Karakteristik Umum Cerita Cerita

atau pendengarnya. Di dalam karya sastra modern ini biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat. 22 Tujuan bercerita ini erat kaitannya dengan manfaat dari cerita itu sendiri. Lilian Holewell dalam A Book for Children Literature mencatat sedikitnya ada enam manfaat cerita. Yaitu 1 mengembangkan daya imajinasi dan pengalaman emosional, 2 memuaskan kebutuhan ekspresi diri melalui proses identifikasi, 3 memberikan pendidikan moral tanpa menggurui si anak, 4 memperlebar cakrawala mental si anak dan memberikan kesempatan untuk meresapi keindahan, 5 menumbuhkan rasa humor dalam diri si anak, dan 6 memberikan persiapan apresiasi sastra dalam kehidupan si anak setelah dia dewasa. 23

C. Cerita dalam Al-Qur’an

Di dalam buku “Metode Dakwah” yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI dijelaskan bahwa Al-Qur’an banyak memuat cerita-cerita sejarah umat terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan yang dapat menjadikan perbandingan untuk menjalankan aktivitas dalam berdakwah dan mendidik.

1. Macam-Macam Cerita dalam Al-Qur’an

Cerita-cerita Al-Qur’an ada yang terkait dengan kehidupan para nabi, termasuk yang berkaitan dengan tokoh atau sesuatu yang berhubungan dengan nabi, seperti Iblis, Qabil-Habil, Khidir, Qarun, Firaun, dan lainnya. Ada pula yng tidak terkait dengan cerita para nabi, seperti penghuni gua Ashabul Kahfi, Zulqarnain, Ashabul Ukhdud, dan lainnya. Sebagian cerita diceritakan berdasarkan pertanyaan para sahabat seperti Ashabul kahfi dan Zulqarnain Al-Kahfi: 9-20, dan 83, tetapi sebagian besar difirmankan tanpa sebab atau permintaan. Secara keseluruhan tipe-tipe cerita Al-Qur’an 22 Siswanto, op. cit., h. 162. 23 Kumpulan Artikel KOMPAS. ‘Sekolah’ Alternatif untuk Anak, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2002, hal.4. mengandung berbagai peringatan, contoh, tanda, dan pesan bagi umat manusia. Adapun pembagian cerita Al-Qur’an sebagai berikut: a. Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al- Qur’an, ada tiga macam: 1. Cerita hal-hal gaib pada masa lalu, yaitu cerita yang menceritakan kejadian-kejadian gaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra. Seperti cerita-cerita Nabi. 2. Cerita hal-hal gaib pada masa kini, yaitu cerita yang menceritakan kejadian-kejadian gaib pada masa sekarang meski sudah ada sejak dahulu dan akan tetap ada sampai pada masa yang akan datang, dan yang menyingkap rahasia orang-orang munafik. 3. Cerita hal-hal gaib pada masa yang akan datang yang belum pernah terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an, kemudian peristiwa itu benar-benar terjadi. b. Ditinjau dari segi materi, juga ada tiga macam: 1. Cerita para Nabi menyangkut dakwah mereka dan tahapan-tahapan serta perkembangan, mu’jizat mereka, posisi para penentang, akibat orang-orang yang percaya dan yang mendustakan mereka dan lain- lain. Misalnya cerita Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad, dan nabi serta rasul lainnya. 2. Cerita orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu seperti cerita Lukmanul Hakim, Ashabul Kahfi dan lain-lain. peristiwa-peristiwa masa lalu dan pribadi-pribadi yang tidak diketahui secara pasti apakah mereka nabi atau bukan, misalnya cerita Thalut dan Jalut, dua putra Adam, Zulqarnain, Qarun, Maryam, Ashabul Ukhdud, dan lain-lain. 3. Cerita mengenai kejadian-kejadian yang terjadi di masa Rasulullah SAW, seperti perang Badar dan Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surah at-Taubah, perang Ahzab dalam surah al-Ahzab, peristiwa Hijrah, Isra’ Mi’raj dan lain-lain. 24

