Ada Niat dari Pengarangnya Untuk Menciptakan Karya Sastra
Pada Surat Al-Fil, bunyi terakhir dari setiap ayatnya sama, yakni huruf lam. Ini sama dengan pantun, yang mana bunyi akhir dari tiap barisnya sama. Dan
juga dalam menceritakan cerita tentang pasukan gajah yang hendak menghancurkan Ka’bah, Al-Qur’an hanya butuh 5 ayat yang terhimpun dalam
satu surat saja. Namun tidak serta merta yang demikian itu membuat Al-Qur’an Surat Al-Fil disebut sebagai pantun atau cerpen. Al-Qur’an tetaplah kitab suci
yang mempunyai logika tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan karya
manusia. 7.
Merupakaan Rekaan
Walaupun terkadang sebuah karya sastra merupakan hasil pengalaman pengarangnya, namun tetap ada unsur rekaan yang terkandung di dalamnya. Hal
ini jelas bertentangan dengan Al-Qur’an yang mana peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah perkara dan fakta-fakta objektif yang tidak
memuat dusta, kesalahan, atau pun kekaburan. Sebab ia merupakan wahyu Ilahi dan tak ada hal sekecil apapun yang luput dari ilmu-Nya, baik di langit dan di
bumi.
11
Mengenai kebenarannya, beberapa sarjana muslim ada yang meragukan apakah kisah-kisah yang terdapat di dalam Al-Qur’an itu benar-benar terjadi.
Seperti Thaha Husein, sastrawan Mesir ternama, dalam bukunya Fi asy-Syi’ral- Jahili berpendapat bisa saja kitab Taurat dan Al-Qur’an bercerita tentang Ibrahim
dan Ismail, tetapi tidak cukup kuat bukti untuk menyatakan kedua orang itu benar- benar ada dalam sejarah. Atau Muhammad Khalaf dalam bukunya Al-Fann al-
Qasasi mengatakan cerita dalam Al-Qur’an merupakan seni bercerita yang lebih menitikberatkan keindahan gaya, keterpautan ide dengan tujuan cerita. Cerita-
cerita Al-Qur’an tidak harus kisah nyata, karena banyak di antaranya yang tidak ada bukti sejarahnya. Menurutnya tidak mengapa kalau kita mengatakan bahwa
cerita-cerita Al-Qur’an merupakan dongeng belaka.
12
Tentu pandangan ini
11
Ma’rifat, op. cit., h.36.
12
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Ilmi Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012
hlm 6.
tidaklah benar, karena Al-Qur’an sendiri sudah menepis keraguan tersebut dengan menyatakan,
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang- orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Yusuf:
111 8.
Mempunyai Nilai Keindahan Tersendiri
Ini artinya, karya yang tidak indah tidak termasuk karya sastra. Al-Qur’an, meskipun kitab suci yang berisi petunjuk ajaran-ajaran agama, mempunyai nilai
kesusastraan yang tinggi. Tetapi bukan berarti Al-Qur’an adalah karya sastra. Nilai-nilai kesusastraan yang terkandung di dalam Al-Qur’an hanyalah salah satu
mukjizat dari Al-Qur’an itu sendiri yang memang sebuah mukjizat. Al-Qur’an diturunkan pada saat kondisi masyarakat Arab menjunjung
tinggi sastra lewat syair-syair yang indah. Seorang penyair yang hebat akan dimuliakan dan diagung-agungkan. Ketika Nabi Muhammad menyampaikan
wahyu, yang mana wahyu tersebut memiliki gaya bahasa yang sangat indah, orang-orang kafir Quraisy yang tidak percaya kepadanya menuduh Nabi
Muhammad sebagai seorang penyair. Banyak penyair yang mencoba menyaingi keindahan Al-Qur’an, salah satunya ialah Musailamah yang membuat syair
dengan maksud meniru dan menandingi al-Qur`an sebagai berikut.
13
Hai katak: anak dari dua katak. Bersihkan apa-apa yang akan engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah
13
Sulaiman ath-Tharawanah. Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur’an. Jakarta: Qisthi Press, 2004, h. 349.