Latar Belakang Masalah. PENDAHULUAN

Tauhid kepada Allah, alam semesta bukti adanya Allah, kebangkitan dan pembalasan, hukum dan pendidikan, dan yang terakhir ialah qashash al-Qur’an atau kisah-kisah Al-Qur’an. Kenapa kisah-kisah Al-Qur’an bisa menjadi isi pokok kandungan Al-Qur’an, bukankah ia hanya sekadar cerita masa lampau saja yang tidak berbeda dengan buku sejarah. Di dalam buku tersebut Syekh Muhammad Al-Ghazali menjelaskan bahwa cerita yang ada di dalam Al-Qur’an tidaklah hanya sekadar cerita yang sudah usang. Kisah dalam Al-Qur’an merupakan sarana pendidikan, nasihat dan petunjuk bagi manusia. Oleh setiap kisah umat-umat terdahulu terdapat ibrah yang bisa diambil pelajaran dan hikmahnya. Ibarat kaset, kisah tersebut mengingatkan bahwa yang terjadi pada saat ini merupakan pengulangan apa yang terjadi pada masa lalu, hanya pelaku, waktu dan tempat saja yang berbeda. Al-Qur’an mengingatkan bahwa jauh sebelum ini pun sudah ada peradaban-peradaban yang maju dengan ilmu pengetahuannya, tetapi karena tidak diiringi dengan kemajuan akhlak dan ibadahnya kepada Allah maka dalam sekejap peradaban tersebut hancur dan hilang. Bukankah itu sama dengan kondisi saat ini? Seseorang yang telah kehilangan ingatannya bisa disebut dengan orang gila. Ketidaksanggupan mengingat yang telah lalu akan membawa kepada ketidakmampuan menghadapi yang akan datang. Oleh karena itulah Syekh Muhammad Al-Ghazali memberi perhatian khusus pada kisah-kisah Al-Qur’an. 12 Bagaimana pentingnya kisah dalam Al-Qur’an bisa dilihat dari segi volume, di mana kisah-kisah tersebut memiliki porsi yang tidak sedikit dari seluruh ayat- ayat Al-Qur’an. Bahkan ada surat-surat Al-Qur’an yang dikhususkan untuk kisah semata-mata, seperti surat Yusuf, Al-Anbiya’, Al-Qasas, dan Nuh. Dari keseluruhan surat Al-Qur’an, terdapat 35 surat yang memuat kisah, kebanyakan adalah surat-surat panjang. 13 Cerita tentang para nabi mendapatkan porsi yang cukup besar dalam Al-Qur’an yaitu sekitar 1600 ayat dari jumlah keseluruhan ayat dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 6236. Jumlah tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan ayat-ayat tentang hukum yang hanya terdiri dari 330 ayat. 12 Syekh Muhammad Al-Ghazali, Induk Al-Qur’an, Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2003, h. 111. 13 A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984, h. 22. Selain cerita tentang para nabi dan rasul, Al-Qur’an juga menceritakan kisah tentang orang-orang selain nabi, baik orang mukmin maupun orang kafir, seperti kisah perjuangan para nabi dalam memberikan pencerahan spiritual kepada bangsa dan umatnya, usaha keras para nabi dalam membendung aktivitas kaum kafir. Kemudian, gaya bercerita Al-Qur’an juga berbeda dengan gaya bercerita kisah yang lain pada umumnya. Kita akan menemukan bahwa tersebarnya kisah dalam ayat dan surat yang berbeda, tetap menunjukkan kesatuan hubungan. Adanya hubungan tersebut bukan saja ditandai oleh tematisnya, melainkan juga oleh keseluruhan gaya dan cara Al-Qur’an dalam berkisah. Dalam hal ini, kisah merupakan metode utama yang digunakan Al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesannya. 14 Sekarang, akibat terlalu seringnya tayangan-tayangan di televisi muncul, kini anak-anak tidak lagi mengetahui kisah para nabi, kisah Ashabul Kahfi, kisah tentang Khulafau Rasyidin. Juga tidak kenal dengan Lukmanul Hakim, Nabi Khidir, Siti Maryam, di mana kisah tentang mereka sangat baik untuk diketahui anak-anak. Karena kisah-kisah tersebut memiliki nilai-nilai pendidikan yang baik bagi anak. 15 Pengamatan sementara peneliti mendapatkan bahwa masyarakat kita masih cenderung mengabaikan potensi cerita-cerita yang ada dalam Al-Qur’an sebagai metode pendidikan. Padahal dengan melihat fitrah kejiwaan manusia yang menyenangi cerita, sudah seharusnya cerita-cerita tersebut dimanfaatkan oleh para pendidik guru, orang tua, dan lain-lain, sebagai metode pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan pondasi awal bagi anak. Untuk itulah maka penulis berusaha menjabarkan betapa pentingnya cerita-cerita dalam Al-Qur’an dan bagaimana langkah-langkah serta gaya Al-Qur’an dalam bercerita melalui 14 Nunu Achdiat, Seni Berkisah: Memandu Anak Memahami Al-Qur’an, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998, h. 78. 15 Oos M. Anwas. Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 16 Edisi Khusus III, Oktober 2010. h. 259. penulisan skripsi dengan judul: “KARAKTERISTIK 16 METODE PEMBELAJARAN CERITA DALAM AL-QURAN SURAT AL-QASHASH AYAT 76-81”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Belum banyak pendidik yang menggunakan cerita sebagai metode pembelajarannya. 2. Banyaknya pendidik yang masih mengabaikan potensi cerita yang terdapat di dalam Al-Qur’an. 3. Masih banyak orang yang menganggap sama antara cerita-cerita Al- Qur’an dengan cerita-cerita sastra pada umumnya. C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis perlu untuk mengarahkan permasalahan yang akan diteliti dan akan dibatasi hanya pada: 1. Karakteristik metode pembelajaran cerita dalam Al-Qur’an. 2. Penafsiran surat al-Qashash ayat 76-81.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalahnya ialah, bagaimanakah karakteristik metode pembelajaran cerita dalam Al-Qur’an surat al-Qashash ayat 76-81? 16 Dalam Buku Kamus Ilmiah Populer yang disusun oleh Pius Partanto dan M. Dahlan Barry kata “karakteristik” berarti ciri khasbentuk-bentuk watakkarakter yang dimiliki oleh setiap individu; corak tingkah laku; tanda khusus. Kaitannya dengan judul skripsi ini, peneliti ingin mengkaji ciri khas apa saja yang membedakan antara cerita Al-Qur’an dengan cerita sastra pada umumnya.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimanakah karakteristik metode pembelajaran cerita dalam Al-Qur’an surat al-Qashash ayat 76-81

