Refleksi Masyarakat Refleksi Sistem Peringatan Dini Pemerintah dan Masyarakat

seperti Bupati, Gubernur, Kementerian Kehutanan, dan lembaga non-pemerintah KFCP. Masyarakat selama ini meyakini bahwa kebiasaan turun menurun dalam memprediksi kemarau sudah mulai berubah. Beberapa kebiasaan atau pengetahuan lokal untuk memprediksi iklim mulai meleset. Untuk itu mereka membutuhkan informasi yang lebih akurat yang bisa dipakai membantu dalam menunjang aktivitas khususnya kegiatan pertanian. Pemerintah desa membuat mekanisme pemantauan melalui kewajiban izin bagi pemilik atau penggarap lahan yang akan membuka lahan dalam upaya pengendalian kebakaran di tingkat masyarakat. Izin pembukaan lahan dengan pembakaran diberikan secara tertulis oleh kepala desa. Selain izin kepala desa, pemilik lahan harus melapor ke tetangga dekat lahan yang akan dibuka. Cara ini diharapkan dapat mencegah menjalarnya api secara tidak terkendali. Di beberapa desa khususnya yang mendapat program pembinaan dari Lembaga Non-Pemerintah dan Kementerian Kehutanan, terdapat kelompok pengendalian kebakaran hutan. Kelompok inilah yang dengan cepat mendapat informasi terbaru terkait kondisi peringatan bahaya kebakaran. Kelompok tersebut yaitu Masyarakat Peduli Api MPA dibawah pembinaan Manggala Agni BKSDA dan RPK yang difasilitasi oleh KFCP. Manggala Agni BKSDA memiliki perangkat SPBK untuk memantau kondisi cuaca dan peringkat bahaya kebakaran harian sedangkan KFCP memiliki staf yang selalu update informasi peringatan dini kebakaran yang diakses dari berbagai sumber. Terdapat desa-desa yang memakai pengetahuan local masyarakat dalam memprediksi kemarau. Masyarakat asli Kapuas khususnya yang tinggal di wilayah utara di beberapa desanya masih memakai perkiraan melalui pengetahuan lokal mereka. Sebaliknya, masyarakat pendatang yang umumnya melakukan aktivitas budidaya intensif di wilayah selatan Kapuas banyak mendapatkan informasi peringatan bahaya melalui berbagai sumber yaitu Manggala Agni, spanduk papan pengumuman dari gubernur, surat edaran Bupati dari aparat desa dan informasi dari media massa TV, Radio, surat kabar. Hasil diskusi kelompok di kalangan masyarakat di Kabupaten Kapuas sebagai penerima data informasi peringatan menyebutkan bahwa informasi peringatan dan kesiapsiagaan terbaru dari penyedia data kurang dipahami sehingga belum mendapat respon yang tinggi dari masyarakat. Masyarakat kurang paham apa implikasi dari datangnya bahaya peringatan kebakaran sehingga sebagian masih tetap beraktivitas membakar lahan seperti kebiasaan dari tahun ke tahun. Masalah yang dihadapi masyarakat dalam mendapat informasi peringatan bahaya kebakaran adalah tidak semua tempat yang rawan kebakaran dapat terjangkau informasi secara cepat. Hal ini sama yang dikemukan oleh lembaga pemerintah yaitu disebabkan oleh adanya hambatan diseminasi atau penyebaran informasi khususnya media penyaluran, akisesibilitas yang terbatas dan minimnya jaringan telekomunikasi yang tidak menjangkau sampai pelosok desa. Terkait dengan respon masyarakat menghadapi musim kebakaran, instansi pemerintah di Kabupaten Kapuas berpendapat bahwa masyarakat belum pro-aktif dan berinisiatif dalam melaporkan aktivitas yang berisiko menyebabkan kebakaran. Masyarakat baru pro-aktif melaporkan hutan dan lahan yang telah terbakar. Padahal, informasi penting yang dibutuhkan oleh instansi pemerintah agar bisa mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkedali adalah rencana lokasi dan waktu pembakaran. Konsistensi program pembinaan regu pengendalian kebakaran merupakan dukungan yang diharapkan oleh masyarakat di desa agar mereka bisa berpartisipasi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Masyarakat masih sekedar mendapat bantuan, pendampingan serta sarana pengendalian kebakaran bila ada proyek pemerintah atau lembaga non-pemerintah KFCP. Keberlanjutan kelompok masyakarat pengendali kebakaran hutan dan lahan ini akan tersendat atau bahkan bubar, bila proyek berakhir. Disamping itu dukungan lain yang diperlukan masyarakat adalah mesin dan perangkat pemadaman lainnya, infrastruktur jaringan telekomunikasi, pembentukan tim pengendalian kebakaran beserta dukungan logitik dan pembinaannya. 