Percakapan Unsur-Unsur Cerita dalam Al-Qur’an

kemudian dikukuhkan dengan pernyataan dan tidak pula ia termasuk orang-orang yang mampu membela dirinya. Pesan yang tersebar di tengah dan akhir cerita seolah hendak memberitahu bahwa siksa Allah itu adil. Dia tidak akan menyiksa suatu kaum kecuali setelah ada peringatan. 30 Jika diperhatikan, kedua pesan yang terdapat pada ayat 76 dan 77 Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang terlalu membanggakan diri., dan dan janganlah kamu berbuat kerusakan di Bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai para pembuat kerusakan itu merupakan ucapan kaumnya yang mengingatkan Qarun. Peringatan-peringatan tersebut sayangnya tidak mengubah sikap Qarun yang sombong, malah membuatnya semakin menjadi-jadi hingga Allah kemudian mengazabnya. Dan pesan terakhir, yakni ayat 81 Tidak ada suatu golongan pun yang menolongnya terhadap siksa Allah yang dikukuhkan dengan pernyataan dan tidak pula ia termasuk orang- orang yang mampu membela dirinya merupakan pernyataan Al-Qur’an yang memuat pesan terakhir. Dua pesan di awal, yakni ayat 76 dan 77 seakan-akan hanya dikhususkan kepada Qarun, karena memang dalam dialog tersebut ucapan itu ditujukan langsung kepadanya untuk mengingatkannya agar tidak bersikap sombong. Meski begitu tetap dalam hal ini Al-Qur’an pada hakikatnya tidak hanya mengingatkan Qarun saja, melainkan semua manusia. Selanjutnya, setelah dua peringatan tersebut diabaikan Qarun, maka Allah menurunkan azab kepadanya hingga pada ayat 81 kali ini Al-Qur’an yang seolah-olah langsung mengatakan kepada semua manusia bahwa begitulah kesudahan orang yang menyombongkan diri. Pola penyampaian pesan di akhir cerita pada cerita Qarun di atas sama dengan yang terdapat dalam surat Al-Ankabut ayat 39-40: Dan juga Qarun, Firaun dan Haman. dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan membawa bukti-bukti keterangan-keterangan yang nyata. akan tetapi mereka berlaku sombong di muka bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput dari kehancuran itu. Maka masing-masing mereka itu Kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras 30 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur’an Berkisah, Jakarta: Gema Insani, 2004, h.189. yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Allah terlebih dahulu memberi peringatan kepada Qarun, Firaun, dan Haman lewat Nabi Musa. Namun mereka tetap berlaku sombong dan yang terjadi setelahnya ialah Allah mengazab mereka dengan cara yang bermacam-macam. Di akhir ayat pesan tersebut disampaikan bahwa Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri lewat sikap sombong tersebut. Dengan adanya penyampaian pesan seperti ini membuat orang yang membaca cerita Qarun bisa mendapatkan pesan yang ingin disampaikan dari cerita tersebut berupa hikmah dan pelajaran mengenai akhlak. Tidak hanya sekadar cerita yang dijelaskan panjang lebar, tetapi tidak tahu isi pesan yang terkandung di dalamnya.

F. Pengulangan Cerita

Salah satu akibat dari pengaruh tunduknya cerita Al-Qur’an terhadap maksud tujuan agama ialah pengulangan cerita. Kalau ada cerita yang diulang pasti ada tujuan kenapa Al-Qur’an mengulang cerita tersebut dan tidak berbentuk pengulangan mutlak tanpa maksud dan tujuan. Pengulangan tersebut disesuaikan dengan konteks kapan diturunkan dan keadaan pada saat nabi Muhammad menerimanya. Sebaliknya jika ada cerita yang tidak diulang, pasti ada tujuan pula mengapa Al-Qur’an tidak mengulang cerita tersebut. Kembali lagi hal ini karena diulang atau tidak sebuah cerita itu merupakan bagian dari tujuan cerita Al-Qur’an itu sendiri, yakni menyampaikan pesan-pesan agama. 31 Cerita dalam Al-Qur’an yang paling banyak mengalami pengulangan adalah cerita Musa dan Firaun, dan sejarah Bani Israil. Yang perlu digarisbawahi dalam pengulangan cerita Nabi Musa adalah adanya perbedaan antara spirit universal dalam cerita Musa pada surat-surat Makkiyah, dan spiritnya dalam 31 Quthb, op. cit., h.171.