T. Sihombing 55 Tahun Profil Informan .1 R br Siburian 45 Tahun

suaminya bekerja di sawah. Hal ini dikarenakan untuk menghemat pengeluaran berupa biaya makan yang dapat mereka cegah. Istrinya pun hanya sesekali membantu suaminya untuk bekerja di sawah karena istrinya harus menjaga anak mereka yang masih kecil dan menyiapkan makanan di rumah. Tidak jarang juga pak Hutabarat dan kedua anaknya juga berada di sawah. Setidaknya kedua anaknya tidak jenuh di rumah saja sehingga kedua anaknya dapat bermain-main di sawah atau di kebun kopi milik opungnya. Kedua anaknya pun bersedia membantu orang tuanya jika panen telah tiba.

4.3.8 T. Sihombing 55 Tahun

Pak Sihombing ini telah menjadi pedagang ombus-ombus semenjak tahun 1985. Berarti ia sudah 25 tahun menjadi pedagang ombus-ombus. Ia juga telah lama tinggal di Siborongborong. Bisa dikatakan mulai dari ia lahir hingga sampai ia menikah dan mempunyai anak, ia telah tinggal di Siborongborong. Pak Sihombing ini juga mempunyai 9 orang anak yang terdiri dari 5 orang anak laki-laki dan 4 orang anak perempuan. Dengan demikian biaya yang harus ia tanggung bukan hanya untuk dirinya saja tetapi juga termasuk biaya hidup istri dan anak-anaknya. Pada saat menikah beliau belum berpikir untuk menjadi pedagang ombus-ombus. Sehingga ia mencoba pekerjaan lain untuk bisa mendapatkan penghasilan untuk bisa menghidupi dirinya dan istrinya saat itu mereka belum mempunyai anak. Sebelum menjadi pedagang ombus-ombus, beliau bekerja sebagai supir mobil angkutan. Selama hampir 3 tahun ia menekuni pekerjaannya. Selama 3 tahun juga ia jarang untuk bisa memberikan waktu luang untuk bisa bersama dengan istri dan anaknya yang pertama. Hal ini dikarenakan tuntutan kerja sebagai supir angkutan yang membutuhkan ia untuk harus siap secara fisik untuk mengantar penumpang sesuai dengan tujuan dari mobil angkutan Universitas Sumatera Utara yang dikemudikannya. Sehingga jika untuk waktu istirahat atau bertemu keluarganya hanya bisa dilakukannya jika ada supir cadangan yang mau menggantikannya jika ia berada dalam kondisi sakit. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang ia lakukan bersama istrinya, maka ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan ia pun mencoba untuk menjadi pedagang ombus-ombus yang awalnya ditawarkan oleh kawannya. Akhirnya ia pun berminat untuk menjadi pedagang ombus-ombus dengan ajaran dari kawannya tentang bagaimana cara membuat ombus-ombus sehingga ombus-ombus itu dapat dengan mudah untuk dibuat sendiri sampai dengan cara penjualan dan lokasi penjualan. Ia pun akhirnya bekerja menjadi pedagang ombus-ombus bersama dengan para pedagang lainnya setiap hari pada saat itu belum ada pembagian jadwal untuk berjualan ombus-ombus. Bersama dengan pedagang ombus-ombus lainnya, ia menunggu para penumpang ataupun masyarakat Siborongborong untuk membeli makanan tradisional yang satu ini. Oleh karena penghasilan dari berjualan ombus-ombus ini dianggap dapat memberikan keuntungan yang lumayan, maka pada saat itu beliau hanya menekuni pekerjaannya sebagai pedagang ombus-ombus saja tanpa berkeinginan untuk mencari pekerjaaan lain. Hal ini dikarenakan juga tanggungan yang harus dibiayai oleh beliau masih berjumlah 4 orang, yaitu pak Sihombing, istrinya, dan 2 orang anaknya. Sehingga kebutuhan hidup mereka juga masih bisa terpenuhi. Dengan semakin berkembangnya zaman dari tahun ke tahun, maka biaya hidup pun juga tidak lagi sama dengan kehidupan yang dulu. Keadaannya pun berubah. Para pedagang ombus-ombus pun semakin berkurang dan semakin jarang terlihat di sepanjang kota Siborongborong. Hal ini dikarenakan sudah adanya pembagian jadwal dalam Universitas Sumatera Utara berjualan ombus-ombus. Sehingga pedagang ombus-ombus hanya diperkenankan untuk berjualan dalam sekali dua hari. Bukan hanya itu saja semakin meningkatnya kebutuhan hidup, membuat pedagang ombus-ombus untuk berhenti dari pekerjaan mereka. Hal ini pun dirasakan oleh pak Sihombing. Ia merasa perekonomiannya menjadi pedagang ombus-ombus dulu berbeda dengan saat ini. Dengan kondisi yang seperti inilah maka mau atau tidak mau pak Sihombing harus mencari alternatif tambahan penghasilan di luar dari pekerjaannya sebagai pedagang ombus-ombus. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menjadi buruh tani tanaman nenas dan juga sebagai orang yang mengawasi ikan-ikan yang dipelihara oleh orang lain. Pekerjaannya meliputi dari memperhatikan perkembangan ikan, memberinya makan, sampai menjual ikan tersebut jika sudah siap untuk dijual. Sehingga hasil dari penjualannya itulah ia berikan kepada majikanorang yang mempekerjakannya dan selanjutnya hasil tersebut dibayar oleh majikannya kepadanya. Sedikit demi sedikit ia menyisihkan penghasilan yang ia terima baik itu dari pekerjaannya sebagai pedagang ombus-ombus maupun jadi buruh tani. Dengan semakin bertambahnya jumlah anggota keluarganya, maka beliau pun memikirkan lebih jauh untuk mencari tambahan penghasilan lain, karena disamping ia harus membiayai sekolah anak-anaknya pada saat itu, ia juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli susu bagi anaknya yang terakhir. Melihat suaminya yang bekerja dengan giat untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka maka istrinya pun yaitu ibu boru Sinaga juga mencari pekerjaan yang mungkin bisa dilakukannya seuai dengan kemampuannya untuk bisa membantu suaminya. Ibu Sinaga ini pun membantu suaminya dengan berjualan mie di pasar tiap hari Selasa disebut juga onan. Dengan hasil jualan mienya itu, ibu ini bisa ikut Universitas Sumatera Utara membantu menyisihkan penghasilan tersebut. Dengan semangat kerja keras pak Sihombing dan ibu Sinaga ini, maka pak Sihombing berencana untuk membeli lahan sawah yang tidak begitu besar, namun bisa mereka gunakan sebagai penunjang kehidupan keluarga mereka. Mereka berencana untuk mempunyai sawah sendiri dengan alasan mereka ingin mendapatkan hasil yang penuh dari hasil sawahnya nanti. Dengan begitu jika ia pada hari tertentu bukan jadwalnya untuk berjualan ombus-ombus, maka bapak ini berada di sawahnya untuk bekerja dari pukul 08.00 hingga 18.00 WIB.

4.3.9 H. Silaban 33 Tahun