Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
apatis terhadap syariat dan menganggap syari’at mengganggu kebebasan privasi mereka Furqani, 2007.
Namun demikian, wewenang WH hanya mengawasi hal-hal yang tampak zahir dan sudah ma’ruf di kalangan masyarakat. Yaitu perkara-perkara umum
yang tidak ada perselisihan ulama tentang kewajiban melaksanakannya ataupun meninggalkannya, atau sering juga disebut perkara-perkara yang sudah menjadi
‘uruf adat dalam keseharian masyarakat. Adapun perkara-perkara detail yang masih berupa was-was, dugaan, syak wasangka, dan memerlukan investigasi
secara mendalam, pembuktian, kesaksian dan sumpah bukan termasuk wewenang WH Furqani, 2007.
D. GAMBARAN COPING STRES PADA WILAYATUL HISBAH YANG DITEMPATKAN DI DESA
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam telah memberlakukan Syariat Islam selama tujuh tahun. Sejak saat itu kehidupan masyarakat di daerah berjuluk
Serambi Mekah itu kental dengan nuansa Islam. Tidak hanya sebatas nuansa, tapi telah merasuk dalam semua sendi kehidupan masyarakatnya.
Peraturan syariat Islam memang tidak bisa langsung diterapkan secara keseluruhan. Peraturan Daerah atau Qonun misalnya, sampai kini baru empat
yang disahkan, yaitu Qonun nomor 11 tentang aturan Syariat Islam, Qonun 12 soal judi atau maisir, Qonun 13 tentang khamar atau minuman keras, serta Qonun
14 tentang khalwat, larangan berduaan di tempat sepi bagi yang bukan muhrim. Namun hal ini jauh dari cukup untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Empat
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
Qonun itupun dipercepat pemberlakuannya, karena dianggap mendasar dan berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indosiar.com,
2006. Dua tahun setelah Qonun Syariat Islam diberlakukan di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, lembaga hukum baru sebagai penopang pemberlakuan Qonun Syariat Islam pun satu per satu dibentuk. Majelis Permusyawaratan Ulama
MPU, yang berperan memberikan masukan dalam menentukan kebijakan daerah terkait syariat Islam melalui fatwa hukum, adalah lembaga yang pertama kali
dibentuk. Selanjutnya dibentuk Dinas Syariat Islam yang berperan menyiapkan Qonun dan melakukan penyuluhan serta pengawasan.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Dinas Syariat Islam membentuk Wilayatul Hisbah pengawas wilayah, sering disebut polisi syariah. Wilayatul
Hisbah WH adalah lembaga yang bertugas mengawasi, membina, dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
Syariat Islam dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar Furqani, 2007. Tugas dari WH diantaranya adalah menindak perempuan Islam yang tidak menggunakan
busana muslim, menangkap pasangan beda kelamin yang berdua-duaan khalwat, dan meringkus pemabuk khamar serta penjudi maisir.
WH mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas WH Provinsi, WH Tingkat KabupatenKota, WH Tingkat Kecamatan dan WH Kemukiman, bahkan
memungkinkan di bentuk di Gampong dan lingkungan – lingkungan lainnya Qanun NAD Nomor 11 BAB VI, Pasal 14 ayat 2 Abubakar, 2008. Berbeda
dengan WH yang ditempatkan di kota, WH yang ditempatkan di desa seringkali
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
terbentur dengan masalah adat kebiasaan masyarakat. Masyarakat desa pada umumnya cenderung memahami ajaran dan tuntunan Islam dalam kerangka
budaya dan adat Aceh, dalam arti kata pelaksanaan Islam dilakukan dalam kerangka adat “lokal” Chaidar, 2008. Hal-hal yang telah menjadi kebiasaan
dalam masyarakat dianggap sebagai hal yang sesuai dengan syariat islam, walaupun sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tentu saja
sangat mengganggu dan menghambat kerja WH. Selain itu, kurangnya dukungan dari pihak pemerintah juga sangat dirasakan
oleh WH yang ditempatkan di desa. Kurangnya dukungan ini dirasakan oleh WH karena pemerintah tidak memberikan peralatan yang memadai untuk pelaksanaan
tugas WH, seperti mobil untuk patroli dan dana operasional lapangan. Hal lain yang menjadi kendalahambatan dalam menjalankan tugas di lapangan bagi
petugas WH adalah masih terbatasnya kewenangan yang di miliki WH dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran qanun syariat Islam. WH hanya memiliki
wewenang untuk menegur atau menasehati. Hal ini membuat wewenang WH sangat lemah dalam menindaklanjuti pelanggar Abubakar, 2007.
Hambatan dan kendala yang dihadapi WH yang ditempatkan di desa ini menuntut mereka untuk bekerja lebih keras dalam menjalankan tugasnya. Beban
pekerjaan yang terlalu berat, konflik, frustasi, jam kerja yang rutin, gaji yang tidak sesuai dengan pekerjaan, dan lingkungan pekerjaan dapat menimbulkan stress
Ubaidillah, 2007. Kondisi pekerjaan yang terlalu kompleks, overload, terdapatnya kebingungan peran, dan kurangnya dukungan sosial, harapan akan
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
kenaikan karir yang tidak didapatkan, struktur organisasi yang terlihat kaku dan
keras juga dapat menyebabkan timbulnya stress Looker Gregson, 2005.
Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika terdapat sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan
kemampuan untuk mengatasinya Looker Gregson, 2005. Stress yang dialami oleh individu disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang
menyebabkan ketidaknyamanan. Dalam situasi seperti ini, maka individu termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang bisa meredakan stress. Hal ini
disebut coping. Coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan
suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Menurut Lazarus dalam Sarafino, 2006 coping memiliki 2 fungsi utama,
yaitu mengubah masalah sebagai penyebab stress problem focus coping atau mengatur respon emosi terhadap masalah tersebut Emotion-focused coping.
Problem focus coping digunakan dengan mengurangi tuntutan dari situasi atau menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk menghadapinya. Emotion-focused
coping digunakan untuk penanganan stress dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stress dengan cara emosional.
Carels, et.al dalam Passer Smith, 2007 menyatakan bahwa kegagalan dari fungsi coping yang digunakan dapat saja terjadi, jika individu tidak menggunakan
coping skill yang cukup untuk menghadapi situasi yang berbahaya, sehingga hasilnya individu akan mengalami kepercayaan diri yang rendah dan percaya
bahwa mereka tidak akan dapat menghadapi permasalahan. Selanjutnya individu
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
akan merasa terganggu dan menyalahkan diri sendiri mengenai permasalahan yang dihadapinya dan berfikir memang tidak akan pernah mampu
menghadapinya. Keputusasaan ini menyebabkan resiko yang berbahaya bagi individu yang menyebabkan individu lepas kendali dan dalam beberapa kasus
dapat mengakibatkan kegagalan total.
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
E. Paradigma Penelitian