Profil kemampuan literasi Matematis siswa kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta dalam pembelajaran Matematika dengan pendekatan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) pokok bahasan kubus dan balok tahun ajaran 2015/2016.
ABSTRAK
Stephani Rangga Larasati (NIM : 121414027). 2016. Profil Kemampuan Literasi Matematis Siswa Kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta dalam Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) Pokok Bahasan Kubus dan Balok Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI (2) kemampuan literasi matematis siswa kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta sebelum dan sesudah pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah 36 siswa kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2016. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, rekaman video pembelajaran, dan hasil pretest dan posttest. Hasil observasi dianalisis secara kuantitatif sederhana. Video pembelajaran dianalisis secara kualitatif dengan membuat transkrip video, penentuan topik-topik data, dan kategorisasi data. Jawaban pretest dan posttest dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui kemampuan literasi matematis siswa. Langkah-langkah yang digunakan adalah: (1) penentuan topik data (2) kategorisasi data (3) sintesisasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI yang diterapkan berjalan dengan baik dengan persentase keterlaksanaan RPP 84,37%. Pada pembelajaran ini guru menerapkan karakteristik PMRI yaitu penggunaan konteks, penggunaan model of dan model for, penggunaan kontribusi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan. (2) kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal level 2 sebelum pembelajaran dengan pendekatan PMRI lebih baik jika dibandingkan dengan kemampuan literasi matematis siswa setelah pembelajaran dengan pendekatan PMRI. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pembelajaran PMRI yang dilaksanakan lebih terfokus pada kegiatan konstruksi pengetahuan siswa terhadap pemahaman konsep, sedangkan untuk kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal level 3 menjadi lebih baik setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan PMRI. Kata kunci : Literasi Matematis, Kubus, Balok, PMRI
(2)
ABSTRACT
Stephani Rangga Larasati (NIM: 121414027). 2016. Profile of Students’ Mathematical Literacy Grade VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta in Learning Using PMRI (Indonesian Realistic Mathematic Education) Approach, Topic of Cube and Cuboid in Academic Year 2015/2016. Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Sciences, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aims to find out: (1) the implementation of mathematics learning by using PMRI approach (2) the ability of mathematical literacy class VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta before and after learning using PMRI approach.
This research was descriptive qualitative research. The research subjects were 36 students of class VIII-F, SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. This research was conducted in March until July of 2016. The data was collected through observation, instructional video recording, and the results of pretest and posttest. The observation result was analyzed in simple quantitative. Instructional video was analyzed in qualitative with making a transcript of the video, determining topics of the data, and categorizing the data. The results of pretest and posttest were analyzed in qualitative to determine the students’ ability of mathematical literacy. The steps were used: (1) the determination of data topic (2) categorization of data (3) synthesis.
The results obtained are: (1) the implementation of mathematics learning by using PMRI approach is good with percentage 84.37%. In class, the teacher implemented PMRI characteristics, namely the use of context, the use of model of and model for, the use of student contributions, interactivity, and linkages. (2) The students’ mathematical literacy in finishing level 2 before learning using PMRI approach is better compared to students’ mathematical literacy after learning using PMRI approach. It is caused by PMRI learning which applied more focused on students’ activities of knowledge construction toward understanding of the concept. The students’ mathematical literacy in solving level 3 is better after learning with PMRI approach.
(3)
i
PROFIL KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII-F SMP PANGUDI LUHUR 1 YOGYAKARTA DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI (PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA) POKOK BAHASAN KUBUS
DAN BALOK TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Stephani Rangga Larasati NIM : 121414027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
(4)
(5)
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“God will make a way where there seems to be no way”
-Don Moen-
Dengan penuh syukur, kupersembahkan skripsi ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaanNya dalam hidupku
Ibuku Ignatia Dayati dan Bapakku (Alm) Paul Harry yang atas segala cinta kasihnya telah melahirkan,
membesarkan, dan menyekolahkanku
Ibu guru matematikaku Yuliana Sri Purwanti dan Ibu guru kimiaku Margaretha Tri Susanti atas segala inspirasi dan motivasi sehingga akupun ingin menjadi
seorang guru
Ibu dosen pembimbing skripsiku Veronika Fitri Rianasari atas teladan yang menginspirasiku selama
berproses bersama
Sahabat-sahabat tersayang yang aku dapatkan semasa kuliah Lusia, Galuh, Ceha, Heni, dan Mbak Apri.
Almamaterku tercinta,
(7)
(8)
(9)
vii ABSTRAK
Stephani Rangga Larasati (NIM : 121414027). 2016. Profil Kemampuan Literasi Matematis Siswa Kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta dalam Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) Pokok Bahasan Kubus dan Balok Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI (2) kemampuan literasi matematis siswa kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta sebelum dan sesudah pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah 36 siswa kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2016. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, rekaman video pembelajaran, dan hasil pretest dan posttest. Hasil observasi dianalisis secara kuantitatif sederhana. Video pembelajaran dianalisis secara kualitatif dengan membuat transkrip video, penentuan topik-topik data, dan kategorisasi data. Jawaban pretest dan posttest dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui kemampuan literasi matematis siswa. Langkah-langkah yang digunakan adalah: (1) penentuan topik data (2) kategorisasi data (3) sintesisasi.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI yang diterapkan berjalan dengan baik dengan persentase keterlaksanaan RPP 84,37%. Pada pembelajaran ini guru menerapkan karakteristik PMRI yaitu penggunaan konteks, penggunaan model of dan model for, penggunaan kontribusi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan. (2) kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal level 2 sebelum pembelajaran dengan pendekatan PMRI lebih baik jika dibandingkan dengan kemampuan literasi matematis siswa setelah pembelajaran dengan pendekatan PMRI. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pembelajaran PMRI yang dilaksanakan lebih terfokus pada kegiatan konstruksi pengetahuan siswa terhadap pemahaman konsep, sedangkan untuk kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal level 3 menjadi lebih baik setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan PMRI. Kata kunci : Literasi Matematis, Kubus, Balok, PMRI
(10)
viii ABSTRACT
Stephani Rangga Larasati (NIM: 121414027). 2016. Profile of Students’ Mathematical Literacy Grade VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta in Learning Using PMRI (Indonesian Realistic Mathematic Education) Approach, Topic of Cube and Cuboid in Academic Year 2015/2016. Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Sciences, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aims to find out: (1) the implementation of mathematics learning by using PMRI approach (2) the ability of mathematical literacy class VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta before and after learning using PMRI approach.
This research was descriptive qualitative research. The research subjects were 36 students of class VIII-F, SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. This research was conducted in March until July of 2016. The data was collected through observation, instructional video recording, and the results of pretest and posttest. The observation result was analyzed in simple quantitative. Instructional video was analyzed in qualitative with making a transcript of the video, determining topics of the data, and categorizing the data. The results of pretest and posttest were analyzed in qualitative to determine the students’ ability of mathematical literacy. The steps were used: (1) the determination of data topic (2) categorization of data (3) synthesis.
The results obtained are: (1) the implementation of mathematics learning by using PMRI approach is good with percentage 84.37%. In class, the teacher implemented PMRI characteristics, namely the use of context, the use of model of and model for, the use of student contributions, interactivity, and linkages. (2) The students’ mathematical literacy in finishing level 2 before learning using PMRI approach is better compared to students’ mathematical literacy after learning using PMRI approach. It is caused by PMRI learning which applied more focused on students’ activities of knowledge construction toward understanding of the concept. The students’ mathematical literacy in solving level 3 is better after learning with PMRI approach.
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengalaman dan hambatan, namun berkat bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih pada berbagai pihak yang telah membimbing dan membantu, antara lain :
1. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Febi Sanjaya, M.Sc yang telah membantu melakukan validasi instrumen penelitian.
4. Ibu Tari, Mas Arif Kurnianto, dan Pak Sugeng selaku karyawan sekretariat JPMIPA atas pelayanan yang sangat baik selama penulis ada di Universitas Sanata Dharma.
5. Br. Yosep Anton Utmiyadi FIC, S.S , selaku Kepala SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
6. Ibu Caecilia Peny Suryaningtyas, S.Pd., selaku guru matematika SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta yang telah membantu melakukan validasi instrumen pembelajaran.
7. Siswa-siswi kelas VIII F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta yang telah menjadi subjek penelitian.
8. Christina Novy Wijaya dan Catharina Mara Apriani yang telah menjadi observer penelitian dan menemani penulis selama penelitian berlangsung.
(12)
x
9. Ibuku Ignatia Dayati, Kakakku Detta dan Catrin, serta adikku Gusti yang telah mendukung secara moril dan materil.
10.Pakdeku Gerardus Darmadji dan Budeku A.M Tujiati atas dukungan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menempuh kuliah S1 di Universitas Sanata Dharma.
