yang berhenti di Simpang Tugu Kota Siborongborong. Dengan begitu, ia memaknai perjuangan keras dari almarhum ayahnya sampai sekarang.
Bangunan yang terletak di Jalan Sisingamangaraja atau persis di dekat terminal Siborongborong merupakan warisan peninggalan orangtuanya yang diberikan kepadanya.
Bangunan itu bukan hanya dijadikan sebagai warung Lapo dalam bahasa Batak, tetapi juga dijadikan sebagai tempat tinggal ia dan keluarganya. Semenjak bangunan itu
permanen, pembeli yang datang ke rumahnya yang berbentuk warung Lapo dalam bahasa Batak itu semakin ramai. Pembeli yang datang juga tidak memandang usia,
semua kalangan datang, bahkan masyarakat yang melintas dari Siborongborong. Makanan tradisional ombus-ombus ini juga dapat dipesan untuk acara besar-besar, seperti
pertemuan Unsur Muspida Taput, Tobasa, Humbahas, acara pernikahan, atau sekedar untuk oleh-oleh. Beliau juga mengatakan bahwa ia dan keluarganya akan terus
mempertahankan usaha ini hingga turun-temurun. Selain itu juga, istrinya yang bernama B. Br Togatorop juga pernah menjadi calon
anggota DPRD Tapanuli Utara TAPUT periode 2009-2014 dari Daerah Pemilihan Dapem 2 yang meliputi Kecamatan Siborongborong, Sipaholon, Parmonangan, Muara
dan Pagaran. Hal ini dilakukan oleh istrinya dengan alasan mendukung perkembangan perekonomian masyarakat dengan budaya kerja keras dan melestarikan adat dan buadaya
dalam hal ini sektor pariwisata dari daerah ini.
4.3.4 J. Tampubolon 65 Tahun
J.Tampubolon memulai usaha berjualan ombus-ombus sejak tahun 1977. Dengan demikian, ia telah 33 tahun berjualan ombus-ombus. Dalam sekali dua hari, ia memulai
mengayuh sepedanya untuk menjajakan ombus-ombusnya dimulai pada pukul 08.00
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan pukul 18.00 WIB. Ia berangkat dari rumahnya yang berada di Jl. Sadar menuju daerah pasar Siborongborong dengan menaiki sepeda anginnya yang sudah siap
dengan tempat ombus-ombusnya. Ia pun berkeliling di sepanjang kota Siborongborong untuk menunggu mobil-mobil angkutan yang hendak berangkat atau mobil angkutan
yang baru datang dari arah Tarutung atau dari arah lain. Ia biasanya berjualan di loket- loket angkutan mobil atau di Simpang Tugu.
Disamping ia menjadi pedagang ombus-ombus, ia juga mempunyai pekerjaan sampingan sebagai petani jagung. Pekerjaannya sebagai petani jagung sudah lama ia
lakukan sebelum ia menjadi pedagang ombus-ombus. Oleh karena hasil yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai petani jagung yang hasilnya baru bisa dinikmati setiap 4 bulan
sekali, maka ia memutuskan untuk menjadi pedagang ombus-ombus untuk menambah pemasukan keuangan bagi keluarganya
Beliau mempunyai seorang istri dan tujuh orang anak perempuan. Ia dan keluarganya tinggal di rumah yang sederhana. Ia juga mengatakan bahwa hasil dari
menjual ombus-ombusnya selama inilah yang dapat membiayai kehidupan mereka dan juga termasuk dapat membiayai sekolah anak-anaknya. Ia juga mensyukuri bahwa hasil
dari pekerjaannya sebagai pedagang ombus-ombus selama ini dapat membuat anak- anaknya semua menyelesaikan sekolahnya sampai pada tingkat SMA. Menurut beliau,
rumah yang ditempatinya saat ini juga merupakan sebagian hasil dari jualan ombus- ombusnya. Pada saat ini anak-anaknya sudah bisa menjadi orang yang berhasil. Ada yang
menjadi guru, wiraswasta, dan masih banyak lagi. Ia mengatakan bahwa penghasilannya yang ia terima dari menjual ombus-ombus
