Macam-Macam Cerita dalam Al-Qur’an

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya yaitu bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut” f. Menanamkan pendidikan akhlakul karimah, karena dari keterangan cerita-cerita yang baik itu dapat meresap ke dalam hati nurani dengan mudah. Adapun Shalah Al-Khalidy berpendapat bahwa tujuan cerita-cerita Al- Qur’an ialah: a. Agar mereka berpikir la’allahum yatafakkarun. Al-Qur’an menginginkan kita untuk senantiasa berpikir dan mengambil pelajaran dari setiap kisah yang diceritakan. b. Untuk meneguhan hati Rasulullah dan orang-orang mukmin agar konsisten dalam jalan kebenaran. c. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal. 29 Sedangkan menurut Muhammad Said Mursy, penceritaan Alqur‘an dan para nabi bertujuan sebagai peringatan dan pelajaran bagi seluruh umat . 30 Dari beberapa pendapat para pakar yang telah dikemukakan di atas, secara keseluruhan terdapat kesamaan pendapat antara yang satu dengan lainnya. Di antara maksud dan tujuan itu yakni: Pertama, menegaskan bahwa Nabi Muhammad benar-benar seorang nabi utusan Allah dan bahwa Al-Qur’an yang disampaikannya memang benar- benar firman Allah yang diwahyukan kepadanya. Kalau bukan karena wahyu dari Allah bagaimana mungkin Nabi Muhammad bisa menyampaikan cerita- cerita di dalam Al-Qur’an dalam deskripsi yang sedemikian cermat dan narasi yang amat indah tanpa ada distorsi dan penyelewengan. 31 Firman Allah SWT: 29 Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an: Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 28-31. 30 Mursy, op. cit., h.118. 31 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur’an Berkisah, Jakarta: Gema Insani, 2004, h. 159.                                                        Dan tidaklah kamu Muhammad berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa, dan tiada pula kamu termasuk orang-orang yang menyaksikan. Tetapi Kami telah mengadakan beberapa generasi, dan berlalulah atas mereka masa yang panjang, dan tiadalah kamu tinggal bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka, tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul. Dan tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru Musa, tetapi kami beritahukan itu kepadamu sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada kaum Quraisy yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu agar mereka ingat. QS Al-Qashash: 44-46 Kedua, menegaskan kesatuan agama-agama samawi, yakni seluruh para nabi menyeru kepada akidah yang satu, yang berasal dari Allah. Tidak ada perbedaaan pun di antara para nabi dan rasul sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Kadang disebutkan sejumlah cerita para nabi dan rasul secara terhimpun dalam satu surah, dinarasikan dengan gaya yang sangat mengagumkan, untuk menegaskan kebenaran ini. Tengok misalnya surah al- Anbiya, di mana cerita-cerita Musa dan Harun, Ibrahim, Luth, Nuh, Dawud, Sulaiman, Ayyub, Ismail, Idris, dan Dzulkifli disebutkan secara berantai. Lalu masing-masing disertai dengan sebutan indah, dan diakhiri dengan, Sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka tunduk-sembahlah pada-Ku QS Al-Anbiya: 48-92. Tujuan ini pada dasarnya hendak menjelaskan hubungan yang erat antara syariat Islam dengan seluruh syariat Ilahiah yang diserukan oleh para rasul dan nabi keseluruhan, dan bahwa Islam sejatinya pelanjut syariat-syariat tersebut. Allah berfirman,                “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau Muhammad melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku . al-Anbiya: 25 Ketiga, menegaskan kesatuan metode dan gaya dakwah para nabi. Al- Qur’an menegaskan betapa metode dan gaya dakwah para nabi itu satu, bahwa cara mereka dalam melawan dan menghadapi kaumnya itu serupa, dan bahwa faktor-faktor, sebab dan fenomena-fenomena yang dihadapi dakwah adalah satu. 32 Keempat, mengabadikan ingatan mengenai peristiwa yang dialami oleh para nabi dan tokoh-tokoh lain di masa silam agar tetap menjadi pelajaran. Serta memberikan kabar gembira kepada para penyeru kebenaran tentang akhir yang indah yang menunggu mereka di dunia dan di akhirat serta memotifasi mereka agar bersabar dalam berdakwah. Cerita-cerita itu menjelaskan bahwa orang yang mengingkari kebenaran risalah para nabi akan bernasib sama seperti yang dialami kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, kaum Samud, dan lainnya. Demikian juga para dai yang melanjutkan tugas nabi dan pengikutnya, diharapkan bersabar dan tidak bersedih hati mengalami penolakan dan perlawanan dari masyarakat karena Allah akan menolong para nabi-Nya di penghujung peristiwa dan mengalahkan kaum pendusta. Kelima, cerita adalah sarana penting yang digunakan Al-Qur’an untuk membangkitkan motivasi belajar. Ia mempunyai pengaruh yang bersifat 32 Muhammad Hadi Ma’rifat. Kisah-Kisah Al-Qur’an: Antara Fakta dan Metafora, Yogyakarta: Penerbit Citra, 2013, h. 47.