11.Sahabat-sahabat tersayang Galuh, Heni, Lusia, Ceha, Mbak Apri, Novi, Ken, Munda, Ela, Vani, dan Katrin yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan sumbangan moril maupun materil.
12.Semua pihak yang membantu namun tanpa sengaja tidak disebutkan disini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Selain itu, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.
Yogyakarta, 22 September 2016
(13)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………...……….…...…...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………....…………...ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….…..iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ……….……...v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………...vi
ABSTRAK ………....vii
ABSTRACT ……….…………..viii
KATA PENGANTAR ………...ix
DAFTAR ISI ………xi
DAFTAR TABEL ………..xiii
DAFTAR GAMBAR ………...xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………..xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Batasan Istilah ... 8
G. Manfaat Penelitian ... 9
H. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Kajian Pustaka ... 13
B. Kerangka Berpikir... 64
BAB III METODE PENELITIAN ... 61
(14)
xii
B. Subjek Penelitian ... 61
C. Objek Penelitian ... 67
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 67
E. Data Penelitian ... 67
F. Metode Pengumpulan Data ... 68
G. Instrumen Pembelajaran ... 69
H. Instrumen Penelitian ... 70
I. Validitas Instrumen Wawancara ... 81
J. Metode Analisis Data ... 82
K. Keabsahan Data ... 84
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ... 82
A. Pelaksanaan Penelitian ... 82
B. Analisis Data ... 91
C. Pembahasan ... 117
BAB V PENUTUP ... 242
A. Kesimpulan ... 242
B. Saran ... 246
(15)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Sistematika Penulisan Penelitian ... 11
Tabel 2.1 Proses Literasi dan Aktivitas Siswa (OECD, 2010) ... 16
Tabel 2.2 Hubungan antara Proses Matematika dengan Kemampuan Dasar Matematika OECD, 2013) ... 22
Tabel 2.3 Level dalam PISA (OECD, 2010) ... 29
Tabel 3.1 Kisi-kisi soal pretest ... 66
Tabel 3.2 Kisi-kisi soal posttest tipe A ... 68
Tabel 3.3 Kisi-kisi soal posttest tipe B... 70
Tabel 3.4 Kisi-kisi Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI ... 72
Tabel 4.1 Data Keterlaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI ... 89
Tabel 4.2 Topik Data Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama ... 90
Tabel 4.3 Topik Data Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan Kedua ... 93
Tabel 4.4 Topik Data Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan Ketiga ... 97
Tabel 4.5 Kategorisasi Data Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan I ... 98
Tabel 4.6 Kategorisasi Data Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan 2 ... 98
Tabel 4.7 Kategorisasi Data Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan 3 ... 98
Tabel 4.8 Contoh deskripsi jawaban siswa soal posttest A nomor 1 (level 2) ... 100
Tabel 4.9 Topik Data Jawaban Posttest Tipe A Nomor 1 (Level 2) ... 101
Tabel 4.10 Kategori Data Jawaban Posttest A Nomor 1 (Level 2) ... 104 Tabel 4.11 Sintesis Data Jawaban Posttest Tipe A Siswa Soal Nomor 1
(16)
xiv
(Level 2) ... 106 Tabel 4.12 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 1 (Level 2) ... 108 Tabel 4.13 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 2 (Level 2) ... 108 Tabel 4.14 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 3 (Level 3) ... 108 Tabel 4.15 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 1 (Level 2) ... 109 Tabel 4.16 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 2 (Level 2) .... 109 Tabel 4.17 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 3 (Level 3) .. 109 Tabel 4.18 Persentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prinsip PMRI ... 37
Gambar 2.2 Kubus ABCD.EFGH ... 48
Gambar 2.3 Diagonal sisi kubus ... 50
Gambar 2.4 Diagonal ruang kubus ... 51
Gambar 2.4 Bidang diagonal kubus ... 52
Gambar 2.5 Kubus ABCD EFGH ... 52
Gambar 2.6 Kubus ABCD EFGH ... 53
Gambar 2.7 Diagonal sisi balok ... 54
Gambar 2.8 Diagonal ruang balok ... 55
Gambar 2.9 Bidang diagonal balok ... 55
Gambar 2.9 Bidang diagonal balok ... 55
Gambar 2.10 Jaring-jaring kubus ... 56
Gambar 2.11 Jaring-jaring balok... 57
Gambar 2.12 Balok yang tersusun dari kubus-kubus satuan ... 58
Gambar 4.1 Identifikasi siswa (S27) terhadap barang-barang bentuk kubus dan balok ... 120
Gambar 4.2 Contoh analisis siswa (S26) terhadap pengelompokan barang . 122 Gambar 4.3 Contoh analisis siswa (S4) terhadap pengelompokan barang ... 123
Gambar 4.4 Contoh analisis siswa (S33) terhadap pengelompokan barang . 125 Gambar 4.5 Contoh analisis siswa (S27) tentang persamaan dan perbedaan kubus dan balok ... 127
Gambar 4.6 Contoh jawaban siswa (S26) dalam menentukan panjang diagonal sisi BE ... 144
Gambar 4.7 Contoh jawaban kelompok dalam menentukan panjang diagonal ruang BH di papan tulis ... 144
Gambar 4.8 Contoh jawaban kelompok dalam menguraikan cara mengiris kubus ... 149
Gambar 4.9 Siswa saat mengiris kubus ... 150
(18)
xvi
Gambar 4.11 Jaring-jaring kubus yang didapatkan siswa dari proses
pengirisan kubus ... 151
Gambar 4.12 Proses siswa dalam menentukan luas permukaan kubus ... 153
Gambar 4.13 Siswa merancang jaring-jaring balok ... 155
Gambar 4.14 Siswa merancang jaring-jaring balok ... 155
Gambar 4.15 Balok yang dibuat siswa ... 156
Gambar 4.16 Proses siswa menemukan rumus luas permukaan balok ... 156
Gambar 4.17 Permasalahan dalam LAS 2 tentang luas permukaan kubus .... 159
Gambar 4.18 Contoh penyelesaian siswa dari kegiatan 3 LAS 2 ... 162
Gambar 4.19 Contoh penyelesaian siswa dari kegiatan 3 LAS 2 ... 164
Gambar 4.20 Contoh penyelesaian siswa mengidentifikasi jaring-jaring kubus ... 169
Gambar 4.21 Siswa menggunakan jaring-jaring kubus untuk menentukan luas permukaan kubus ... 169
Gambar 4.22 Contoh penyelesaian siswa menggambarkan jaring-jaring balok ... 170
Gambar 4.23 Siswa menggunakan jaring-jaring balok untuk menentukan luas permukaan balok ... 170
Gambar 4.24 Salah satu ungkapan pendapat siswa dalam mendapatkan konteks untuk menentukan volume suatu benda ruang ... 178
Gambar 4.25 Siswa melakukan simulasi dalam kelompok ... 179
Gambar 4.26 Kegiatan 2 LAS 3 ... 180
Gambar 4.27 Salah satu penyelesaian kelompok LAS 3 kegiatan 2 ... 181
Gambar 4.28 Siswa menggunakan alat peraga kubus satuan ... 182
Gambar 4.29 Kegiatan 1 LAS 3 ... 183
Gambar 4.30 Penyelesaian kelompok untuk kegiatan 1 LAS 3 ... 183
Gambar 4.31 Penyelesaian kelompok untuk kegiatan 3 LAS 3 ... 185
Gambar 4.32 Contoh penyelesaian pretest nomor 1 oleh S10 ... 194
Gambar 4.33 Contoh penyelesaian pretest nomor 1 oleh S26 ... 194
Gambar 4.34 Contoh penyelesaian pretest nomor 1 oleh S31 ... 195
(19)
xvii
Gambar 4.36 Soal pretest nomor 2 ... 197
Gambar 4.37 Contoh penyelesaian pretest nomor 2 oleh siswa S12 (R1) ... 199
Gambar 4.38 Contoh penyelesaian pretest nomor 2 oleh siswa S19 (R4) ... 199
Gambar 4.39 Soal pretest nomor 3 (level 3) ... 201
Gambar 4.40 Contoh penyelesaian siswa (S14) soal pretest nomor 3 ... 202
Gambar 4.41 Contoh penyelesaian siswa (S11) soal pretest nomor 3 ... 204
Gambar 4.42 Contoh penyelesaian siswa (S33) soal pretest nomor 3 ... 204
Gambar 4.43 Contoh penyelesaian siswa (S7) soal pretest nomor 3 ... 205
Gambar 4.44 Contoh penyelesaian siswa (S26) soal pretest nomor 3 ... 206
Gambar 4.45 Soal posttest A nomor 1 ... 208
Gambar 4.46 Soal posttest B nomor 1 ... 208
Gambar 4.47 Contoh jawaban siswa (S14) posttest A nomor 1 ... 209
Gambar 4.48 Contoh jawaban siswa (S13) posttest A nomor 1 ... 210
Gambar 4.49 Contoh jawaban siswa (S2) posttest A nomor 1 ... 211
Gambar 4.50 Contoh jawaban siswa (S18) posttest B nomor 1 ... 212
Gambar 4.51 Contoh jawaban siswa (S18) posttest B nomor 1 ... 212
Gambar 4.52 Soal posttest nomor 2 ... 215
Gambar 4.53 Penyelesaian S1 pada soal posttest nomor 2 ... 216
Gambar 4.54 Penyelesaian S33 pada soal posttest nomor 2 ... 217
Gambar 4.55 Penyelesaian S18 pada soal posttest nomor 2 ... 218
Gambar 4.56 Penyelesaian S19 pada soal posttest nomor 2 ... 219
Gambar 4.57 Penyelesaian S21 pada soal posttest nomor 2 ... 220
Gambar 4.58 Soal posttest A nomor 3 ... 222
Gambar 4.59 Soal posttest B nomor 3 ... 222
Gambar 4.59 Jawaban S12 dalam posttest A nomor 3 ... 222
Gambar 4.60 Jawaban S14 dalam posttest A nomor 3 ... 223
Gambar 4.61 Jawaban S17 dalam posttest A nomor 3 ... 224
Gambar 4.62 Jawaban S10 dalam posttest A nomor 3 ... 225
Gambar 4.63 Jawaban S34 dalam posttest A nomor 3 ... 227
Gambar 4.64 Soal posttest A nomor 4 ... 228
(20)
xviii
Gambar 4.66 Penyelesaian S14 soal posttest no 4 ... 231 Gambar 4.67 Penyelesaian S33 soal posttest no 4 ... 232 Gambar 4.68 Penyelesaian S18 soal posttest no 4 ... 233
(21)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
A.1 Surat Selesai Penelitian ... L1 A.2 Validitas Pretest ... L2 A.3 Validitas Posttest Tipe A ... L3 A.4 Validitas Posttest Tipe B ... L4 LAMPIRAN B
B.1 RPP ………. ... L11 B.2 Kisi-kisi Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran ………. ... L54 B.3 Lembar Aktivitas Siswa 1 ………. ... L57 B.4 Lembar Aktivitas Siswa 2 ………. ... L66 B.5 Lembar Aktivitas Siswa 3 ………. ... L76 B.6 Soal Pretest ………. ... L82 B.7 Soal Posttest Tipe A ………. ... L85 B.8 Soal Posttest Tipe B ………. ... L89 B.9 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran ... L93 LAMPIRAN C
C.1 Transkrip Video Pembelajaran ... L126 C.2 Deskripsi Jawaban Pretest dan Posttest Siswa ………. ... L159 C.3 Topik-topik Data ………. ... L255 C.4 Kategorisasi Data ………. ... L278 C.5 Sintesisasi Data ………. ... L286
(22)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang pendidikan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagaimana telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan didukung dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, pendidikan di Indonesia memiliki tujuan yang mendukung terciptanya kualitas SDM yang mumpuni. Oleh karena itu, kualitas pendidikan yang baik merupakan salah satu faktor terciptanya kualitas SDM yang baik pula.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan pada semua jenjang pendidikan dasar maupun menengah dilakukan pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang pada standar isi (UNIMED, 2012). Salah satu mata pelajaran yang harus mengalami peningkatan kualitas tersebut adalah matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari dalam setiap jenjang pendidikan. Dimulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini karena matematika merupakan ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Menurut NCTM (2000), dalam belajar matematika siswa dituntut untuk memiliki kemampuan pemahaman pemecahan masalah, komunikasi, dan koneksi matematis.
(23)
Standar isi mata pelajaran matematika yang termuat dalam PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Tujuan pendidikan matematika di sekolah dasar dan menengah di atas sesuai dengan aspek-aspek kemampuan literasi matematis. Kemampuan literasi matematis adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, sebagai alat untuk mendeskripsikan, menerangkan, dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian (OECD, 2003).
Literasi matematika sangat penting bagi semua orang terkait dengan pekerjaan maupun kegiatannya dalam kehidupan sehari-hari. Literasi matematis dibutuhkan tidak hanya sebatas pemahaman aritmatika, tetapi juga membutuhkan penalaran dan pemecahan masalah matematis, serta penguasaan penalaran logika untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, literasi matematis merupakan kemampuan yang sudah seharusnya dimiliki oleh seseorang agar mampu menghadapi segala permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Namun berdasarkan beberapa proyek penelitian dunia yang diikuti oleh Indonesia, salah satunya PISA (Program for International Student Assesment) masih menunjukkan hasil yang
(24)
belum memuaskan. PISA adalah studi tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) atau organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan. PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk di akhir tahun pendidikan dasar (siswa berusia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk menghadapi permasalahan sehari-hari. Penilaian dalam studi PISA meliputi literasi matematis, literasi membaca, dan literasi sains.
Kemampuan literasi matematis Indonesia pada PISA tahun 2000, 2003,2006, dan 2009 berturut-turut menempati posisi tujuh terbawah (Balitbang Kemendikbud, 2011). Sementara pada PISA tahun 2012 yang menempatkan matematika sebagai fokus utamanya, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara dengan skor rata-rata 375, sedangkan rata-rata skor internasional adalah 494 (The Guardian, 2013). Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan literasi matematis siswa adalah siswa tidak terbiasa menghadapi soal yang bersubstansi kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi, dan kreativitas dalam menyelesaikannya (Balitbang Kemendikbud, 2011).
Berdasarkan pemaparan di atas sudah seharusnya dilakukan perbaikan atas pembelajaran matematika, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan literasi matematis. Berkaitan dengan upaya meningkatkan kemampuan literasi matematika, Pemerintah bekerja sama dengan beberapa Universitas di Indonesia mengadakan suatu Kontes Literasi Matematika (KLM) yang salah satunya diadakan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
(25)
Salah satu sekolah yang berpartisipasi dalam KLM yang diadakan di Universitas Sanata Dharma adalah SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta telah mengikuti KLM di Universitas Sanata Dharma selama 3 tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2013, 2014, dan 2015 namun masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hasil observasi terhadap silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didesain oleh guru matematika di SMP Pangudi Luhur 1, silabus tersebut pada umumnya menyajikan instrumen pembelajaran yang substansinya kurang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari dan kurang memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses berpikir dan berargumentasi. Selain itu berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa siswa, mereka mengalami kesulitan dalam memahami dan menyusun langkah penyelesaian saat peneliti memberikan soal cerita terkait dengan kubus dan balok, berbeda ketika peneliti memberikan soal yang secara jelas dan menanyakan secara langsung hal yang menjadi pertanyaan tanpa memerlukan penalaran terhadap soal terlebih dahulu.
Salah satu model pembelajaran matematika yang dapat menimbulkan dampak positif terhadap kemampuan literasi matematis siswa dalam pemecahan masalah adalah Model Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) (Santika,dkk:2012). Keunggulan PMRI sebagaimana yang dikemukakan Wijaya (2012: 20) adalah menekankan learning by doing, sesuai dengan konsep dasar pembelajaran matematika realistik yang diutarakan Freudental (Van Den Heuvel-Panhuizenthe: 1998) yaitu “mathematics as a human activity” yang artinya matematika sebagai aktivitas manusia yang sebenarnya akrab dengan kegiatan
(26)
manusia sehari-hari. PMRI dalam mengukur kemampuan siswa menggunakan soal atau permasalahan yang dapat diangkat dari berbagai situasi sehingga menjadi sumber belajar.
Hal ini sejalan dengan cara mengukur kemampuan siswa dalam tes PISA. Penilaian dalam PISA menggunakan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan nyata. PISA mengacu pada filosofi, matematika bukanlah suatu ilmu yang terisolasi dari kehidupan manusia, melainkan matematika justru muncul dari dan berguna untuk kehidupan sehari-hari (Wijaya, 2012: 2). Hal ini sejalan dengan yang telah diungkapkan oleh Marpaung dan Hongki (2011) bahwa dalam PMRI, pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik dan di dalam PISA tes dimaksudkan untuk melihat kemampuan siswa menggunakan matematika yang dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan (kontekstual), dalam PMRI guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri sedangkan tujuan asesmen dalam PISA adalah untuk memberi feedback pada pembelajaran matematika di sekolah.
Dengan demikian, pembelajaran dengan PMRI memiliki hubungan erat dengan kemampuan literasi matematis siswa. Diterapkannya pembelajaran PMRI diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, sebagai alat untuk mendeskripsikan, menerangkan, dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian. Sehingga penerapan pembelajaran PMRI dapat
(27)
mengembangkan komponen-komponen yang dimiliki siswa dan dapat mendukung kemampuan literasi matematis siswa itu sendiri.
Dari beberapa alasan yang sudah disebutkan, maka PMRI tepat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa. Atas berbagai data dan pertimbangan di atas, maka diperlukan penelitian yang mengkaji tentang kemampuan literasi matematis siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan PMRI. Penelitian tersebut terangkai dengan judul “Profil Kemampuan Kemampuan Literasi Matematis Siswa Kelas VIII-F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) Pokok Bahasan Kubus dan Balok Tahun Ajaran 2015/2016”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan literasi matematis siswa di Indonesia khususnya peserta Kontes Literasi Matematika Universitas Sanata Dharma dari SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta tergolong masih rendah.
2. Substansi instrumen pembelajaran yang didesain oleh guru matematika SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta kurang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari dan kurang memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses berpikir dan beargumentasi.
(28)
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah sebelumnya, mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti serta agar penelitian yang dilakukan tidak melebar dari tujuan, peneliti memberikan pembatasan terhadap masalah yang akan diteliti. Batasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada profil kemampuan literasi matematis kelas VIIIF SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 dengan pembelajaran matematika melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Materi pada penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar dengan kompetensi dasar 3.2 yaitu menentukan luas permukaan dan volume kubus dan balok.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan materi kubus dan balok dengan pendekatan PMRI di kelas VIII F SMP Pangudi Luhur Yogyakarta?
2. Bagaimana kemampuan literasi matematis siswa kelas VIII F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI?
E. Tujuan Penelitian
(29)
1. Mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI pada siswa kelas VIII F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan kemampuan literasi matematis siswa siswa kelas VIII F SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta sebelum dan sesudah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI.
F. Batasan Istilah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Kemampuan
Kemampuan adalah kompetensi mendasar yang perlu dimiliki siswa yang mempelajari lingkup materi dalam suatu mata pelajaran pada jenjang tertentu.
2. Literasi matematis
Literasi matematis adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki oleh peserta didik untuk melakukan identifikasi permasalahan, menyusun serangkaian pertanyaan, merumuskan, memecahkan ,serta menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk di dalamnya bernalar secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika dalam menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena.
3. PISA (Program of International Student Assesment)
PISA (Program for International Student Assesment) adalah studi tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) atau organisasi untuk kerjasama
(30)
ekonomi dan pembangunan. PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana kemampuan literasi matematis, literasi membaca, dan literasi sains siswa yang duduk di akhir tahun pendidikan dasar (siswa berusia 15 tahun).
4. Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal sejak tahun 1970. Adaptasi dari RME di Indonesia diberi nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang dapat disingkat menjadi Pendidikan Matematika Realistik, dan secara operasional sering disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi matematisnya untuk meningkatkan pemahaman materi bangun ruang sisi datar.
2. Bagi Guru
a. Memberikan saran agar guru dapat mengembangkan berbagai variasi pendekatan dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
(31)
kemampuan literasi matematis siswa, salah satu alternatifnya adalah menggunakan pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
b. Dapat membantu guru dalam mengelola pembelajaran matematika di kelas sehingga lebih optimal.
3. Bagi Kepala Sekolah
a. Sebagai masukan bahwa penggunaan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika mungkin efektif dalam meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.
b. Sebagai wacana dalam memberikan motivasi kepada guru matematika dan bidang studi lainnya untuk mengembangkan proses pembelajaran agar lebih efektif.
4. Bagi Peneliti
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pendekatan pembelajaran matematika yang lebih efektif untu meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.
b. Memberikan motivasi dan informasi sebagai calon guru agar dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam mengajar matematika.
(32)
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri dari lima bab, sebagai berikut : Tabel 1.1 Sistematika Penulisan Penelitian
BAB I Pada bab I dipaparkan mengenai latar belakang yang memuat alasan dilakukannya penelitian ini, identifikasi masalah, batasan masalah,rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan istilah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Pada bab II dipaparkan mengenai landasan teori yang menjadi acuan selama penelitian dan kerangka berpikir.
BAB III Pada bab III dipaparkan mengenai jenis penelitian, metode penelitian, instrumen pengumpulan data serta metode atau teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian.
BAB IV Pada bab IV dipaparkan mengenai pelaksanaan penelitian, analisis data, pembahasan, dan keterbatasan penelitian.
BAB V Pada bab V ini memuat kesimpulan dan saran yang merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang menjawab dari rumusan masalah.
(33)
12 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dipaparkan teori-teori yang menjadi pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun hal-hal yang menjadi pembahasan antara lain kajian pustaka dan kerangka berpikir.
A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang mempunyai arti dapat atau bisa. Kemampuan juga disebut kompetensi (Zul, 2008: 134). Menurut Hamalik (2008:162) kemampuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut :
a) Kemampuan intrinsik adalah kemampuan yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa.
b) Kemampuan ekstrinsik adalah kemampuan yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.
Sedangkan menurut Uno (2007:23) hakikat kemampuan belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.
Dari beberapa pengertian kemampuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kompetensi mendasar yang perlu dimiliki siswa
(34)
yang mempelajari lingkup materi dalam suatu matapelajaran pada jenjang tertentu.
2. Literasi Matematis
Terdapat berbagai penjelasan tentang pengertian literasi matematika (mathematical literacy). Berikut ini merupakan beberapa definisi tentang literasi matematis :
a) Jan de Lange (OECD, 1999)
Literasi matematis adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi dan memahami peran-peran yang dimainkan oleh matematika di dunia nyata, untuk membuat pendapat-pendapat yang cukup beralasan, dan untuk menggunakan cara-cara yang ada di dalam matematika dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, seperti suatu kemampuan yang sifatnya membangun, menghubungkan, dan merefleksikan warga masyarakat.
b) Kusumah (2010)
Literasi matematis adalah kemampuan menyusun serangkaian pertanyaan (problem posing), merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada. c) OECD (2013)
“Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical
(35)
concepts, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognize the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizens.” (Literasi matematis adalah kemampuan seseorang dalam memodelkan, menerapkan, dan mengintepretasikan matematika dalam berbagai konteks. Literasi matematis melibatkan penalaran matematika dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memperkirakan suatu fenomena. Hal ini membantu seseorang dalam menerapkan matematika ke dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif).
Berdasarkan definisi-definisi literasi matematis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa literasi matematis adalah kecakapan yang dimiliki oleh peserta didik untuk melakukan identifikasi permasalahan, menyusun serangkaian pertanyaan, merumuskan, memecahkan, serta menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk di dalamnya bernalar secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika dalam menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena.
Dengan penguasaan literasi matematika, setiap individu akan dapat merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya.
(36)
Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstruktif.
Kemampuan literasi matematis yang dimiliki siswa dapat dilihat dari bagaimana cara siswa dalam menggunakan kemampuan dan keahlian matematika untuk menyelesaikan permasalahan. Permasalahan mungkin terjadi di berbagai macam situasi atau konteks yang berhubungan dengan tiap individu.
Menurut OECD (2010) setiap proses literasi matematika memiliki aktivitas-aktivitas yang bisa diketahui pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Proses Literasi dan Aktivitas Siswa (OECD, 2010)
Proses literasi Aktivitas Siswa
Memformulasikan situasi secara matematika
a) Mengidentifikasi aspek-aspek matematika dalam permasalahan yang terdapat pada situasi konteks nyata serta mengidentifikasi variabel yang penting.
b) Memahami struktur matematika dalam permasalahan atau situasi. c) Menyederhanakan situasi atau
masalah untuk menjadikannya mudah diterima dengan analisis matematika.
(37)
d) Mengidentifikasi hambatan dan asumsi dibalik model matematika dan menyederhanakannya. e) Merepresentasikan situasi secara
matematika dengan menggunakan variabel, simbol diagram dan model dasar yang sesuai.
f) Merepresentasikan permasalahan dengan cara yang berbeda
g) Memahami dan menjelaskan hubungan antara bahasa, simbol dan konteks sehingga dapat disajikan secara matematika h) Mengubah permasalahan menjadi
bahasa matematika atau model matematika
i) Memahami aspek-aspek permasalahan yang berhubungan dengan masalah yang telah diketahui, konsep matematika, fakta atau prosedur
j) Menggunakan teknologi untuk menggambarkan hubungan matematika sebagai bagian dari masalah konteks.
Menerapkan konsep, fakta, prosedur dan penalaran matematika
a) Merancang dan
mengimplementasikan strategi untuk menemukan solusi matematika.
(38)
b) Menggunakan alat dan teknologi matematika untuk membantu mendapatkan solusi yang tepat. c) Menerapkan fakta, aturan,
algoritma dan struktur matematika ketika mencari solusi.
d) Memanipulasi bilangan, grafik, data statistik, bentuk aljabar, informasi, persamaan, dan bentuk geometri.
e) Membuat diagram matematika, grafik, dan mengkonstruksi serta mengekstraksi informasi matematika.
f) Menggunakan dan berbagai macam situasi dalam proses menemukan solusi
g) Membuat generalisasi berdasarkan pada prosedur dan hasil matematika untuk mencari solusi
h) Merefleksikan pendapat matematika dan menjelaskan serta memberikan penguatan hasil matematika
Menginterpretasikan,
menggunakan dan mengevaluasi hasil matematika.
a) Menginterpretasikan kembali hasil matematika ke dalam masalah nyata.
b) Mengevaluasi alasan-alasan yang reasonable dari solusi
(39)
matematika ke dalam masalah nyata
c) Memahami bagaimana realita memberikan dampak terhadap hasil dan perhitungan dari prosedur atau model matematika dan bagaimana penerapan dari solusi yang didapatkan apakah sesuai dengan konteks perrmasalahan
d) Menjelaskan mengapa hasil matematika dapat atau tidak dapat sesuai dengan permasalahan konteks yang diberikan
e) Memahami perluasan dan batasan dari konsep dan solusi matematika
f) Mengkritik dan mengidentifikasi batasan dari model yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Literasi matematis terdiri dari 6 level (OECD,2013). Semakin tinggi level, maka semakin kompleks permasalahan yang disajikan. Keenam level tersebut disajikan dalam bentuk soal-soal PISA (Programme for International Student Assesment). Soal-soal PISA dijadikan soal untuk mengetahui kemampuan literasi matematis siswa karena PISA merupakan studi internasional yang berfokus pada kemampuan literasi matematis siswa yang berumur 15 tahun dimana soal-soal yang dibuat mengandung
(40)
proses-proses matematis yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi matematis dari siswa yang mengerjakan soal tersebut.
Adapun menurut OECD (2013), proses matematika yang menjadi dasar penilaian kemampuan literasi matematis siswa adalah:
1) Memodelkan soal ke bentuk matematika
2) Menerapkan konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran 3) Menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil yang diperoleh
Selain ketiga hal di atas, dalam PISA juga terdapat tujuh kemampuan dasar matematika yang menjadi pokok dalam proses literasi matematis (OECD,2013), antara lain :
1) Komunikasi
Literasi matematis melibatkan proses komunikasi sebab dalam proses pemecahan masalah, siswa perlu mengutarakan atau mengemukakan gagasan ketika melakukan penalaran terhadap soal maupun langkah-langkah penyelesaian, selain itu siswa juga perlu menjelaskan hasil pemikiran atau gagasannya kepada orang lain agar orang lain juga dapat memahami hasil pemikirannya.
2) Matematisasi
Kemampuan literasi matematis juga melibatkan kemampuan dalam matematisasi, yakni kemampuan dalam menerjemahkan bahasa sehari-hari ke dalam bentuk matematika, baik berupa konsep, struktur, membuat asusmsi atau memodelkan.
(41)
Kemampuan representasi disini adalah kemampuan dalam merepresentasikan objek-objek matematika seperti grafik, tabel, diagram, gambar, persamaan, rumus, dan bentuk-bentuk konkret lainnya.
4) Penalaran dan argumen
Kemampuan penalaran dan argumen adalah akar dari proses berpikir logis yang dikembangkan untuk menemukan suatu kesimpulan yang dapat memberikan pembenaran terhadap solusi suatu permasalahan.
5) Merancang strategi untuk memecahkan masalah
Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
6) Penggunaan simbol, bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi Kemampuan ini melibatkan pemahaman, penafsiran, kemampuan memanipulasi suatu konteks matematika yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan terkait matematika. 7) Penggunaan alat matematika
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk mampu menggunakan berbagai macam alat yang dapat membantu proses matematisasi, dan mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut.
(42)
Berdasarkan uraian tentang 3 proses matematika yang menjadi dasar penilaian kemampuan literasi matematis dan 7 kemampuan dasar matematika dalam literasi matematis, maka berikut hubungan antara keduanya :
Tabel 2.2
Hubungan antara Proses Matematika dengan Kemampuan Dasar Matematika (OECD, 2013) Memodelkan soal ke bentuk matematika Menerapkan konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran Menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil yang diperoleh
Komunikasi Membaca, membaca sandi, dan dapat mengerti terhadap pernyataan, pertanyaan, objek, gambar, atau amunisi yang
diberikan.
Mengutarakan sebuah solusi, menunjukkan hasil kerjanya dalam menemukan solusi.
Merancang dan memberikan
penjelasan serta alasan terkait penyelesaian yang diberikan.
(43)
Matematisa-si
Mengidentifik asi pokok variabel matematika dari permasalahan yang diberikan. Menggunakan pemahaman akan konteks yang mengarah pada penyelesaian
masalah.
Memahami tingkat
dan batas
konsekuensi terhadap model matematika yang dikerjakan.
Representasi Membuat sebuah representasi matematika dari bahasa sehari-hari.
Membuat
pengertian, relasi, dan menggunakan beragam
representasi ketika menyelesaikan masalah.
Mengintepretasikan hasil matematika ke dalam sebuah variasi format yang terkait dengan permasalahan. Penalaran dan argument Menjelaskan, mempertahank an, atau memberikan sebuah kebenaran untuk diidentifikasi atau merancang representasi sebuah permasalahan. Menyambungkan beberapa informasi yang mengarah kepada penyelesaian matematika.
Menggambarkan solusi matematika dan membuat penjelasan serta alasan yang mendukung,
menyanggah, atau mengisyaratkan sebuah permasalahan matematika ke bentuk masalah kontekstual.
Merancang strategi
Memilih atau merancang
Mengaktifkan mekanisme kontrol
Merancang dan mengimpelementasik
(44)
untuk memecah-kan masalah
sebuah strategi dalam
mematematisa si sebuah masalah
kontekstual.
yang efektif dan berkelanjutan di seluruh prosedur yang mengarah pada solusi matematika, kesimpulan, dan generalisasi.
an strategi dalam rangka menafsirkan, mengevaluasi, dan memvalidasi sebuah solusi matematika ke dalam masalah kontekstual. Penggunaan simbol, bahasa formal dan teknis, dan penggunaan operasi Menggunakan variabel, simbol,
diagram, dan model standar yang tepat dalam
merepresentasi kan masalah yang
menggunakan bahasa formal.
Memahami dan memanfaatkan bentuk dasar definisi, aturan dan bentuk sistem sebaik menggunakan algoritma.
Memahami hubungan antara konteks masalah dan representasi dari solusi matematika. Penggunaan alat matematika Menggunakan alat matematika untuk mengenali struktur atau untuk
menggambark an hubungan matematika.
Mengetahui dengan tepat menggunakan variasi alat yang dapat membantu dalam
mengimplementasik an proses dan prosedur untuk menemukan solusi matematika.
Menggunakan alat matematika untuk memastikan
kebenaran dari solusi matematika yang diberikan.
(45)
3. Program of International Student Assesment (PISA)
PISA adalah suatu program internasional yang disponsori oleh OECD (Organization for Economic Coorporation and Development) yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi matematis, literasi bahasa, dan literasi sains siswa yang berumur sekitar 15 tahun. Literasi matematis adalah kecakapan individu untuk mengidentifikasi, mengerti peranan matematika di dunia ini, membuat penilaian yang akurat, menggunakan dan melibatkan matematika dengan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan individu sebagai warga negara yang reflektif, konstruktif, dan berbakti(OECD,2003).
PISA berdiri tahun 2000 dan diadakan tiap tiga tahun sekali, Indonesia adalah salah satu negara yang berpartisipasi dari awal terbentuknya PISA. Salah satu yang menjadi fokus evaluasi dalam PISA adalah literasi matematis (mathematics literacy). Tujuan dari tes literasi matematis dari PISA adalah mengukur bagaimana siswa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk menyelesaikan sekumpulan masalah dalam berbagai konteks nyata. Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, para siswa harus mengerahkan sejumlah kompetensi matematikanya.
Menurut Jan de Lange dalam Ariyadi Wijaya (2012), literasi matematis adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi dan memahami peran-peran yang dimainkan oleh matematika di dunia nyata, untuk membuat pendapat-pendapat yang cukup
(46)
beralasan, dan untuk menggunakan cara-cara yang ada di dalam matematika dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, seperti suatu kemampuan yang sifatnya membangun, menghubungkan, dan merefleksikan warga masyarakat. Definisi literasi matematis tersebut dikembangkan oleh kelompok ahli untuk matematika dalam PISA.
Jan de Lange dalam Marpaung dan Hongki (2012) mengklasifikasikan kompetensi-kompetensi yang akan membentuk literasi matematis seperti yang dideskripsikan di atas sebagai berikut :
a) Kompetensi berpikir dan beralasan secara matematis.
1) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang karakteristik-karakteristik matematika, seperti apakah hal tersebut ada? Jika demikian, berapa banyak? Bagaimana kita membuktikannya? 2) Mengetahui macam-macam jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
matematika.
3) Membedakan antara jenis-jenis pernyataan yang berbeda, yaitu definisi,teorema, konjektur, hpotesis, contoh-contoh, dan pernyataan bersyarat.
4) Memahami dan memegang keluasan dan keterbatasan konsep-konsep matematika.
(47)
1) Mengetahui apa yang dibuktikan secara matematis dan bagaimana pembuktian tersebut berbeda dari pembuktian-pembuktian secara matematis yang lainnya.
2) Mengikuti dan menilai rangkaian argumen-argumen secara matematis dari tipe-tipe yang berbeda.
3) Memiliki suatu perasaan yang heuristik, yaitu apa yang dapat terjadi, apa yang tidak dapat terjadi, dan mengapa.
4) Membuat argumen-argumen secara matematis. c) Berkomunikasi secara matematis.
1) Mengekspresikan ide-ide dalam komponen-komponen matematika dengan berbagai cara, dalam bentuk lisan sama baiknya dengan dalam bentuk tertulis.
2) Memahami pernyataan-pernyataan lisan dan tertulis yang dibuat oleh orang lain.
3) Mengetahui tentang dan dapat menggunakan berbagai bantuan dan alat-alat (termasuk di dalamnya alat-alat teknologi informasi) yang dapat membantu terjadinya kegiatan matematika.
4) Mengetahui tentang keterbatasan berbagai bantuan dan alat. d) Kompetensi dalam memodelkan.
1) Menstrukturkan lapangan atau situasi yang akan dimodelkan. 2) Matematisasi, yaitu menterjemahkan realitas ke matematika.
(48)
3) Dematematisasi, yaitu mengintepretasikan model-model matematika ke i realistas.
4) Memodelkan (bekerja dalam domain matematika). 5) Memvalidasi model.
6) Merefleksikan, menganalisis, dan memberikan kritik terhadap model-model, dan hasil-hasil model.
7) Mengkomunikasikan model dan hasil-hasilnya (termasuk keterbatasan hasil dari model).
8) Memonitor dan mengontrol proses pemodelan. e) Kompetensi mengajukan dan menyelesaikan masalah.
1) Mengajukan, memformulasikan, dan membuat masalah-masalah matematika yang berbeda-beda jenis secara tepat, misal: masalah matematika murni, aplikasi, terbuka, dan tertutup.
2) Menyelesaikan berbagai macam masalah matematika dengan cara yang berbeda-beda.
f) Kompetensi merepresentasi ide.
1) Memahami, menginterpretasikan, dan membedakan bentuk-bentuk representasi yang berbeda dari objek-objek dan situasi-situasi matematika, dan memahami hubungan timbal balik antar berbagai bentuk representasi.
2) Memilih dan mengubah bentuk-bentuk representasi yang berbeda menurut situasi dan tujuan.
(49)
1) Memahami dan menginterpretasikan bahasa simbolik dan formal dan memahami hubungannya dengan bahasa yang biasa dipakai.
2) Menterjemahkan dari bahasa yang digunakan sehari-hari ke bahasa simbolik atau formal.
3) Memahani pernyataan-pernyataan dan ekspresi-ekspresi yang memuat simbol-simbol dan rumus-rumus.
4) Menggunakan variabel, menyelesaikan persamaan, dan melakukan perhitungan.
Pada The PISA 2003 Assesment Framework, literasi matematis dibagi dalam beberapa dimensi sebagai berikut (Sugiman, 2008) :
1) Dimensi isi yang meliputi: (a) ruang dan bentuk (space and shape), (b) perubahan dan relasi (change and relationship), (c) kuantitas (quantity), dan (d) ketidakpastian (uncertainty)
2) Dimensi proses meliputi: (a) reproduksi definisi dan komputasi, (b) koneksi dan terintegrasi untuk pemecahan masalah, dan (c) refleksi terhadap berpikir matematis, generalisasi, dan pengertian.
3) Dimensi situasi/konteks meliputi: (a) personal, (b) pendidikan dan pekerjaan, (c) masyarakat, dan (d) sains atau intra-matematika Berdasarkan ketiga dimensi tersebut, maka soal-soal literasi matematis yang dibuat oleh PISA memiliki enam level atau enam tingkatan, dimana tiap tingkatannya menggambarkan kemampuan literasi yang dimiliki oleh siswa.
(50)
Tabel 2.3 Level dalam PISA
(OECD, 2010)
Aktivitas Siswa
Level 6 1. Siswa dapat melakukan konseptualisasi, generalisasi dan menggunakan informasi berdasarkan pada investegasi dan modeling pada situasi permasalahan yang kompleks. 2. Siswa dapat menghubungkan sumber
informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya.
3. Siswa mampu berpikir dan bernalar secara matematika.
4. Siswa dapat menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru dalam menghadapi situasi yang baru. 5. Siswa dapat merumuskan dan
mengkomunikasikan dengan tepat tindakannya dan merefleksikan dengan mempertimbangkan temuannya, interpretasinya, pendapatnya, dan ketepatan pada situasi yang nyata.
Level 5 1. Siswa dapat mengembangkan dan bekerja dengan model pada situasi yang komplek, mengidentifikasi kendala dan menjelaskan dengan tepat dugaan-dugaan.
(51)
2. Siswa memilih, membandingkan dan mengevaluasi strategi penyelesaian masalah yang sesuai ketika berhadapan dengan situasi yang rumit yang berhubungan dengan model tersebut.
3. Siswa bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan ketrampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi.Siswa dapat melakukan refleksi dari apa yang mereka kerjakan dan mengkomunikasikan interpretasi dan penelarannya.
Level 4 1. Siswa dapat bekerja secara efektif dengan model yang tersirat dalam situasi yang konkret tetapi komplek yang terdapat hambatan-hambatan atau membuat asumsi-asumsi.
2. Siswa dapat memilih dan mengabungkan representasi yang berbeda termasuk menyimbolkannya dan menghubungkannya dengan situasi nyata.
3. Siswa dapat menggunakan perkembangan ketrampilan yang baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks.
4. Siswa dapat membangun dan mengkomunikasikan penjelasan dan pendapatnya berdasarkan pada interpretasi, hasil dan tindakan.
(52)
Level 3 1. Siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan.Siswa dapat memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. 2. Siswa dapat menginterpretasikan dan
menggunakan representasi berdasarkan pada sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya secara langsung dari yang didapat.
3. Siswa dapat mengembangkan komunikasi sederhana melalui hasil, interpretasi dan penalaran mereka.
Level 2 1. Siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan penarikan kesimpulan secara langsung.
2. Siswa dapat memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan penarikan kesimpulan yang tunggal.
3. Siswa dapat menerapkan algoritma dasar, memformulasikan, menggunakan, melaksanakan prosedur atau ketentuan-ketentuan yang dasar.
4. Siswa dapat memberikan alasan secara langsung dan melakukan penafsiran secara harafiah dari hasil.
Level 1 1. Siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dimana informasi yang
(53)
relevan telah tersedia dan pertanyaan telah diberikan dengan jelas.
2. Siswa dapat mengidentifikasikan informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi langsung pada situasi yang eksplisit.
3. Siswa dapat melakukan tindakan secara mudah sesuai dengan stimulus yang diberikan
4. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal sejak tahun 1970. Penggunaan kata “realistik” berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren”
yang berarti “untuk dibayangkan” atau “to imagine” (Van den Heuvel -Panhuizen dalam Ariyadi Wijaya, 2012 : 20). Menurut Van den Heuvel-Panhuizen, penggunaan kata “realistik” tidak sekedar menunjukkan bahwa pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik terkait dengan dunia nyata, tetapi lebih berfokus pada penggunaan suatu situasi yang dapat dibayangkan (imagineable) oleh siswa.
Adaptasi dari RME di Indonesia diberi nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang dapat disingkat menjadi Pendidikan Matematika Realistik, dan secara operasional sering disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Pendidikan Matematika Realistik di Indonesia bertumpu pada realitas dalam kehidupan sehari-hari yang selaras
(54)
dengan kondisi budaya, geografi, dan kehidupan masyarakat Indonesia (Suryanto,dkk, 2010 : 37). Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI adalah konstruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya. Menurut Zulkardi (2000), PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang “real” bagi siswa, menekankan keterampilan “process of doing mathematics”, berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga menemukan sendiri pemahaman dan pengertian dari konsep tersebut dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Menurut Gravemeijer (1997:27-31), Realistic Mathematic Education (RME) memiliki tiga prinsip utama, yaitu:
a) Penemuan Kembali Secara terbimbing (Guided Reinvention) dengan Matematisasi Progresif (Progressive Mathematizing)
Prinsip Guided Reinvention menekankan pada “penemuan kembali” secara terbimbing. Di awal pembelajaran, siswa diberi kesempatan untuk merasakan situasi kontekstual dan realistik (yang tentunya dapat dibayangkan dan dipahami siswa), dari permasalahan matematis tersebut, setiap siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep atau ide-ide matematis. Pemberian bimbingan
(55)
dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Jadi di awal pembelajaran guru tidak memulai dengan pemberian konsep, prinsip, dan prosedur dalam matematika yang diikuti dengan contoh-contoh serta penerapannya, tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual dan realistik yang dapat dibayangkan dan dipahami oleh siswa karena diambil dari dunia siswa atau dari pengalaman siswa. Dari permasalahan tersebut baru siswa menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat matematis, teorema, prosedur penyelesaian dan sebagainya, meskipun pengungkapannya masih dalam bahasa informal (non matematis). Hal ini menunjukkan kesesuaian prinsip RME dengan teori konstruktivisme yang diungkapkan oleh Jean Piaget bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari seorang kepada orang lain tanpa aktivitas yang dilakukan sendiri oleh orang yang akan memperoleh pengetahuan tersebut.
Matematisasi Progresif (Progressive Mathematizing) menekankan pada matematisasi atau proses pematimatikaan, yang dapat diartikan sebagai upaya yang mengarah ke pemikiran matematis. Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari masalah kontekstual yang diberikan dan berakhir pada matematika yang formal (simbol-simbol). Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran dari matematika formal ke matematika yang lebih luas, atau lebih tinggi, atau
(56)
rumit , misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika.
Seperti yang dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi.
b) Fenomenologi Didaktis (Didactical Phenomenology)
Prinsip ini menekankan pada fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa. Masalah kontekstual dipilih dengan mempertimbangkan (i) aspek bentuk aplikasi yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya dengan proses matematika progresif dalam proses penemuan kembali secara terbimbing. Jadi tujuan dari prinsip ini adalah untuk menemukan fenomena yang berupa masalah pada situasi yang spesifik yang dapat digunakan untuk mengawali pembelajaran matematika yang realistik sehingga proses matematisasi yang terdiri dari matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal dapat tercapai.
Hal ini akan menimbulkan learning trajektory (lintasan belajar) yang mengarah pada tujuan pembelajaran yang diterapkan. Tujuan pembelajaran disini bukanlah untuk menemukan konsep,rumus, atau banyaknya soal yang berhasil dikerjakan oleh siswa, namun lebih pada pengalaman belajar yang bermakna atau proses yang bermakna. Bisa
(57)
saja lintasan belajar antara siswa yang satu dengan yang lainnya berbeda namun akan berakhir pada tujuan yang sama.
c) Mengembangkan Model Sendiri (Emergent Model)
Prinsip ini menunjukkan adanya “jembatan” dari penalaran matematika informal ke formal yang berupa model (from informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between informal knowledge and formal mathematics) (Gravemeijer 1997: 29). Mengembangkan model disini berarti siswa dalam pembelajaran matematika realistik yang diawali dengan masalah-masalah kontekstual, mengembangkan model-model sendiri untuk menuju pada proses matematika yang lebih formal. Model yang dirancang mungkin masih sederhana dan masih familiar dengan situasi yang biasa dihadapi siswa (masih bersifat kontekstual). Model ini disebut model of dan sifatnya masih dapat disebut matematika informal. Selanjutnya, melalui proses generalisasi atau formalisasi, siswa dapat mengembangkan model yang lebih umum, yang mengarah ke matematika formal. Model tahap kedua yang memiliki sifat umum ini disebut model for. Dua jenis proses tersebut sesuai dengan dua jenis matematisasi yang juga berurutan, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, yang memungkinkan siswa untuk menemukan konsep dan penyelesaian masalah dengan caranya sendiri.
(58)
Menurut Gravemeijer, perubahan ‘model of’menjadi ‘model for’ dapat disajikan dalam tingkatan-tingkatan seperti pada gambar di bawah.
Gambar 2.1 Prinsip PMRI
Treffers (1987) dalam Wijaya (2012,21-23) merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu :
a) Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal itu bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif dalam kegiatan eksplorasi. Hasil eksplorasi tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan jawaban akhir dari suatu permasalahan matematika, namun juga berbagai strategi dan alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga kemampuan penalaran siswa juga dapat berkembang. Manfaat
(59)
lain dari penggunaan konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika (Kaiser dalam De Lange, 1987).
b) Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam RME, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Hal yang harus dipahami dari kata “model” adalah bahwa “model” tidak merujuk pada alat peraga. “Model” merupakan suatu alat “vertikal” dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal.
c) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam RME siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya akan digunakan sebagai landasan pengembangan konsep matematika.
(60)
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi semakin singkat dan bermakna apabila siswa mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
e) Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan pada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. RME menempatkan prinsip keterkaitan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan).
Dari prinsip dan beberapa karakteristik RME yang dikemukakan di atas, tim PMRI USD, menginterpretasi dan mengembangkannya dalam kondisi sosial dan budaya Indonesia, menjabarkannya dan mencoba mempraktikkannya di sekolah mitra. Berikut adalah karakteristik PMRI menurut Marpaung (2009) :
a) Siswa dan guru aktif dalam pembelajaran (Matematika sebagai aktivitas manusia).
(61)
b) Pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual atau realistik.
c) Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah yang diberikan guru dengan cara sendiri.
d) Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (menggunakan pendekatan SANI : santun, terbuka, dan komunikatif) . e) Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa
dan siswa, juga antara siswa dan guru.
f) Ada keterkaitan antar materi yang diajarkan (prinsip intertwinment). g) Pembelajaran berpusat pada siswa (prinsip tut wuri handayani). h) Guru bertindak sebagai fasilitator (proses pembelajaran bervariasi). i) Guru menghargai keberanian siswa ketika mengutarakan pendapatnya. j) Jika siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah maka guru bukan memarahi melainkan membantu melalui pertanyaan-pertanyaan terbimbing (praktik budaya tepa selira dan memanusiakan manusia).
Robert S., Hoogland K. & Dolk M. (2010 : 160) juga menyebutkan PMRI Charactheristics (Karakteristik PMRI), antara lain:
a) Use of context for phenomenologist exploration
(Penggunaan konteks untuk mengeksplorasi fenomena) b) Use of models for mathematical concepts construction
(Penggunaan model untuk mengkonstruksi konsep matematika) c) Use of student’s creations and contribution
(62)
(Penggunaan kreativitas dan kontribusi siswa)
d) Student activity and interactivity in the learning process (Interaktivitas siswa)
e) Intertwining mathematics concepts, aspects, and units (Keterkaitan aspek, unit, dan konsep matematika)
f) Use of typical characteristics of Indonesian nature and culture (Penggunaan ciri khas alam dan budaya Indonesia)
Dari pendapat Treffers, Robert,dkk., dan Marpaung, dapat ditarik garis besar mengenai karakteristik PMRI sebagai berikut :
a) Menggunakan konteks dengan mengawali pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual kepada siswa untuk mengeksplorasi suatu fenomena (phenomenologist exploration).
b) Menggunakan model untuk mengonstruksi konsep matematika (mathematical concept construction).
c) Menggunakan kreasi dan kontribusi siswa (student’s creations and contribution) sehingga memunculkan kreativitas siswa.
d) Menggunakan format interaktif dengan membuat aktivitas siswa dalam pembelajaran agar siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna dan siswa dapat berinteraksi baik interaksi dengan guru maupun dengan siswa lain (student activity and interactivity in the learning process)
(63)
sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan siswa menjadi aktif.
e) Memanfaatkan keterkaitan baik antara satu topik matematika dengan topik matematika lainnya, maupun dengan topik selain matematika misalnya dengan biologi, fisika, dan sebagainya (intertwining mathematics concepts,aspects, and units).
f) Menggunakan ciri khas alam dan budaya Indonesia ( Use of typical characteristics of Indonesian nature and culture) sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan tidak asing bagi siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan karakteristik PMRI sebagai berikut :
a) Menggunakan konteks
Dengan menggunakan masalah kontekstual di awal pembelajaran dan memanfaatkan alat peraga siswa diharapkan dapat mengenal bangun ruang kubus dan balok, dapat menyebutkan benda berbentuk kubus dan balok yang ada di kehidupan sehari-hari dan menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok.
b) Menggunakan model
Dengan menggunakan model dalam pemecahan masalah berkaitan dengan kubus dan balok, siswa diharapkan dapat membayangkan dan memahami masalah yang harus dipecahkan.
(64)
Dengan memperhatikan kontribusi siswa, diharapkan muncul alternatif-alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kubus dan balok sehingga siswa tidak akan bergantung pada satu cara atau strategi pemecahan masalah.
d) Menggunakan format interaktif
Siswa dikelompokkan dengan harapan agar siswa saling berkomunikasi, bernegosiasi, dan berdiskusi sehingga akan tercipta suasana dimana jika ada siswa yang belum memahami materi, maka ia akan bertanya pada siswa yang lebih paham. Selain itu juga diharapkan akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa apabila siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi atau untuk mengonfirmasi pemahamannya.
e) Intertwinning (Memanfaatkan Keterkaitan)
Siswa diberikan suatu permasalahan yang terkait dengan konsep matematika lain agar siswa melihat bahwa konsep yang sedang dipelajari memiliki keterkaitan dengan konsep yang lain sehingga nantinya siswa akan mengenal lebih dari satu konsep matematika.
Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI di bawah ini (Suryanto,dkk : 2010 :50) :
a) Persiapan kelas
1) Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa,LKS, alat peraga, dan sebagainya.
(65)
2) Pengelompokan siswa, jika perlu (sesuai dengan rencana).
3) Penyampaian tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai, serta cara belajar yang akan disepakati hari itu. b) Kegiatan pembelajaran
1) Siswa diberi masalah kontekstual atau soal cerita (secara lisan atau tertulis). Masalah tersebut untuk dipahami siswa.
2) Siswa yang belum dapat memahami masalah (soal) diberi penjelasan singkat dan seperlunya. Penjelasan diberikan secara individual atau secara kelompok, tergantung kondisinya (tetapi penjelasan itu tidak menunjukkan penyelesaian, meskipun boleh memuat pertanyaan untuk membantu siswa memahami masalahnya, atau untuk memancing reaksi ke arah yang benar).
3) Siswa, secara individual maupun kelompok, mengerjakan soal atau memecahkan masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri (waktu mengerjakan tugas harus cukup).
4) Jika dalam waktu yang dipandang cukup, belum ada satupun siswa yang dapat menemukan cara pemecahan, guru memberikan bimbingan atau petunjuk seperlunya atau mengajukan pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa gambar maupun bentuk lain.
5) Setelah waktu yang disediakan habis, beberapa siswa atau wakil dari kelompok menyampaikan hasil kerja atau pemikirannya.
(66)
6) Siswa ditawari untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai penyelesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila untuk satu soal terdapat lebih dari satu cara penyelesaian, maka perlu diungkap semua.
7) Guru mengarahkan atau membimbing siswa untuk membuat kesepakatan kelas tentang penyelesaian yang dianggap paling tepat. Dalam proses ini dapat terjadi negosiasi. Guru perlu memberikan penekanan terhadap penyelesaian yang dipilih.
8) Bila masih tidak ada penyelesaian yang benar, guru meminta siswa untuk memikirkan cara atau strategi yang lain.
Marpaung dan Hongki (2012) mengungkapkan ada banyak alasan mengapa PMRI dapat sejalan dengan PISA, antara lain:
a) Dalam PMRI, pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik dan hal ini sesuai dengan tujuan tes dalam PISA yang dimaksudkan untuk melihat kemampuan siswa menggunakan matematika yang dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan (kontekstual) b) Dalam PMRI, guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan
masalah dengan cara sendiri dan hal ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam PISA adalah untuk memberi feedback pada pembelajaran matematika di sekolah.
(1)
4. Siswa mampu memberikan
penafsiran harafiah F3 F2 F3 F2 F3 F1 F3 F2 F2 F2 F2 F2 F2 F2 F3 F2
F1 = 1 F2 =10 F3 = 5
G1 G1 G1 G2 G1 G1 G1 G1 G1 G1 G2 G2 G1 G2 G1 G1
G1 =11 G2 = 5 G3 =0
Keterangan pada indikator 1 :
A1 : Siswa menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan dengan lengkap dan tepat
A2 : Siswa menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan dengan kurang lengkap atau kurang tepat A3 : Siswa tidak menuliskan hal yang diketahui dan ditanyakan
Keterangan pada indikator 2 :
B1 : Siswa menulis dan menggunakan rumus dengan tepat
B2 : Siswa menulis dan menggunakan rumus dengan kurang tepat B3 : Siswa tidak menuliskan dan menggunakan rumus
(2)
Keterangan pada indikator 3 :
C1 : Siswa menggunakan strategi penyelesaian dengan tepat
C2 : Siswa menggunakan strategi penyelesaian dengan kurang tepat C3 : Siswa tidak menggunakan strategi penyelesaian
D1 : Siswa menggunakan satuan yang tepat dan lengkap
D2 : Siswa menggunakan satuan yang kurang tepat atau kurang lengkap D3 : Siswa tidak menuliskan satuan
E1 : Siswa melakukan perhitungan dengan tepat E2 : Siswa melakukan perhitungan dengan tidak tepat E3 : Siswa tidak melakukan perhitungan
Keterangan pada indikator 4 :
F1 : Siswa melakukan analisa dengan tepat F2 : Siswa melakukan analisa dengan kurang tepat F3 : Siswa tidak melakukan analisa
G1 : Siswa melakukan penarikan kesimpulan dengan tepat G2 : Siswa melakukan penarikan kesimpulan dengan kurang tepat G3 : Siswa tidak melakukan penarikan kesimpulan
(3)
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 1 (Level 2)
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 2 (Level 2)
Kemampuan Literasi Matematis
A n P
R1 11 36 30, 55 %
R2 14 36 38, 88 %
R3 6 36 16, 66 %
R4 0 36 0 %
R5 5 36 13, 88 %
TR 0 36 0 %
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Pretest Nomor 3 (Level 3)
Kemampuan Literasi Matematis
A n P
R1 4 35 11, 42 %
R2 3 35 8, 57 %
R3 4 35 11, 42 %
R4 13 35 37, 14 %
R5 11 35 31, 42 %
TR 0 35 0 %
Kemampuan
Literasi Matematis A n P
R1 11 36 30, 55 %
R2 9 36 25 %
R3 8 36 22, 22 %
R4 3 36 8, 33 %
R5 3 36 8, 33 %
(4)
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 1 (Level 2)
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 2 (Level 2)
Kemampuan Literasi Matematis
A n P
R1 5 36 13, 88 %
R2 1 36 2, 77 %
R3 8 36 22, 22 %
R4 8 36 22, 22 %
R5 0 36 0 %
TR 14 36 38, 88 %
Kemampuan Literasi Matematis
Tipe A Tipe B
A n P A n P
R1 2 18 11, 11 % 3 18 16,66 %
R2 1 18 5, 55 % 5 18 27,77 %
R3 2 18 11, 11 % 2 18 11,11 %
R4 3 18 16, 66 % 0 18 0 %
R5 3 18 16, 66 % 2 18 11,11 %
(5)
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 3 (Level 3)
Kemampuan Literasi Matematis
Tipe A Tipe B
A n P A n P
R1 1 18 5, 55 % 2 18 11,11%
R2 5 18 27, 77 % 4 18 22,22%
R3 10 18 55, 55 % 2 18 11,11%
R4 0 18 0 % 0 18 0%
R5 1 18 5, 55 % 1 18 5,55%
TR 1 18 5, 55 % 9 18 50%
Tabel 4. Presentase Banyak Siswa pada Setiap Indikator Kemampuan Literasi Matematis Soal Posttest A dan B Nomor 4 (Level 3)
Kemampuan Literasi Matematis
Tipe A Tipe B
A n P A n P
R1 4 18 22,22 % 1 16 6,25%
R2 1 18 5,55% 3 16 18,75%
R3 1 18 5,55% 8 16 50%
R4 5 18 27,22% 2 16 12,50%
R5 1 18 5,55% 2 16 12,50%
(6)
Keterangan Kemampuan Literasi Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Level 2 dan Level 3 :
R1 : Siswa mampu memberikan jawaban dan langkah-langkah yang tepat
R2 : Siswa mampu memberikan jawaban yang benar namun terdapat langkah yang kurang tepat
R3 : Siswa mampu memberikan jawaban yang benar namun sebagian besar langkah salah
R4 : Siswa tidak mampu memberikan jawaban yang benar namun terdapat sebagian besar langkah-langkah yang benar
R5 : Siswa tidak mampu memberikan jawaban yang benar dan hanya terdapat sebagian kecil langkah-langkah yang benar
TR : Siswa tidak mampu memberikan jawaban yang benar dan menggunakan langkah-langkah yang salah atau tidak ada jawaban