Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
mencondongkan badan kearah responden agar peneliti dapat mendengarkan dengan jelas apa yang disampaikan oleh responden.
b. Ringkasan Hasil Wawancara Responden bernama Novi bukan nama sebenarnya. Responden menempuh
pendidikan tingginya di Universitas X di Kota Padang-Sumatera Barat. Saat kuliah, responden merasakan nuansa islam yang sangat kuat di sana, sehingga
responden ingin mewujudkannya juga di tempat kelahirannya, yaitu di Kabupaten Aceh Tengah. Setelah menamatkan kuliahnya, responden kembali ke Kabupaten
Aceh Tengah dan mendaftar sebagai pegawai kontrak Wilayatul Hisbah. Responden benar-benar ingin mewujudkan harapannya yaitu menciptakan nuansa
islami yang kuat. Namun harapan responden ini belum mampu direalisasikannya, karena ternyata responden mendapatkan berbagai kendala yang dapat
menghambat kinerjanya. Beberapa kendala yang dihadapi responden diantaranya adalah adanya
perasaan kurang mampu bekerja sama dengan atasannya, kurangnya dukungan yang diberikan pemerintah dan masyarakat, serta konflik yang dialaminya dengan
rekan sekantornya. Responden merasa kurang mampu bekerja sama dengan atasannya, yaitu Satpol PP karena responden menganggap WH dan Satpol PP itu
bertolak belakang, cara bekerja Satpol PP yang keras, arogan dan seperti militer dinilai bertolak belakang dengan cara kerja WH yang menggunakan perkataan dan
dengan cara yang lembut. Apalagi responden menganggap bahwa dari segi pendidikan saja Satpol PP lebih rendah dibandingkan dengan WH. Untuk
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
menghadapi kendala ini responden hanya bersabar dan mendiamkannya, namun tetap berusaha melaksanakan tugasnya sebagai WH.
Kurangnya dukungan yang diberikan pemerintah terhadap WH dirasakan responden karena pemerintah kurang memberikan fasilitas yang maksimal
terhadap WH. Kekuatan hukum, perlindungan dan gaji yang dirasa minim dinilai sebagai kendala yang menghambat kinerja responden. Para pelanggar yang telah
ditangkap responden namun dilepaskan oleh pemerintah membuat responden merasa kesal dan jengkel. Hal ini dihadapi responden dengan mengajukan
tuntutan akan pertambahan hak dan kewajiban WH, namun Karena belum juga mendapatkan tanggapan yang positif dari pemerintah, responden mencoba untuk
bersabar saja, karena responden merasa tidak mampu melakukan apa-apa terhadap kebijakan pemerintah tersebut.
Kurangnya dukungan yang diberikan masyarakat dirasakan responden karena masyarakat seringkali memberikan protes terhadap nasihat-nasihat yang
responden berikan. Masyarakat juga belum menunjukkan perubahan yang berarti walaupun telah seringkali dinasihati. Responden merasa marah, kesal dan jengkel
terhadap masyarakat. Apalagi yang menjadi WH di wilayah tersebut hanya responden sendiri. Namun untuk menghadapi permasalahan tersebut responden
hanya diam saja dan menyenangkan diri dengan beranggapan bawha yang penting responden telah melaksanakan tugas dengan maksimal, terserah bagaimanapun
tanggapan masyarakat. Apalagi responden menilai bahwa untuk mengatur manusia itu tidaklah semudah mengatur benda mati.
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
Konflik yang dialami responden dengan rekan sekantornya juga seringkali membuat responden merasa malas untuk masuk ke kantor. Responden merasa jika
hadir di kantor justru lebih banyak mudharat-nya, karena pembicaraan yang ada hanya seputar gosip saja. Namun responden mengesampingkan rasa malas ini jika
responden memang diwajibkan untuk hadir di kantor. Beban yang dialami responden seringkali membuat responden merasa jenuh
dan bosan, bahkan tidak jarang responden berfikir untuk keluar dari WH dan mencari pekerjaan lain, karena menurut responden, WH adalah pekerjaan yang
paling berat di Aceh Tengah, karena WH harus berhadapan dengan mental.
c. Sumber stres, appraisal, dan coping stres