Hasil penelitian yang relevan

kekayaannya maka tidak mungkin dapat dipikul oleh orang yang sangat banyak sekalipun. Setelah ayat di atas menjelaskan sebab keangkuhannya, kini selanjutnya beberapa orang dari Bani Israil menasihatinya, yakni ketika kaumnya berkata kepadanya: “Hai Qarun Janganlah engkau terlalu bangga dengan hartamu sehingga melupakan Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. 2 Ayat 77                                “Dan carilah - pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu - negeri akhirat, dan janganlah melupakan bagianmu dari dunia dan berbuat baiklah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai para pembuat kerusakan.” Beberapa orang dari kaum Nabi Musa itu melanjutkan nasihatnya kepada Qarun bahwa nasihat ini bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarangmu memperhatikan dunia. Tidak Berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu sebatas yang dibenarkan Allah dalam memperoleh harta dan carilah secara sungguh-sungguh pada, yakni melalui apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari hasil usahamu itu kebahagiaan negeri akhirat, dengan menginfakkannya di jalan Allah tanpa melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada semua pihak. Agar tidak terjerumus dalam kekeliruan ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Kedua, pentingnya mengarahkan pandangan kepada 2 Ibid. akhirat sebagai tujuan dan dunia sebagai sarana mencapai tujuan. Ketiga, ayat di atas menggunakan redaksi yang bersifat aktif ketika berbicara tentang kebahagiaan akhirat, sedangkan perintah menyangkut kebahagiaan duniawi berbentuk pasif yakni, jangan lupakan. Hal ini menunjukkan perbedaan penekanan di antara keduanya. Ayat 78                                Ia berkata: Sesungguhnya aku hanya diberinya karena ilmu yang ada padaku dan apakah ia tidak mengetahui, bahwa Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat dari padanya, dan lebih banyak himpunan nya? dan tidaklah ditanya tentang dosa-dosa mereka para pendurhaka itu. Selanjutnya pada ayat 78, setelah mendengar nasihat yang disampaikan di atas, Qarun semakin lupa diri dan angkuh. Ia berkata: “Sesungguhnya aku memperoleh harta itu, karena ilmu dan kepandaian yang mantap yang ada padaku,” yakni tidak ada jasa siapa pun atas perolehanku itu. Pandangan ini disanggah oleh lanjutan ayat yang bagaikan menyatakan Apakah ia begitu bodoh dan lengah sehingga tidak mengetahui, bahwa Allah sungguh telah membinasakan umat-umat yang hidup tidak jauh dari masa sebelum Qarun dan mereka itu lebih kuat badan dan kemampuan serta lebih banyak himpunan harta serta pengikut yang bersimpati padanya dibandingkan dengan si Qarun itu? Sungguh kedurhakaan Qarun telah demikian jelas. 3 3 M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al- Qur’an, Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2007, Cet I, h. 80.