6.3.6. Mekanisme Distribusi Informasi Sistem Peringatan Dini Sistem Peringatan Dini merupakan satu sistem yang berpusat pada masyarakat terdiri dari empat elemen kunci: pengetahuan tentang risiko, pemantauan, analisis dan peramalan ancaman bahaya, komunikasi atau penyebaran pesan siaga dan peringatan, dan kemampuan setempat untuk merespons pada peringatan yang diterima. Ungkapan “sistem peringatan dari hulu ke hilir” juga digunakan untuk memberi penekanan pada sistem-sistem peringatan dini yang perlu mencakup semua tahapan mulai dari deteksi ancaman bahaya hingga respons masyarakat. Aktivitas dalam sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan melalui POSKO Dikoordinir oleh BPBD Kapuas antara lain : - Memantau perkembangan cuaca terakhir dan melakukan analisis terhadap datangnya dan kemungkinan lama berlangsungnya musim kemarau - Melakukan pengolahan data sistem deteksi dini kebakaran hutan lahan dan pekarangan serta memantau perkembangan sebaran titik panas hotspot melalui satelit. - Melaporkan hasil pengolahan data kepada Ketua umum, dengan tembusan masing-masing koordinator serta mendistribusikan data sistem detaksi dini kebakaran hutan dan lahan dan hotspot ke KabupatenKota sebagai bahan evaluasi dan perencanaan penanggulangan kebakaran hutan, iahan clan pekarangan. - Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan dini dalam rangka peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku; Peringatan dini dari POSKO disampaikan melalui camat, untuk disebarluaskan kepada masyarakat di wilayahnya. Saluran komunikasi yang paling efektif agar informasi peringatan dini bisa diterima dengan mudah dan cepat adalah melalui handphoneHP. Pembentukan POSKO sebagai bentuk kelembagaan pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan lahan dibuat setelah ditetapkannya status daruratsiaga darurat bencana oleh Bupati Kapuas.. Penetapan status daruratsiaga darurat berdasarkan prakiraan musim kemarau dari BMKG Kalteng dan data Peningkatan Titik Panas dari BKSDA Kalteng. Tahapan penyampaian Informasi Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan dari POSKO hingga ke masyarakat diuraikan sebagai berikut : - Pesan yang dijadikan masukan dalam penetapan status berbahaya belum seluruhnya disediakan dan digunakan oleh instansi teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Dalam tiga tahun terakhir 2009 – 2012, penetapan status siaga berdasarkan prakiraan iklim dari BMKG yaitu berupa prakiraan awal musim kemarau dan peningkatan titik panas hotspot dimana dalam Pergub No. 52 2008 tercakup dalam informasi Indeks Risiko Kebakaran - Peringatan dini dari POSKO disampaikan melalui camat, untuk disebarluaskan kepada masyarakat di wilayahnya. Surat dari Camat melalui Kepala DesaLurah kemudian disosialisikan ke warga baik melalui ketua Rukun TetanggaRT atau langsung ke warga yang memiliki lahan. - Pada proses lain, warga juga memberikan respon tentang kondisi rawan di wilayah desanya dengan melaporkan informasi berupa kegiatan pembukaan lahan dan kebakaran lahan yang terjadi di wilayahnya ke POSKO. - POSKO juga menerima laporan kejadian kebakaran dari masyarakat yang disampaikan melalui saluran komunikasi Handphone. - POSKO juga mendapat laporan dari Kelompok Pengendalian Kebakaran berbasis masyarakat tentang kejadian kebakaran di lingkungan mereka. - Saluran