dahulu dengan sekarang berbeda. Pada masa dahulu, dimana ombus-ombus masih
Universitas Sumatera Utara
menjadi makanan favorit di Siborongborong sehingga pembeli pun masih berminat untuk membeli makanan ini. Namun, berbeda dengan masa sekarang. Saat ini penghasilannya
hanya mencapai Rp 200.000 – 400.000 sebulan, belum lagi ditambah dengan biaya hidup yang semakin meningkat saat ini. Hal ini dapat dilihat dari harga-harga sembako yang
beranjak meningkat. Ia pun tidak menentu dalam biaya pengeluaran untuk membeli bahan-bahan
pembuatan ombus-ombus ini. Ombus-ombus ini dibuat pada malam harinya dan pada keesokan harinya jika jadwalnya berjualan, maka ia panaskan terlebih dahulu sebelum ia
berangkat untuk menjajakan ombus-ombus buatannya sendiri. Dalam pembuatan ombus- ombus ini sendiri, ia dibantu oleh istrinya yang bernama D br Sianipar. Bukan hanya
beliau yang menjadi petani saat ini, tetapi istrinya pun juga ikut membantu keuangan keluarganya dengan menjadi petani juga. Lahan yang mereka kerjakan bisa berupa lahan
sendiri ataupun lahan orang. Meskipun saat ini, anak-anaknya sudah tidak tinggal bersamanya lagi dikarenakan mereka semua sudah pada menikah, tidak berarti
pengeluaran berkurang. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang serba naik, belum lagi biaya yang harus mereka keluarkan untuk membeli bahan-bahan pembuatan ombus-
ombus ataupun untuk pupuk mereka. Namun, jika pak Tampubolon ini mengalami kekurangan uang, maka anak-anaknya bersedia untuk membantu beliau.
Jika untuk masalah bahan-bahan dalam membuat ombus-ombus, ia mengatakan biaya yang dikeluarkan tidak terperinci karena berdasarkan waktunya. Maksudnya, jika
hari libur ia mengeluarkan biaya yang cukup banyak, namun jika hari biasa pengeluaran pun sedikit. Bahan-bahan yang diperolehnya juga juga tidak sulit, misalnya, untuk
mendapatkan tepung beras, gula merah, gula putih, kelapa dapat dibelinya dari pasar
Universitas Sumatera Utara
Siborongborong. Namun, umtuk pembelian daun ucim daun pisang, ia memesan langsung dari Medan yaitu tepatnya di Simpang Limun dalam 15 kali sebulan. Kemudian
daun pisang tersebut dikirimdiantar melalui mobil angkutan yang menuju Siborongborong.
Ia pun memilih untuk memesan langsung daun pembungkus makanan tradisional ini melalui Medan karena daun yang berasal dari Medan cenderung kuat dan tidak mudah
sobek. Hal ini berbeda dengan daun pisang dari Siborongborong. Mengenai tepung beras yang dipakai sebagai bahan utama pembuatan ombus-ombus, ia memilih untuk membeli
langsung dari pasar Siborongborong ataupun dari swalayan. Meskipun menurutnya ada perbedaan rasa dalam penggunaan tepung beras yang dibeli dengan yang diolah secara
sendiri ditumbuk. Penghasilan yang ia terima pun sedikit demi sedikit dapat ia tabung. Jika
keuangannya tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan hidup mereka, ia meminjam dari tetangga atau anak-anaknya yang bersedia untuk membantu keuangan orang tuanya.
Menurut ceritanya, dahulu ia pernah di potret diambil gambarnya dengan sepeda ombus- ombusnya dengan menggunakan kamera oleh orang luar negeri kira-kira pada tahun
2000-an beliau tidak begitu ingat dengan tahun berapa tepatnya gambarnya diambil oleh orang luar negeri itu dikarenakan kondisinya yang sudah lanjut usia. Lalu gambar
dirinya itu dikirimkan oleh orang luar negeri tersebut ke presiden dan juga sampai ke gubernur dan saat ini gambar itu sudah terpajang di rumahnya.
4.3.5 W. Situmeang 35 Tahun