BAB II GAMBARAN UMUM ETNIS TIONGHOA DI LINGKUNGAN VII DAN
VIII KELURAHAN KOTA BANGUN
2.1. Lokasi dan Keadaan Alam
Secara geografis Kelurahan Kota Bangun terletak di pinggiran Kota Medan, yang merupakan bagian dari Kecamatan Medan Deli, Provinsi Sumatera
Utara. Yang terdiri dari 8 delapan lingkungan, kelurahan ini telah berdiri sejak tahun 1957 yang hingga saat ini pertumbuhan penduduknya semakin bertambah
padat seiring dengan berjalannya waktu. Kelurahan Kota Bangun berdiri atas sebuah pemekaran dari Kelurahan Titi Papan. Hal ini karena diperlukannya
perluasan pembangunan dengan membentuk kelurahan-kelurahan baru di daerah tersebut. Sebelum terjadi pemekaran, Kelurahan Kota Bangun merupakan sebuah
kampung yang dipimpin oleh perangkat desa yang dahulu disebut sebagai perangkat kampung yang bekerja secara sukarela dan dibentuk pertama kalinya
pada tahun 1974, oleh Ki Awaluddin Hadiluwih masyarakat buyut yang dipercaya sebagai pendiri Kelurahan Kota Bangun. Selanjutnya masyarakat-masyarakat asli
Kelurahan Kota Bangun seperti, Bapak Kamaluddin 54 tahun mulai mengisih pekerjaan menjadi perangkat Kelurahan Kota Bangun tahun 1974 sebagai pegawai
swasta. Dan akhirnya pada tahun 1981, terjadi pengangkatan status perangkat kampung dari pegawai swasta menjadi pegawai negeri sipil untuk mengelola
Kelurahan Kota Bangun tersebut. Selanjutnya lurah yang pertama kali menjabat di Kelurahan Kota Bangun ini adalah Ok Ki Penyok Awali.
Jarak tempuh dari Kelurahan Kota Bangun ke Ibukota Kecamatan 3 tiga Kmjam jika menggunakan alat transportasi umum, sedangkan jarak tempuh dari
19
Universitas Sumatera Utara
Kelurahan Kota Bangun ke Ibukota KotamadyaKabupaten ± 15 lima belas Kmjam jika menggunakan alat transportasi umum seperti bus dan angkutan
umum lainnya, dan sedangkan jarak tempuh dari Kelurahan Kota Bangun ke Ibukota Propinsi juga jika menggunakan alat transportasi umum seperti bus dan
angkutan umum lainnya, ± 15 lima belas Kmjam. Dalam hal ini Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan memiliki batas-batas
wilayah yang dapat menghubungkan antara kelurahan yang satu dengan kelurahan yang lainnya seperti.
1. Sebelah Utara Berbatasan dengan Kelurahan Titi Papan 2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Helvetia dan Brayan
3. Sebelah Barat Berbatasan dengan Kelurahan Karang Berombang 4. Sebelah Timur Berbatasan dengan Industri KIM II dan Mabar.
Kelurahan Kota Bangun memiliki luas wilayah ± 250 Ha. Dari luas wilayah Kelurahan Kota Bangun tersebut memiliki penduduk yang tersebar
diberbagai lingkungan yang ada di Kelurahan Kota Bangun ini. Sesuai dengan data yang ada, pada bulan april tahun 2012 penduduk Kelurahan Kota Bangun
berkisar 14.262 jiwa. Penduduk sebanyak itu tersebar dari lingkungan satu sampai lingkungan delapan
4
4
Sumber Dokumen Kelurahan Kota Bangun.