komunikasi yang paling efektif agar informasi peringatan dini bisa diterima dengan mudah dan cepat adalah melalui handphoneHP. Secara ringkas, mekanisme distrubusi informasi sistem peringatan dini dalam kelembagaan pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas yang eksisting dapat dilihat pada Gambar 6.2. Informasi peringatan kebakaran berasal dari POSKO Pos Simpul Komando yang dibentuk oleh BPBD dibawah koordinasi BPBD. BPBD menerima info prediksi cuaca dari BMKG Kalteng dan data hotspot dari Situs internet BLH Provinsi atau dari BKSDA Manggala Agni. Saat ini kewenangan POSKO ada di BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Data tersebut kemudian digunakan oleh Disbunhut, BLH Kapuas. UPTD Damkar, BPK dan masyarakat untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. BPBD juga mendistribusikan Instruksi Bupati Kapuas tentang Tindakan Pencegahan dan Kesiapsiagaan Dalam Rangka Penanggulangan Bencana di Wilayah Kabupaten Kapuas melalui camat Instruksi Bupati Kapuas No 36057Tahun 2012. Informasi peringatan juga berasal dari warga desa rawan kebakaran dimana mereka melapor langsung ke BPBD. Keterangan : ------- jalur instruksi - - - - = jalur koordinasi dan penyebaran Gambar 6.2. Kelembagaan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan melalui POSKO dan Kelompok Pengendali Kebakaran Berbasis Masyarakat untuk penanggulangan bencana di Kabupaten Kapuas 6.3.7. Rumusan Model Penguatan Kelembagaan Risiko Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan melelaui Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat Rumusan Sistem Peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kapuas mencakup dua hal pokok yaitu model kelembagaan dan mekanisme distribusi informasi peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Rumusan ini mengacu pada hasil kajian pada sub bab sebelumnya baik terkait karakteristik kebakaran, daerah rawan kebakaran, kebijakan, stakeholder kunci, kelembagaan eksisting, dukungan yang dibutuhkan masyarat dan pemerintah serta hasil refleksi tentang sistem peringatan dini yang ada dan berkembang saat ini. Kelembagaan yang memiliki tupoksi yang sesuai, pengaruh, kepentingan dan pengaruh yang kuat, serta diakui oleh semua pihak untuk mengkoordinir segala sumberdaya dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di pemerintah Kabupaten Kapuas adalah BPBD Kapuas. Secara teknis BPBD mengkordinir POSKO penanggulangan bencana daerah yang menjadi pusat komando bagi semua lembaga dan sumberdaya yang dimiliki daerah untuk menjalankan tugas. Dalam kontek sistem peringatan dini kebakaran, dari hasil refleksi lembaga- lembaga pemerintah dan kalangan masyarakat, perlu penguatan kelembagaan Status Siaga Bencana oleh BUPATI Peningkatan Jumlah Titik Panas BKSDA Kalteng Prakiraan Musim Kemarau BMKG POSKO Bencana Daerah Multistakeholer Peringatan Bahaya Kebakaran Surat Himbauan Bupati Camat Kepala Desa Warga Kelompok Pengendali Kebakaran Berbasis Masyarakat BPBD Kapuas Handphone SMS- Telepon pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan melalui pengembangan sistem peringata dini berbasis masyarakat. Penguatan kelembagaan tersebut mempertimbangkan beberapa hal yaitu : - Model penguatan kelembagaan pengendalian hutan dan lahan terpadu POSKO terdiri dari key stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kuat atau memiliki kepentingan tinggi dengan pengaruh rendah. Pengaruh yang rendah secara bersama dalam lembaga ini akan diperkuat sesuai kapasitas masing-masing. Lembaga-lembaga yang direkomendasikan dalam lembaga terpadu ini yaitu, BPBD Kapuas, BLH Kapuas, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas, Manggala Agni, Pengendali Kebakaran Berbasis Komunitas dan Pemerintah Desa. Model penguatan kelembagaan ini memperkuat