompok. Pembentukan kelompok didasarkan oleh lokasi tempat duduk siswa.
Hal ini dilakukan karena berdasarkan observasi, kemampuan berpikir siswa di kelas VIII F hampir sama dan juga untuk menghindari
kegaduhan yang berlebihan. Hal ini tampak pada cuplikan percakapan berikut:
G : “Sekarang kalian bentuk kelompok ya..bangku depan belakang aja,
satu kelompok terdiri dari 3 sampai 4 orang ya.” S
31
: “Halah Mbak mbok kelompoknya milih sendiri-sendiri aja.” G
: “Ya depan belakang aja biar cepet kan sama-sama temen kalian ju
ga.” S
31
: “Itu sukanya ga mau ngajari Mbak.” [sambil menunjuk salah satu siswa]
G : “Sudah sudah...nanti kan bisa diskusi, ayok Ario duduk.”
[Siswa membentuk kelompok lalu suasana menjadi riuh.]
Dari percakapan di atas, siswa menginginkan kelompok yang dibentuk dipilih sendiri padahal guru sudah membagi kelompok
berdasarkan tempat duduk bagian depan dan belakang, berarti siswa yang duduknya berdekatan belum tentu saling merasa nyaman satu
sama lain. Dari percakapan di atas, diperoleh bahwa sebenarnya siswa tersebut S
31
memiliki motivasi untuk dapat menguasai materi pembelajaran dengan mencari teman diskusi yang dianggap dapat
menuntunnya, meski begitu guru tetap membiarkan siswa S
31
untuk pada kelompok yang seharusnya sebab guru harus memfasilitasi adanya negosiasi dan interaksi antara siswa-siswa
tanpa membedakan. a
Penggunaan konteks Tahap pertama dari pembelajaran matematika dengan
pendekatan PMRI adalah penggunaan konteks. Menurut Freudenthal dalam Ariyadi Wijaya 2012, proses belajar siswa
akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna meaningful bagi siswa. Suatu pengetahuan akan
menjadi bermakna apabila proses belajar tersebut melibatkan masalah realistik yang disajikan dalam suatu konteks.
Penggunaan konteks dapat menarik perhatian siswa dan mampu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar matematika De
Lange, 1987. Oleh karena itu guru membahas manfaat mempelajari materi kubus dan balok di awal pembelajaran agar
siswa merasa bahwa apa yang akan mereka pelajari tersebut tidak sia-sia. Guru tidak menempatkan matematika sebagai suatu
objek yang terpisah dari realita yang dapat dibayangkan siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI