“hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan
saya termasuk orang-orang yang berserah diri kepada Allah. Yunus: 90
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam
siksa yang menghinakan.” Saba’: 14
H. Panjang Pendek Cerita
Cerita Al-Qur’an pada umumnya disampaikan secara singkat, bahkan tidak jarang sangat singkat, tetapi padat makna. Ini karena tujuan pemaparan cerita
bukanlah sebagai bacaan hiburan, tetapi lebih sebagai penyampai pelajaran atau ibrah yang terkandung di dalamnya. Penekanan pada ibrah inilah yang membuat
hal-hal yang tidak mendukung tujuan itu tidak perlu dirinci atau dijabarkan secara panjang lebar. Sebagai contoh, dalam cerita Nabi Nuh tidak ditemukan rincian
mengenai besar kapal yang dibuat, karena tujuan dari pemaparan cerita itu adalah untuk menjelaskan bahwa orang yang ingkar terhadap Allah akan
ditenggelamkan; bukan pembuatan kapal itu sendiri. Ini agak berbeda dengan Taurat yang memberikan keterangan panjang
lebar tentang ukuran kapal Nabi Nuh. Dalam kitab kejadian disebutkan. “Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kau buat
berpetak-petak dan harus kau tutup dengan pangkal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat kapal itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima
puluh hasta lebarnya, dan tiga puluh hasta tingginya. Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah
pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas.”
Menurut Al-Qur’an, hal-hal teknis semacam itu tidak lebih penting dibandingkan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
35
Mengenai panjang pendek cerita, cerita tentang Qarun di dalam Al-Qur’an termasuk cerita yang dalam penyebutannya pendek. Karena hanya terdapat dalam
surat Al-Qashash dari ayat 76-81, di mana tidak ada pengulangan cerita
35
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kisah Para Nabi Pra Ibrahim dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012, h. 8.
setelahnya, kecuali hanya penyebutan nama Qarun pada surat Al-Ankabut ayat 39-40 dan surat Al-Mu’min ayat 24 seperti yang sudah dipaparkan pada
pembahasan sebelumnya.
Diceritakan Qarun ialah kaum nabi Musa yang kaya raya tanpa diceritakan bagaimana proses ia mengumpulkan kekayaan tersebut, namun
bersikap sombong dengan kekayaannya tersebut. Kemudian ada kaumnya yang berkata kepadanya, mengingatkan untuk tidak berbuat sombong. Namun
peringatan itu malah dijawab dengan ungkapan bahwa kekayaannya merupakan hasil dari jerih payahnya sendiri. Hingga akhirnya ia keluar dari istananya dengan
segala kemewahannya, menunjukkannya kepada kaumnya, yang mana hal ini membuat kaumnya terbagi dua. Yang menginginkan kekayaan sama sepertinya,
dan yang menganggap bahwa pahala dan keridhaan dari Allah lebih baik. Dan kemudian akibat dari sifat sombongnya itu Allah mengazabnya dengan
menenggelamkan dirinya beserta seluruh harta bendanya ke dalam perut bumi. Yang mana ini merupakan pelajaran bagi umat manusia bahwa akibat perbuatan
sombong ialah seperti itu. Tidak ada yang mampu menolongnya. Ini tentu berbeda dengan cerita Nabi Musa, di mana sejak lahirnya Musa
hingga terhentinya Musa dengan kaumnya di depan Tanah Suci semua diceritakan dengan jelas. Kenapa di dalam Al-Qur’an disebutkan semua episode kehidupan
Nabi Musa? Sebab, setiap episode itu memiliki maksud tujuan keagamaan. Lagi pula kalau memang tidak ada kaitannya dengan hikmah-hikmah
keagamaan, untuk apa sebuah cerita diceritakan secara panjang lebar. Karena memang kembali lagi, tujuan Al-Qur’an bercerita bukan lah sebagai cerita hiburan
semata. Melainkan sebagai petunjuk agama bagi manusia yang membacanya.
I. Gaya Bercerita yang Baik
Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa Al-Qur’an sudah mencontohkan bagaimana bercerita yang baik, efektif, menyentuh perasaan, dan
bermakna, yang mana ini sangat bermanfaat bagi para pendidik, baik orang tua maupun guru dalam menyampaikan cerita kepada anak. Al-Qur’an sudah banyak
menyediakan bahan cerita yang tidak hanya menarik, tetapi juga sangat baik untuk
mendidik akhlak anak karena di dalamnya terkandung pesan-pesan yang menuntun manusia ke jalan yang benar. Sudah seharusnya bagi orang tua dan guru
untuk memberdayakan potensi yang sangat besar yang sudah disediakan Al- Qur’an ini dengan menjadikannya sebagai metode pembelajaran.
Agus DS, seorang pendongeng profesional dalam bukunya, “Mendongeng Bareng Kak Agus DS, Yuk...” menuliskan bagan bagaimana merancang sebuah
cerita sederhana.
36
Dalam bercerita hendaknya kalimat-kalimatnya dibuat singkat, sehingga memudahan pembaca atau pendengar untuk memahami rangkaian peristiwa dalam
cerita, tidak bertele-tele. Jika bahasa dalam cerita untuk anak-anak maka dalam penyampaiannya haru disederhanakan. Rasulullah SAW tidak pernah berbelit-
belit saat berbicara dengan anak-anak, beliau selalu langsung menuju pokok pernasalahan, tanpa basa-basi yang membingungkan. Hal tersebut sesuai dengan
karakter jiwa anak yang membutuhkan kata-kata yang singkat namun bermakna,
36
Agus DS, Mendongeng Bareng Kak Agus DS, Yuk..., Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2012, h. 98.
Mengerti akan estetika kriteria-kriteria membuat cerita
Buat pendahuluan cerita yang singkat
Isi cerita cerita lengkap
Gambar dan warna yang jelas untuk buku
Dengan bahasa dan kalimat yang jelas
Pesan moral di akhir cerita penutup