struktur, pemangku kepentingan yang terlibat serta mekanisme kerja dari struktur yang sudah ada seperti yang ditampilkan pada Gambar 6.2. - Wilayah kerja selain mencakup seluruh wilayah diprioritaskan pada daerah perbatasan yang rawan kebakaran. Areal kegiatan pemantauan dan deteksi lebih ditekankan pada areal yang rawan terbakar yang sebagian besar di lahan gambut, dengan tutupan, semak belukar rawa, hutan rawa sekunder serta dekat akses jalan. - Kegiatan pemantauan atau deteksi dan patroli serta sosialisasi ditekankan pada areal yang tidak terkelola atau kepemilikan lahannya tidak jelas. - Berdasarkan waktu kebakaran, waktu peningkatan aktivitas kebakaran mulai bulan Agustus – Oktober setiap tahunnya. Berdasarkan data jumlah hotspot dan curah hujan, waktu rawan kebakaran terjadi saat jumlah hotspot rata- rata melebihi 75 dalam sebulan dan saat curah hujan empat bulan sebelumnya rata-rata 300 mm dibawah rata-ratanya. - Konten pesan peringatan juga dibuat berdasarkan tema-tema penyebab kebakaran yaitu larangan terhadap aktivitas membuang api sembarangan dari kegiatan merokok, pembatasan aktivitas memancing dan berburu di areal rawa gambut dan peringatan akan penjalaran api akibat pembukaan lahan. Lahan yang rawan terbakar atau terjalar kebakaran adalah yang tidak memiliki sekat bakar, banyak belukar dan tumbuhan bawah serta tidak terkelola digarap - Penentuan kondisi berbahaya atau siaga kebakaran hutan dan lahan juga mengakomodasi pengetahuan lokal. - Kelompok Pengendali Kebakaran Berbasis Masyarakat perlu dilibatkan secara berkelanjutan dalam program penyadaran masyarakat akan penyebab dan dampak kebakaran, melaporkan aktifitas masyarakat di areal rawan kebakaran dan penyebarluasan informasi prediksi musim kebakaran. Untuk menjamin keberlanjutan Kelompok Pengendali Kebakaran Berbasis Masyarakat perlu mendapat dukungan formal dari pemerintah desa dan pemerintah kabupaten. Secara formal, kelompok ini perlu diatur dan dikukuhkan statusnya dalam peraturan desa atau masuk dalam salah satu Lembaga Kemasyarakatan Desa LKD. - Penyebarluasan data memanfaatkan berbagai saluran yang ada seperti petugas lapangan pasukan Manggala Agni, penyuluh lapangan, kepala desa, mantir adat, melalui berbagai pertemuan informal ibadah keagamaan, aktifitas keagaamaan, pernikahan, hiburan masyarakat, dll, melalui media cetak, siaran radio, SMS Center, saluran radio komunikasi dan telepon. - Sosialisasi penyebab dan akibat kebakaran sebaiknya dilakukan selama musim hujan untuk mengantisipasi kebakaran. Bentuk rumusan kelembagaan dan alat distribusi informasi sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat merupakan perpaduan dari karakteristik kebakaran hutan dan lahan, penentuan areal rawan kebakaran, kelembagaan masyarakat dan saluran penyebaran informasi kebakaran yang dijelaskan pada Bab-bab sebelumya. Pengetahuan lokal, prediksi lokal dan hasil pemantauan langsung dari masyarakat menjadi masukan bagi penting bagi penentuan kondisi bahaya kebakaran disamping data curah hujan dan hotspot dalam rumusan model penguatan kelembagaan penguatan dari model eksisting pada Gambar 6.2 yang ditampilkan oleh Gambar 6.3. Pada rumusan model ini terlihat bahwa selain BPBD sebagai aktor kunci, peran Manggala Agni dan Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis masyarakat sangat penting. Manggala Agni memiliki kapasitas pada lima aktivitas penting dalam sistem peringatan dini yaitu sebagai penyedia data cuaca dan hotspot, pengolahan data hotspot, pemantauan aktivitas masyarakat yang berpotensi menyebabkan kebakaran, penyebaran pesan bahaya kebakaran dan fasilitasi kelompok pengendali kebakaran berbasis masyarakat. Kemampuan Manggala Agni pada semua level sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas bisa meningkatkan pengaruh lembaga yang berada dibawah naungan Kementerian Kehutanan. Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis masyarakat juga memiliki peran besar pada beberapa level sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Kelompok ini bisa menjadi ujung tombak dalam pemantauan aktivitas masyarakat yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, penyebarluasan informasi dan penyadaran masyarakat. Penelitian Akbar et al. 2011 menegaskan bahwa Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis mayarakat telah mendapat pengakuan dan berkontribusi dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan khususnya di Kecamatan Mantangai. Peran yang penting ini perlu diperkuat oleh dukungan pemerintah desa agar keberadaan dan fungsi Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis masyarakat tetap berkelanjutan. Pemerintah desa di daerah rawan kebakaran bisa menjadikan penguatan kelembagaan dengan memasukkan menjadi salah satu bentuk Lembaga Kemasyarakatan Desa LKD yang diatur oleh Peraturan Desa. Selain penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis masyarakat juga diperlukan dan bisa dimasukkan dalam rencana pembangunan desa. Model Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis masyarakat yang terintegrasi dalam rencana pembangunan desa telah diimplementasikan oleh KFCP melalui program pembentukan Regu Pengendali Kebakaran. Hal ini ditegaskan dalam hasil studi Widiyanto 2013 yang menemukan bahwa diluar aktivitas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca GRK melalui program REDD+, KFCP juga turut membantu sejumlah pemerintah desa, terutama di daerah yang menjadi wilayah kerjanya, menyusun rencana pembangunan jangka menengah desa RPJMDes yang mendukung aktivitas pengurangan emisi gas rumah kaca. Keterangan 1. BPBD 4. DPHTP 7. Pem, Kecamatan 10. Lemb. Adat 13. BMKG Kalteng 2. BLH 5. Bappeda 8. Pem. Desa 11 KFCP 3. Disbunhut 6. Manggala Agni 9. KMPKMPARPKBPK 12. Polres Kapuas Gambar 6.3. Model Kelembagaan Pengelolaan Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Kapuas Anomali Hujan bulanan kumulatif 4 bulan sebelumnya 300 mm dibawah rata-rata atau Hotspot 75bulan Tidak ada tanda-tanda kemarau panjang Ada tanda-tanda kemarau panjang dan peningkatan aktivitas pembakaran Anomali Hujan bulanan kumulatif 4 bulan sebelumnya 300 mm dibawah rata-rata atau Hotspot 75bulan Pemantauan faktor pendorong kebakaran hutan dan lahan Pemantauan Cuaca 13 dan hotspot 6 Pemantauan Aktivitas Masyarakat yang berpotensi menyebabkan Kebakaran di areal rawan kebakaran 6 8 9 Pemantauan dan Prediksi Lokal Masyarakat 10 Penentuan Bahaya dan Pembentukan POSKO Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan 1 Pengolahan Data Cuaca dan hotspot 2 6 Penyebaran Informasi Bahaya Kebakaran 1 2 3 4 6 7 8 9 11 12 Fasilitasi Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis Masyarakat di daerah rawan kebakaran 1 2 6 8 11 Media Informasi dan Komunikasi - Alat Kampanye : Spanduk, Poster, Papan Peringatan, Selebaran, - Media massa : Surat kabar, radio, televisi, situs internet - Alat Komunikasi : SMS Center, Radio Komunikasi - Pertemuan formal pemerintahan - Acara informal di masyarakat - Acara keagamaan Warga, Aparat Desa, Kelompok Masyarakat Respon Masyarakat 7 9 Penentuan Areal Rawan Kebakaran 2 Aktivitas dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan POSKO Berdasarkan model yang dibangun pada Gambar 6.3 aktivitas utama dan mekanisme yang berlangsung dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pemantauan faktor pendorong kebakaran hutan dan lahan. Ada dua kegaiatan utama dari tahapan ini yaitu cuaca dan hotspot serta aktivitas manusia yang secara detil akan diuraikan pada tahapan selanjutnya. 