. Yang menjadi tempat pemukiman petani Cina Kebun Sayur dalam fokus penelitian ini berada di lingkungan VII dan VIII. Walaupun
Kelurahan Kota Bangun adalah sebuah Kelurahan kecil yang terletak di pinggiran Kota Medan. Kelurahan Kota Bangun tidak hanya menjadi sebuah kelurahan yang
tertinggal dalam bidang pembangunan. Pada saat sekarang ini, Kelurahan Kota Bangun terus tumbuh menjadi kelurahan yang lebih baik. Hal ini terlihat dengan
20
Universitas Sumatera Utara
munculnya industri-industri rumahan di Kelurahan Kota Bangun itu sendiri. Seperti, rumah makan, grosir eceran, pertokoan dan lain sebagainya, menjadikan
kelurahan ini tetap bertumbuh pesat seiring berjalannya waktu. Kelurahan Kota Bangun dapat dijadikan sebagai daerah yang memiliki potensi wisata, seperti
wisata Kebun Sayur yang dikelola langsung oleh petani Cina kebun sayur itu sendiri, dan juga daerah Kelurahan Kota Bangun ini merupakan kawasan sejarah
datangnya etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun pada masa Kolonial Belanda saat itu. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Amirudin 52 tahun, beliau
mengatakan bahwa nama Kota Bangun sendiri adalah sebuah nama yang diambil dari masyarakat datuk besar yang memiliki ilmu pada masa itu yakni Datuk Kota
Bangun. Menurut Beliau, bahwa dahulu Guru Patimpus pernah berguru dengan Datuk Kota Bangun tersebut. Selain potensi wisata sejarah, Kelurahan Kota
Bangun juga dapat menjadi sebuah ikon wisata alam. Dimana terdapat beberapa daerah yang sebenarnya masih asri, walaupun Kelurahan Kota Bangun berada
pada posisi jalan lintas menuju Belawan. Misalnya saja pada lingkungan VII dan VIII. Pada lingkungan ini terdapat areal pertanian yang di diami oleh masyarakat
ber-etnis Tionghoa. Lingkungan yang asri dengan sepanjang jalan yang dihiasi penampang
sayur di kanan dan di kiri jalan. Dengan penampang hijau khas tanaman yang mereka tanam, menghiasi setiap rumah-rumah mereka yang sederhana dan bersih.
Walaupun tidak begitu banyak pepohonan besar yang menghiasi daerah tersebut, namun di lingkungan VII dan VIII ini masih tetap segar untuk dijadikan suatu
pemandangan. Penduduk yang mendiami daerah tersebut juga menjadi daya tarik tersendiri. Bagaimana mereka menjamu para pendatang yang ada, Keramahan
21
Universitas Sumatera Utara
yang tidak dibuat-buat. Keramahan yang menjadikan ciri khas mereka sebagai etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun ini.
Salah satu kunci keramahan etnis Tionghoa tersebut adalah sebuah proses akulturasi antara budaya etnis Tionghoa dengan budaya etnis pribumi seperti
Jawa. Koenjaraningrat 2002 mengungkapkan bahwa akulturasi adalah sebuah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu, dihadapkan dengan unsur budaya asing dengan sedemikian rupa sehingga suatu kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan
sendiri tanpa menghilangkan budaya sendiri. Etnis Tionghoa mengadopsi keramahan yang dimiliki oleh etnis Jawa tanpa kehilangan identitas mereka
sebagai etnis Tionghoa dengan logat dan cara mereka bertutur. Menurut beberapa informasi, proses akulturasi yang terjadi tidak hanya
sampai pada tahap tingkat adopsi sebuah nilai. Namun proses tersebut menjalar sampai pada tahap silang budaya. Dimana beberapa dari mereka yang etnis
Tionghoa bukanlah etnis Tionghoa asli lagi, walaupun masih kental dengan bahasa dan logat mereka ketika berbicara. Etnis Tionghoa ini juga telah memiliki
keturunan dengan etnis pribumi seperti Jawa, Batak, dan lain-lainnya. Hal tersebut terbukti bahwa banyak ditemukan dari mereka yang beretnis Tionghoa, yang
identik dengan kulit putih dan bermata sipit tidak selalu berlaku disini, banyak diantara mereka yang tidak lagi berkulit putih dan bermata sipit. Bahkan mereka
sendiri sudah susah untuk di identifikasi, apakah ia Orang Jawa atau Orang Tionghoa. Karena dari sisi kulit dan wajah mereka lebih menyerupai Jawa atau
etnis pribumi lainnya. Hal tersebut terjadi karena adanya perkawinan silang antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya, dan dalam pekerjaan sehari-hari mereka
22
Universitas Sumatera Utara
tetap memiliki kesamaan dengan etnis lainnya. Maka tidak perlu heran jika di Kelurahan Kota Bangun ini terlihat jelas bagaimana harmonisasi, hormat
menghormati antara etnis Tionghoa dengan etnis lainya berjalan dengan baik sampai sekarang ini. Namun ketika saya datang dan berkunjung di kediaman
Bapak Billy 50 tahun, terlihat jelas bagaimana simbol-simbol etnis Tionghoa tersebut tidak lepas dari sisi rumahnya sebagai tempat pemujaan mereka terhadap
dewa dewinya. Pertanyaan muncul ketika saya mencoba mengidentifikasi etnis Tionghoa di Kelurahan Kota Bangun ini, dari mana sebenarnya asal mereka
sehingga pertumbuhan mereka telah bertambah setiap tahunnya. Dan Sejak kapan mereka bermukim disini dan lain sebagainya hingga bagaimana mereka bisa
bertahan sampai sekarang ini, hal tersebut akan terjawab di dalam sejarah kedatangan mereka seperti di bawah ini.
2.2. Sejarah Etnis Tionghoa di Lingkungan VII dan VIII Kelurahan Kota Bangun