Hidup sebagai Keluarga yang Sehat 10-11.

42 istri. Proses penyembuhan ini dimulai dengan mengungkapkan luka-luka tersebut, supaya setiap pribadi bisa membantu untuk menghapus hal-hal negatif dan menjadi seorang pribadi yang mau menerima diri secara positif. Namun, hal tersebut memerlukan jangka waktu yang lama dan menuntut adanya rasa saling percaya. Keluarga yang disebut berhasil adalah keluarga yang dapat menciptakan penyembuhan terhadap luka-luka yang terpendam dalam hati setiap pribadi Eminyan, 2001: 97-100.

c. Fase Ketiga adalah Bertumbuh dan Berkembang

Pertumbuhan berarti perubahan secara bertahap dalam mewujudkan potensi dan aktualisasi. Potensi dan aktualisasi berarti setiap orang mempunyai kemampuan untuk bertindak sesuatu secara konkret dalam hidup sehari-hari. Pertumbuhan pun hanya terjadi melalui relasi-relasi yang tetap dan berkelanjutan serta terdapat dalam keluarga yang dapat menciptakan kemesraan diantara suami-istri, sehingga penerus kehidupan keluarga sungguh-sungguh berasal dari buah cinta kasih mereka dan membiarkan Allah meneguhkan perjanjian cinta-Nya terhadap umat melalui mereka Eminyan, 2001: 100-102. Keluarga berlandaskan pada pernikahan. Pernikahan adalah persatuan atau ikatan hidup antara laki-laki dan perempuan yang dinyatakan secara publik dan dalam ikatan pernikahan yang menjadi tempat bagi para generasi penerus kehidupan supaya saling membantu dan mengembangkan setiap pribadi melalui tuntutan kehidupan sosial dalam masyarakat Eminyan, 2001: 273. 43

e. Peran dan Keterlibatan Keluarga

Peran keluarga bagi Gereja dan masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Membentuk Persekutuan Pribadi-pribadi

Menurut Familiaris Consortio yaitu dokumen Gereja yang berbicara tentang keluarga mengatakan bahwa cinta kasih menjadi dasar terbentuknya keluarga dan dihidupkan oleh karenanya. Hal itu sebagai bentuk persekutuan dari masing-masing pribadi yang terdiri dari suami-istri dan anak serta sanak saudara. Tugas dan tanggung jawab keluarga yang paling pokok yaitu berusaha untuk selalu menghayati persekutuan untuk mengembangkan kerukunan hidup yang sungguh-sungguh murni dari setiap pribadi. Asas, kekuatan, dan tujuan akhir setiap pribadi hanyalah cinta kasih, karena tanpa adanya cinta kasih keluarga tidak bisa hidup dan berkembang untuk membentuk persekutuan antar pribadi, sehingga persekutuan mendasari dan menjiwai kerukunan hidup dalam pernikahan dan keluarga FC 18.

b. Mengabdi kepada Kehidupan

Tugas mendasar setiap keluarga yaitu mengabdi kepada kehidupan mewujudkan peristiwa historis dari Tuhan secara nyata melalui pasangan suami-istri yang bersifat prokreatif artinya keterbukaan dan pengadaan keturunan untuk meneruskan gambar ilahi dari setiap pribadi. Kesuburan menjadi simbol dan hasil dari hubungan cinta kasih suami-istri dan kesaksian hidup melalui penyerahan diri seutuhnya diantara keduanya tanpa mengabaikan tujuan-tujuan pernikahan, yaitu supaya suami-istri selalu siap dan kuat bekerja sama dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta dan penyelamat melalui mereka untuk memperkaya keluarga-Nya sendiri FC 18. 44 Ciri khas yang mendasar bagi orangtua dalam keluarga adalah berperan sebagai pendidik yang pertama dan utama. Ungkapan cinta kasih orangtua yang terwujud dalam tugas tersebut akan memperkaya dan menyempurnakan bentuk pengabdian bagi kehidupan. Cinta kasih juga menjadi prinsip bagi orangtua untuk melaksanakan tugasnya dalam mengembangkan nilai-nilai keramahan, ketabahan, kebaikan hati, pengabdian, sikap tanpa pamrih, dan pengorbanan sebagai hasil cinta kasih yang sangat berharga FC 36. Bentuk pengabdian kepada kehidupan melalui cinta kasih yang paling utama dan tidak dapat digantikan yaitu cara melahirkan dan mendidik anak. Keluarga- keluarga yang beriman dan mengakui diri sebagai putera-Nya akan bermurah hati menanggapi anak-anak yang kurang mampu di luar keluarganya sendiri berupa motivasi dan cinta kasih, karena mereka sebagai satu keluarga anak-anak Allah, sehingga mereka mampu tumbuh dan berkembang melalui ketenangan dan kepercayaan terhadap kehidupan dengan menerapkan nilai-nilai rohani dan persaudaraan. Oleh karenanya, Tuhan Yesus tetap tergerak hati-Nya oleh belaskasihan terhadap banyak orang melalui perantara keluarga-keluarga FC 41.