2. Penentuan Areal Rawan Kebakaran. Areal rawan kebakaran ditentukan melalui peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang dibuat oleh Badan Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Kapuas. Disamping itu areal rawan kebakaran juga berdasarkan masukan atau informasi masyarakat yang setiap tahun wilayahnya terjadi kebakaran. Informasi lokasi rawan kebakaran bisa diperoleh dari Pemerintah Desa, Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat dan hasil patroli serta kegiatan pemadaman dari Manggala Agni Daops II Kapuas, dan Disbunhut Kapuas. Lokasi rawan kebakaran dari peta dan informasi masyarakat menjadi prioritas kegiatan pemantauan aktivitas masyarakat. 3. Pemantauan cuaca dan hotspot. Pemantauan cuaca dilakukan oleh stakeholder yang memiliki peralatan dan staf yang mampu mengumpulkan dan menyajikan data untuk pengguna yaitu BMKG Provinsi Kalteng dan Manggala Agni Daops II Kapuas. Manggala Agni Daops II Kapuas memiliki perangkat AWS Automatic Weather System yang diletakkan di Kota Kuala Kapuas yang bisa memberikan data cuaca baik harian, bulanan maupun tahunan sesuai kondisi di Kabupaten Kapuas. Manggala Agni Daops II Kapuas juga memiliki tugas mengumpulkan data hotpsot dari Kemenhut yang dapat dipakai untuk analisis potensi kebakaran yang dipadukan dengan SPBK Sistem Peringkat Kebakaran Hutan dan Lahan yang menggunakan data cuaca. 4. Pemantauan lahan dan aktivitas masyarakat yang berpotensi menyebabkan Kebakaran. Kegiatan utama tahapan ini adalah melakukan pemantauan di lahan-lahan yang rawan mengalami kebakaran khususnya di desa-desa rawan kebakaran. Lahan-lahan yang berpotensi terbakar menurut analisis pada Bab 3 dan Bab 4 umumnya di areal lahan terlantar yang ditumbuhi oleh semak belukar dan alang-alang, lahan yang sedang dilakukan pembersihan untuk lahan padi lahan kering dan kebun karet serta hutan yang sedang dibuka . Bila ditemukan lahan-lahan yang rawan terbakar, lahan tersebut ditandai dengan bendera misalnya warna kuning untuk peringatan bagi masyarakat desa. Petugas pemantau lahan juga melakukan sosialisasi kepada pemilik lahan, pemilik lahan dekat areal yang rawan terbakar dan kepala desa tentang lahan- lahan yang rawan terbakar tersebut. Data-data yang dikumpulkan selama kegiatan pemantauan lahan dan aktivitas masyarakatnya berupa titik koordinat, desakecamatan, penggunaan lahan, perkiraan luas, dan pemilik lahan. Aktivitas ini dilakukan oleh personel Manggala Agni Daops II Kapuas, Pemerintah Desa dan Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat. 5. Pengolahan data cuaca dan hotspot Hasil pengumpulan data cuaca dan hotspot oleh BMKG dan Mangga Agni Daops II Kapuas kemudian dianalisis untuk memprediksi bahaya kebakaran. Hasil analisis pada Bab 3 tentang karakteristik kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas dengan kriteria kondisi rawan kebakaran pada saat anomali hujan bulanan kumulatif 4 bulan sebelumnya 300 mm dibawah rata-rata atau hotspot 75bulan bisa dijadikan pertimbangan dijadikan ambang batas status Siaga I atau Bahaya. Bila kondisi curah hujan atau hotspot tersebut tercapai maka di Kabupaten Kapuas akan bersiap menghadapi kondisi bahaya kebakaran hutan dan lahan sebaliknya bila kondisinya tidak memenuhi kriteria tersebut maka kondisi dalam status aman. Kegiatan ini dilakukan oleh BLH dan Manggala Agni Daops II Kapuas. 