2. Tujuan Cerita dalam Al-Qur’an

Orang-orang kafir menganggap bahwa cerita-cerita yang terkandung di dalam Al-Qur’an sebagai mitos dan legenda. Di dalam Al-Qur’an didapati banyak cerita nabi-nabi, rasul-rasul dan umat-umat terdahulu di mana maksud cerita-cerita itu ialah sebagai pelajaran-pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang berguna bagi penyeru kebenaran dan yang diseru kepada kebenaran. 25 Bagi orang yang sedang menyeru kepada kebenaran, jalan-jalan yang harus ditempuh dalam menghadapi kaum yang diseru oleh para penyeru kebenaran bisa dilihat dari surat-surat yang mengandung cerita perjuangan para nabi dan rasul dalam mendakwahkan tauhid kepada kaum-kaumnya. Umpamanya, Nuh memulai seruannya dengan mempertakutkan. Hud memulai seruannya dengan memberi kabar gembira. Sholeh memulai seruannya dengan memperingatkan umat-umatnya kepada nikmat-nikmat Allah. Adapun Syuaib dengan tandzir, tahsyir, dan tadzkir mempertakutkan, memberi kabar gembira, mengingatkan nikmat itu. 26 Syaikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya Kayfa Nata’amal Ma’ al- Qur’an mengkritik banyaknya orang yang menulis cerita-cerita Qurani terlalu menampilkan segi keindahan sastranya, ketimbang muatan ceritanya. Keindahan sastra seolah merupakan tujuan dalam penulisan mereka. Padahal sastra hanyalah alat bukan tujuan. Hal ini yang menyebabkan tujuan utama dari cerita-cerita Al-Qur’an sama sekali tidak mendapat perhatian karena alat atau sarana tadi beralih menjadi pokok tujuan. 27 24 FKMT Penamas Departemen Agama Dki Jakarta dan Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Metode Dakwah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004 hlm 128. 25 Harun Yahya. Misinterpretasi Terhadap Al-Qur’an Mewaspadai Penyimpangan dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Jakarta: Robbani Press, 2001, h. 72. 26 Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009, h. 123. 27 Syaikh Muhammad Al-Ghazali. Al-Qur’an Kitab Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan Kitab Suci Dalam Konteks Masa Kini, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008, h. 88. Beberapa ahli memberikan pemaparan tersendiri tentang tujuan adanya cerita-cerita tersebut. Menurut Manna Khalil al-Qatthan tujuan cerita-cerita tersebut adalah: 28 a. Menjelaskan prinsip dakwah agama Allah SWT dan keterangan pokok- pokok syariat yang dibawa oleh masing-masing Nabi dan Rasul. Contohnya dalam surat al-Anbiya: 25                “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku b. Memantapkan hati Rasulullah dan umatnya serta memperkuat keyakinan kaum muslimin. c. Mengoreksi pendapat para ahli kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan argumentasi-argumentasi yang terdapat pada kitab suci sebelum diubah mereka sendiri. d. Lebih meresapkan dan memantapkan keyakinan dalam jiwa. e. Untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an dan kebenaran Rasulullah di dalam dakwah dan pemberitaannya mengenai umat-umat yang terdahulu ataupun keterangan beliau yang lain, dalam surat al-Fath: 27 Allah Berfirman:                     28 Manna’ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2007, h. 437. “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya yaitu bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut” f. Menanamkan pendidikan akhlakul karimah, karena dari keterangan cerita-cerita yang baik itu dapat meresap ke dalam hati nurani dengan mudah. Adapun Shalah Al-Khalidy berpendapat bahwa tujuan cerita-cerita Al- Qur’an ialah: a. Agar mereka berpikir la’allahum yatafakkarun. Al-Qur’an menginginkan kita untuk senantiasa berpikir dan mengambil pelajaran dari setiap kisah yang diceritakan. b. Untuk meneguhan hati Rasulullah dan orang-orang mukmin agar konsisten dalam jalan kebenaran. c. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal. 29 Sedangkan menurut Muhammad Said Mursy, penceritaan Alqur‘an dan para nabi bertujuan sebagai peringatan dan pelajaran bagi seluruh umat . 30 Dari beberapa pendapat para pakar yang telah dikemukakan di atas, secara keseluruhan terdapat kesamaan pendapat antara yang satu dengan lainnya. Di antara maksud dan tujuan itu yakni: Pertama, menegaskan bahwa Nabi Muhammad benar-benar seorang nabi utusan Allah dan bahwa Al-Qur’an yang disampaikannya memang benar- benar firman Allah yang diwahyukan kepadanya. Kalau bukan karena wahyu dari Allah bagaimana mungkin Nabi Muhammad bisa menyampaikan cerita- cerita di dalam Al-Qur’an dalam deskripsi yang sedemikian cermat dan narasi yang amat indah tanpa ada distorsi dan penyelewengan. 31 Firman Allah SWT: 29 Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an: Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 28-31. 30 Mursy, op. cit., h.118. 31 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur’an Berkisah, Jakarta: Gema Insani, 2004, h. 159.