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Umum Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang karakteristik metode pembelajaran cerita dalam Al-Qur’an.

2. Manfaat Khusus

a. Bagi mahasiswa Pendidikan Agama Islam mudah-mudahan bisa menjadi perbandingan dalam penulisan karya ilmiah. b. Bagi guru maupun pendidik diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk memperhatikan potensi cerita-cerita yang terdapat dalam Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai bagian dari metode pembelajaran.

BAB II KAJIAN TEORITIS

A. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah sebuah konsep cara yang digunakan oleh guru untuk mengelola pembelajaran agar materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik sesuai dengan tujuan yang dinginkan. Untuk mencapai tujuan pendidikan, maka tidak lepas dari muatan materi pendidikan, guru dan metode. Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran, oleh karena itu diperlukan guru yang profesional yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan maksimal. 1 Dalam keterkaitan dengan pendidikan Agama Islam, metode berperan sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang, sehingga terlibat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islam. Selain itu metode, dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. 2 Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan 1 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995 h. 15. 2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997 h. 91-92. seorang guru, baru berdaya guna dan berhasil jika mampu digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. 3

B. Cerita

1. Pengertian Cerita

Secara definisi bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, cerita ialah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal. 4 Cerita memiliki arti yang sama dengan kisah, di mana kisah merupakan kata serapan yang berasal dari qishshah dalam bahasa Arab yang diambil dari kata dasar qa sha sha yang berarti kisah, cerita, berita atau keadaan. Menurut Abdul Aziz Abdul Majid, cerita adalah salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri serta merupakan sebuah bentuk sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh orang yang tidak bisa membaca. 5 Sa’id Mursy menjelaskan bahwa cerita adalah pemaparan pengetahuan kepada anak kecil dengan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. 6 A. Hanafi mengutip pendapat Dr. Muhammad Khalafullah dalam bukunya Al-Fannu Al-Qassiyu fi Al-Qur’an Al-Karim yang mendefinisikan bahwa cerita ialah suatu karya kesusasteraan yang merupakan hasil khayal pembuat kisah terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku yang sebenarnya tidak ada. Atau, dari seorang pelaku yang benar-benar ada, tetapi peristiwa-peristiwa yang berkisar pada dirinya dalam kisah itu tidak benar-benar terjadi. Ataupun, peristiwa itu terjadi dalam diri pelaku, tetapi dalam kisah itu disusun atas dasar seni yang indah, di mana sebagian peristiwa didahulukan dan sebagian lagi dikemudiankan, sebagiannya disebutkan dan sebagian lagi dibuang. Atau, terhadap peristiwa yang benar- 3 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner. Jakarta: Dunia Aksara, 1997 h. 197. 4 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, h. 283. 5 Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik dengan Cerita, Terjemah Neneng Yanti dan Iip Dzulkifli Yahya, Bandung: PT Remaja Rosda Kalya, 2001, h. 8. 6 Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, Jakarta: Arroyan, 2001, h. 117. benar terjadi itu ditambahkan peristiwa baru yang tidak terjadi atau dilebih- lebihkan penggambarannya, sehingga pelaku-pelaku sejarah keluar dari kebenaran yang biasa dan sudah menjadi para pelaku khayali. 7

2. Macam-Macam Cerita

a. Berdasarkan ciri-cirinya, menurut Dr. Wahyudi Siswanto cerita dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Cerita lama Cerita lama ini sering berwujud cerita rakyat folktale. Cerita ini bersifat anonim, tidak diketahui siapa yang mengarangnya dan beredar secara lisan di tengah-tengah masyarakat. Pada umumnya, cerita itu diperoleh pada waktu pelaksanaan perhelatan, percakapan sehari-hari, sedang bekerja atau dalam perjalanan, dan seseorang ingin mengetahui asal-usul sesuatu. Cerita rakyat, selain merupakan hiburan, juga merupakan sarana untuk mengetahui asal-usul nenek moyang, jasa atau keteladanan kehidupan para pendahulu, hubungan kekerabatan, asal mula tempat, adat-istiadat, dan sejarah benda pusaka. Yang termasuk cerita lama adalah fabel, dongeng, legenda, mitos, dan sage. 8 a Fabel Adalah cerita tentang kehidupan binatang sebagai tokoh utamanya yang diceritakan seperti kehidupan manusia. Misalkan cerita kancil di Indonesia. Fabel kebanyakan mengandung nasihat atau pengajaran kepada anak-anak melalui kiasan yang terkandung di dalam cerita tersebut. Karena itu fabel mengandung unsur didaktif dan edukatif. 7 A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984, Cet.1 h.15. 8 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h.140.