6. Pemantauan dan Prediksi Lokal Masyarakat. Hasil prediksi bahaya kebakaran hutan dan lahan selain bersumber dari lembaga penyedia data cuaca dan hotspot juga dipertimbangkan untuk memakai indikator lokal dari prediksi masyarakat berdasarkan pengetahuan dari pengamatan lingkungan sekitar mereka. Bentuk indikator lokal dari pengetahuan masyarakat diuraikan pada sub bab pemahaman masyarakat tentang risiko seperti Beje yang mengering, ikan yang bergerak ke hulu, Ikan Sepat layang yang bergerombol dan berpindah, fenomena Matahari Berpayung, rontoknya dedaunan pohon tertentu, migrasi satwa ke pinggir sungai, musim kapat dan penggunaan kalender Bali. Kegiatan ini dilakukan oleh tokoh atau masyarakat desa yang memiliki pengetahuan yang diakui atau dipercaya kemampuannya oleh masyarakat desanya. Lembaga yang umumnya menjadi rujukan untuk mengetahui indikator lokal terkait bahaya kebakaran hutan dan lahan adalah Lembaga Adat. 7. Penentuan Bahaya dan Pembentukan POSKO Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Bila hasil prediksi dari data cuaca curah hujan dan hotspot yang disinkronkan dengan prediksi berdasarkan indikator lokal dari masyarakat menyatakan bahwa di wilayah Kabupaten Kapuas rawan kebakaran maka status bahaya segera ditentukan dan Pos Simpul Komando dibentuk. Penentuan status bahaya ditetapkan oleh Bupati dan BPBD bertugas menjadi koordinator dalam proses penyebarluasan status bahaya ini ke masyarakat. Pembentukan POSKO juga berada dalam koordinasi BPBD dengan menghimpun seluruh potensi berbagai stakeholder yang sudah disebutkan dalam analisa Bab 5. 8. Penyebaran Informasi Bahaya Kebakaran Penyebarluasan informasi bahaya kebakaran hutan dan lahan perlu melibatkan banyak stakeholder untuk memastikan bahwa infomasi bisa sampai pada tingkat masyarakat khususnya di daerah rawan kebakaran. Stakeholder yang berperan dalam tahapan kegiatan ini adalah BPBD, BLH, Disbunhut, DPHTP, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, Manggala Agni Daops II Kapuas dan Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat, Polres, KFCP, Media informasi dan komunikasi yang bisa digunakan untuk penyebarluasan informasi antara lain : - Alat Kampanye yaitu spanduk, poster, papan peringatan, dan selebaran. - Media massa : yaitu surat kabar, radio, televisi dan web situs internet. - Alat Komunikasi : SMS Center, Radio Komunikasi - Pertemuan formal instansi pemerintah seperti apel, upacara dan rapat instansi atau rapat antar instansi, seminar-seminar dan penyuluhan pertanian - Acara formal dan informal di masyarakat seperti acara pernikahan, hiburan, musyawarah kelompok masyarakat, penyuluhan kelompk tani - Acara keagamaan: khutbah di tempat ibadah atau peringatan hari agama 9. Fasilitasi Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat di daerah rawan kebakaran. Kegiatan ini bertujuan untuk mengaktifkan potensi masyarakat yang memiliki kapasitas dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di areal terdekat lokasi rawan kebakaran hutan dan lahan. Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan yang sudah terbentuk difasilitasi seperti kegiatan penyegaran pemahaman kebakaran hutan dan lahan, penyediaan peralatan untuk pemantauan dan penyebarluasan informasi bahaya, persiapan alat pemadaman dan teknis penyuluhan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan ini difasilitasi oleh beberapa stakeholder yaitu BPBD, BLH, Manggala Agni Kapuas, Pemerintah Desa dan KFCP. 10. Respon Masyarakat. Masyarakat aktif melaporkan kondisi terkini lahan dan aktivitas masyarakat yang berpotensi atau sudah terjadi kebakaran ke POSKO. Masyarakat melalui pemerintah desa dan kelompok pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi ancaman bahaya kebakaran seperti membuat sekat bakar dan patroli bersama menjaga lahan-lahan dari api liar. Peran ini perlu difasilitasi oleh pemerintah desa dan kelompok pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat. 11. Aktivitas dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan. Bila kondisi berbahaya sudah ditetapkan maka semua stakeholder mengambil langkah-langkah dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan antara lain: - Apel siaga kesiapan penanggulangan bencana, mengaktifkan