c. Ikutserta dalam Pengembangan Masyarakat

Keluarga berperan sebagai sel pertama dan utama yang penting bagi masyarakat. Keluarga mempunyai ikatan yang sangat kuat dengan masyarakat karena menjadi landasan dan selalu mengembangkannya melalui pengabdian keluarga bagi kehidupan. Keluarga-keluargalah yang melahirkan masyarakat untuk menemukan keistimewaan-keistimewaan sosial masyarakat FC 42. 45

d. Berperanserta dalam Kehidupan dan Misi Gereja

Keluarga-keluarga diutus untuk mengabdi dalam membangun Kerajaan Allah dengan turut serta dalam menghayati kehidupan dan misi Gereja. Keterlibatan akan menjadi sarana untuk menghubungkan Gereja dengan keluarga dan menjadikan Gereja sebagai Gereja kecil atau Gereja rumah tangga, sehingga keluarga menjadi simbol yang hidup dalam peristiwa sejarah Gereja, karena keluarga terlibat pula dalam melanjutkan misi Gereja. Hal itu terbukti tidak hanya menerima cinta kasih Tuhan dengan semaunya sendiri, tetapi juga diharapkan mampu mewartakan cinta kasih tersebut bagi semua orang untuk membentuk persekutuan yang saling menyelamatkan FC 49. Keluarga kristiani terlibat dalam membangun Kerajaan Allah melalui tindakan konkret dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga berpartisipasi dalam mewujudkan peristiwa perutusan Gereja yang mengacu pada tugas Tuhan sebagai nabi, imam, dan raja. Tiga pribadi tersebut menjadi dasar bagi keluarga yang berperan sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan injil, sebagai persekutuan dalam dialog dengan Allah dan sebagai persekutuan dalam pengabdian bagi sesama FC 50. Keluarga tercipta dengan adanya persekutuan suami-istri yang saling memotivasi untuk saling menerima, mendidik, dan memenuhi keperluan anak yang dianugerahkan Tuhan pada pasangan tersebut dengan penuh cinta dan kemesraan. Gereja Katolik penuh dengan kepercayaan bahwa perkawinan sebagai monogam, yaitu hubungan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki. Keluarga Katolik diteguhkan dengan dasar keyakinan bahwa suami-istri menyatakan di hadapan Tuhan dan publik bahwa mereka saling setia sampai kematian memisahkan 46 mereka, sehingga mereka bertekad mengatasi segala tantangan yang terjadi di dalam keluarga secara bersama-sama PGKI, 1995: 132. Pada saat ini keluarga Katolik ditantang dengan adanya perubahan masyarakat sebagai akibat munculnya globalisasi, industrialisasi, urbanisasi, pendewasaan seksualitas, hak yang mutlak dalam mencari kepuasan diri sendiri, meremehkan kesetiaan, dan dengan mudah terjadi perceraian. Tantangan-tantangan tersebut akan semakin menghambat tercapainya cita-cita kehidupan keluarga Katolik yang sejati. Contoh nyata kesulitan dalam menghadapi tantangan dalam keluarga terutama di kota-kota besar adalah orangtua tidak mampu untuk mendidik sekaligus mendampingi anak-anak mereka yang mengikuti cara hidup di kota yang semakin cepat berubah. Selain itu, pengaruh adat dan budaya di kota mempersulit pernikahan sesuai ajaran Gereja, maka di sana banyak terjadi perkawinan campur. Perkawinan campur terjadi karena kurangnya persiapan dan pastoral bagi pasangan suami-istri yang menjadi tantangan, sehingga perlu dihadapi oleh keluarga Katolik dan pelayan pastoral dari Gereja PGKI, 1995: 132-133. Sarana penunjang dalam pastoral keluarga yang disediakan antara lain perangkat informasi sehubungan dengan pernikahan dan kehidupan kekeluargaan Katolik, adanya usaha pastoral dalam persiapan pernikahan, pendampingan keluarga Katolik, pastoral orangtua tunggal dan pastoral bagi keluarga pasca cerai. Maka pembinaan terhadap keluarga perlu adanya tindak lanjut, perhatian khusus, adanya pemeliharaan hidup berkeluarga yang nantinya bisa menjadi sumbangan umat untuk mewujudkan Gereja yang sejati PGKI, 1995: 133-134. 47

5. Hal-ikhwal Hidup Berkeluarga a. Permasalahan Keluarga

Masyarakat semakin mengangkat hidup berkeluarga, tetapi sampai saat ini hidup berkeluarga perlu diteguhkan kembali, karena pada masa ini suami-istri sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, sehingga komunikasi dan berkumpul bersama dalam keluarga pun semakin menurun. Bahkan memberi perhatian khusus kepada anak-anaknya pun sangat terbatas. Hal itu juga akan mempengaruhi kemerosotan dalam bidang pendidikan mereka, sebab banyak perdebatan yang muncul dari pasangan suami-istri antara lain perbedaan cara menghargai pasangan, cara menilai hubungan batin dan kebiasaan dalam kegiatan keagamaan serta adanya gesekan yang memisahkan pernikahan mereka. Oleh karenanya, hidup berkeluarga perlu adanya persiapan yang sungguh-sungguh dan saling menjaga keutuhan pernikahan yang semakin membaik PGKI, 1995: 21.

b. Pernikahan sebagai Sakramen

Umat Katolik mempunyai keyakinan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yaitu laki-laki dan perempuan. Hal tersebut tercipta karena laki-laki dan perempuan diutus untuk saling mencinta. Maka, Gereja mengakui bahwa pernikahan merupakan suatu persekutuan hubungan cinta kasih antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berlandaskan pada kesadaran diri secara penuh dan bebas dalam menyerahkan seluruh hidup serta kemampuan yang dimiliki setiap pribadi untuk sepanjang hidupnya. Pernikahan menjadi lambang konkret dan sarana perjanjian baru antara Yesus dengan Gereja, sehingga pernikahan sebagai sakramen yaitu lambang bahwa Tuhan menjalin cinta kasih dengan seluruh umat-Nya, maka 48 cinta kasih suami-istri dalam keluarga tidak terputuskan. Kesatuan menjadi dasar cinta bagi keluarga, antara orangtua dengan anak dan antara anak dengan yang lainnya. Seorang anak perlu diberi kasih sayang sejak pembuahan baik berupa perhatian maupun hal lain yang menunjang kebutuhan anak. Dengan demikian, cinta suami-istri tidak hanya menghasilkan keturunan, melainkan juga menciptakan kekayaan moral dan spiritual di tengah-tengah hidup sebagai keluarga PGKI, 1995: 21-22. Gereja Katolik percaya bahwa perkawinan sebagai sakramen, artinya sebagai tanda dan sarana kehadiran Tuhan sendiri yang telah membentuk mereka sebagai pasangan suami-istri, karena yang mempersatukan dan mengikat mereka ialah Tuhan sendiri, maka perkawinan dalam Gereja Katolik hanya satu kali dan untuk seumur hidup PGKI, 1995: 132.

c. Persiapan dan Pastoral Keluarga

Pastoral keluarga semakin hari semakin penting dan harus mencakup semua tahap persiapan dan pengembangan hidup dalam berkeluarga. Persiapan menjelang pernikahan dalam bentuk pemeriksaan sebelum pernikahan perlu ditingkatkan. Oleh sebab itu, liturgi yang terdapat dalam keluarga hendaknya disiapkan dengan cermat agar perayaannya dapat berlangsung secara meriah dan mengesan sesuai dengan kebiasaan dan tradisi Gereja. Perayaan tersebut bisa divariasi dengan menggabungkan unsur-unsur budaya yang menyatakan janji pernikahan secara mendalam. Selain itu, perlu memperhatikan unsur-unsur dalam pernikahan supaya sesuai dengan ajaran iman kristiani PGKI, 1995: 24-25. 49 Para uskup beserta para imam meningkatkan dan menghidupkan karya pastoral dalam keluarga dengan berdialog bersama kaum awam. Bantuan tersebut dilaksanakan oleh para biarawan dan biarawati, contohnya antara lain memberi perhatian khusus kepada anak terlantar dan menderita sakit, serta keluarga-keluarga yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bantuan berharga bisa juga disumbangkan oleh para awam, misalnya guru, dokter, apoteker, ahli hukum, ahli psikologis dan ekonom. Hal itu membutuhkan partisipasi dari pihak media masa yaitu penulis, wartawan, dan penerbit dalam membentuk semangat hidup berkeluarga secara sehat. Namun, prinsip utama yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan kembali dalam pastoral keluarga yang menjadi pelaku utama adalah suami, istri dan anak PGKI, 1995: 24.

d. Keluarga sebagai Sel Gereja dan Masyarakat

Keluarga adalah sel bagian terkecil dalam masyarakat yang berperan sebagai dasar dalam hidup di masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang perlu dikembangkan ialah rasa harga diri yang sehat dalam kesatuan dengan semangat pengabdian, pengorbanan, dialog, menghargai pendapat dan hak seseorang, adil, membantu bagi yang kecil, dan mengutamakan kepentingan bersama. Keluarga secara bersama terutama melalui anggota-anggotanya turut serta dalam kegiatan- kegiatan yang ada dalam masyarakat, karena dengan sakramen perkawinan, keluarga-keluarga diutus untuk membangun masyarakat terutama membantu mereka yang mengalami kekurangan PGKI, 1995: 24.