Siborongborong. Namun, umtuk pembelian daun ucim daun pisang, ia memesan langsung dari Medan yaitu tepatnya di Simpang Limun dalam 15 kali sebulan. Kemudian
daun pisang tersebut dikirimdiantar melalui mobil angkutan yang menuju Siborongborong.
Ia pun memilih untuk memesan langsung daun pembungkus makanan tradisional ini melalui Medan karena daun yang berasal dari Medan cenderung kuat dan tidak mudah
sobek. Hal ini berbeda dengan daun pisang dari Siborongborong. Mengenai tepung beras yang dipakai sebagai bahan utama pembuatan ombus-ombus, ia memilih untuk membeli
langsung dari pasar Siborongborong ataupun dari swalayan. Meskipun menurutnya ada perbedaan rasa dalam penggunaan tepung beras yang dibeli dengan yang diolah secara
sendiri ditumbuk. Penghasilan yang ia terima pun sedikit demi sedikit dapat ia tabung. Jika
keuangannya tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan hidup mereka, ia meminjam dari tetangga atau anak-anaknya yang bersedia untuk membantu keuangan orang tuanya.
Menurut ceritanya, dahulu ia pernah di potret diambil gambarnya dengan sepeda ombus- ombusnya dengan menggunakan kamera oleh orang luar negeri kira-kira pada tahun
2000-an beliau tidak begitu ingat dengan tahun berapa tepatnya gambarnya diambil oleh orang luar negeri itu dikarenakan kondisinya yang sudah lanjut usia. Lalu gambar
dirinya itu dikirimkan oleh orang luar negeri tersebut ke presiden dan juga sampai ke gubernur dan saat ini gambar itu sudah terpajang di rumahnya.
4.3.5 W. Situmeang 35 Tahun
W. Situmeang sudah 3 tahun berjualan ombus-ombus. Ia adalah menantu dari pak J. Tampubolon dari anak perempuannya yang ke 6. Sejak saat ia menikah dengan putri
Universitas Sumatera Utara
pak J. Tampubolon inilah, ia mulai menjadi pedagang ombus-ombus. Pada saat ini, ia tinggal dengan seorang istri dan seorang anak. Tempat tinggalnya juga tidak jauh dari
kediaman keluarga pak J. Tampubolon. Sebelum ia menikah dan memutuskan untuk menjadi pedagang ombus-ombus, ia
bekerja sebagai buruh tani dan membantu orang tuanya untuk berjualan. Karena pada saat itu, orang tuanya membuka usaha jualan warung di rumah mereka. Ia pun membantu
sedikit demi sedikit dari pekerjaannya untuk membantu keuangan orang tuanya karena waktu itu ia masih mempunyai 5 orang lagi adik-adiknya yang butuh biaya untuk
sekolah. Ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara di keluarganya. Oleh karena itu, ia ikut bertanggungjawab untuk membantu keuangan orang tuanya sebisa mungkin.
Dengan berbekal hanya sampai pada pendidikan SLTP saja, ia tetap semangat untuk mencari pekerjaan dengan harapan adik-adiknya semua bisa merasakan pendidikan
sekolah dan tidak ketinggalan nantinya dalam menghadapi perkembangan zaman. Ternyata pengorbanannya untuk ikut membantu keuangan orang tuanya tidak sia-sia,
adik-adiknya pun bisa menyelesaikan pendidikan mereka sampai pada tingkat SMA. Adik-adiknya juga ikut membantu kedua orang tua mereka untuk berjualan di warung
atau berjualan di pasar bila hasil panen mereka telah tiba. Baginya, hidup ini memang keras dan hanya orang-orang yang mempunyai semangat yang tinggi untuk mendapatkan
hasil dari kerja keras yang dapat melangsungkan hidup. Meskipun saat ini ia sudah menikah, namun semangat kerja kerasnya tetap
ditunjukkannya dengan menjadi pedagang ombus-ombus. Ia juga tetap menjadi buruh tani untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Karena baginya, jika ia hanya
mengharapkan penghasilan dari penjualan ombus-ombusnya setiap sekali dua hari itu
Universitas Sumatera Utara
untungnya tidak begitu banyak sementara biaya hidup saat ini semakin tinggi. Harga- harga kebutuhan pokok semakin naik. Meskipun anaknya masih berumur 2 tahun, namun
ia mempersiapkan segala sesuatunya untuk keluarganya. Sehingga sebagian dari hasil penjualan ombus-ombus dan pekerjaannya yang menjadi buruh tani dapat ia tabung untuk
mempersiapkan sesuatu yang tidak dapat ia kira suatu saat nanti. Usaha ombus-ombusnya ini pun diberikan oleh mertuanya yaitu pak J.
Tampubolon sehingga ia dengan sendirinya dapat membuat sendiri ombus-ombus yang dijualnya. Ia pun mulai berangkat dari rumahnya untuk berkeliling mencari pembeli dan
menunggu mobil-mobil angkutan umum mulai dari pukul 08.00- 17.00 WIB. Istrinya pun ikut membantu keuangan mereka dengan menjadi buruh tani, sehingga pemasukan
pendapatan darinya dan istrinya bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Meskipun hasil yang didapatnya dari berjualan ombus-ombus tidak menentu, dikarenakan peminat
pembeli semakin berkurang, ia tetap tidak putus asa. Ia tetap mengayuh sepeda anginnya dan berkeliling di sepanjang jalan kota Siborongborong atau tetap berada di loket
angkutan umum untuk menunggui mobil yang hendak berangkat atau mobil yang datang, dengan harapan jika mobil itu berhenti, ia bisa menawarkan langsung kepada pembeli
atau penumpang mobil angkutan tersebut. Jika ia tidak berjualan ombus-ombus dikarenakan waktu berjualan yang
bergantian dengan pedagang ombus-ombus lainnya, ia juga aktif di lingkungan rumahnya, seperti ia akan turut membantu kegiatan-kegiatan yang akan berlangsung di
ksmpungnys. Sehingga ia juga termasuk dalam anggota STM Serikat Tolong Menolong di daerahnya, bukan hanya itu ia juga aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh kumpulan
Universitas Sumatera Utara
marganya, atau marga istrinya. Sehingga ia dikenal sebagai orang yang ramah dan suka menolong.
Jika berbicara tentang kesulitan saat ini, ia mengatakan bahwa semua serba sulit dan semuanya serba bayarpake uang. Sehingga jika ia dan istrinya tidak mempunyai
uang atau kesulitan dalam keuangan, ia meminta bantuan kepada kedua orang tuanya dan adik-adiknya yang kini sudah ada yang bekerja. Namun, jika orang tuanya ataupun
saudaranya tidak dapat membantu, ia mencoba meminjam uang dengan tetangga atau kerabat mereka ataupun dengan pemilik lahan dimana tempat mereka bekerja. Sehingga
dari hasil pinjamannya tersebut akan dipotong dari sebagian gaji mereka sebagai gantinya.
4.3.6 M. Simorangkir 43 Tahun