piket jaga di POSKO dan patroli bersama antar stakeholder Kelompok pengendali kebakaran berbasis masyarakat, BPBD, Disbunhut dan Manggala Agni. - Penyuluhan pembukaan lahan tanpa bakar oleh DPHTP, BLH dan Disbunhut. - Pembuatan embungsumur untuk cadangan air di lokasi rawan kebakaran oleh BLH, Disbunhut dan BPBD. - Penyebarluasan peringatan aktivitas mencemari dan merusak lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan oleh Polres dan BLH. Lembaga BPBD yang secara legal formal memiliki tugas dan fungsi utama yang jelas dan tegas dalam pencegahan dan kesiapsiagaan bencana termasuk kebakaran hutan dan lahan sangat penting perannya dalam sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas. Sebagai lembaga yang mengkoordinir berbagai lembaga di tingkat SKPD dan lembaga masyarakat, BPBD diharapkan mampu berperan sebagai leader dalam menentukan status bahaya kebakaran, mobilisasi sumberdaya dan dukungan bagi berjalannya sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan ini. Peran sentral ini perlu didukung kapasitas, sumberdaya dan alokasi anggaran yang memadai agar seluruh tingkatan kegiatan dalam sistem peringatan dini berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik. Model penguatan kelembagaan daam bentuk POSKO tingkat kabupaten Gambar 6.3 tersebut memiliki hubungan vertikal ke atas dan kebawah bersama lembaga terkait. Hubungan vertikal ke atas akan terhubung dengan lembaga tingkat provinsi seperti POSKO Provinsi. Adapun hubungan vertikal ke bawah, POSKO Kabupaten ini akan terhubung dengan POSKO tingkat kecamatan dan desa yang dijalankan oleh kelompok pengendali kebakaran hutan dan lahan tingkat desa. Gambar 6.4. Secara ringkas, perbandingan model setelah penguatan kelembagaan seperti pada Gambar 6.3 dibandingkan dengan kondisi eksisting pada Gambar 6.2 dapat dilihat pada Gambar 6.5. Jalur instruksi Jalur koordiasi Jalur penyebaran informasi Gambar 6.4. Hubungan antar kelembagaan pengelolaan risiko kebakaran hutan POSKO pada berbagai level wilayah Jalur koordinasi dengan POSKO Provinsi terkait dengan pembaharuan informasi kondisi bahaya kebakaran dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan lintas kabupaten. Jalur instruksi terkait dengan mobilisasi sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana dalam menjalankan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Adapun jalur penyebaran informasi adalah berhubungan dengan penyebarluasan informasi ke tingkat desa tentang peringatan bahaya kebakaran hutan dan lahan serta respon masyarakat dari hasil pemantauan aktivitas masyarakat dan kondisi lahan di wilayah desanya. POSKO Provinsi POSKO Kabupaten POSKO Kecamatan POSKO Desa A B Gambar 6.5. Kelembagaan Pengelolaan Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan melalui sistem peringatan dini; A Eksisting sebelum penguatan Sumber : POSKO Bencana Daerah Kapuas dan B Model penguatan kelembagaan melalui pengembangan peringatan dini berbasis masyarakat 133

6.3.8. Intervensi untuk penguatan kelembagaan

Untuk menjamin penguatan model ini bisa diimplementasikan, maka diperlukan intervensi dari lembaga diluar kelembagaan yang ada di Kabupaten Kapuas, baik tingkat Kabuapten, Provinsi maupun Nasional. Intervensi dalam hal ini berupa dukungan dalam bentuk aturan, dukungan anggaran, peralatan serta peningkatan kapasitas lembaga dan sumberdaya manusianya. Pada skala nasional, pemerintah pusat perlu merevitalisasi peran program kerjasa sama Pemerintah Indonesia dan Australia melalui KFCP untuk memperkuat kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat di desa-desa yang rawan terjadi kebakaran melalui program REED+. Selain itu peran perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor IPB bersama program kerjasama penelitian dan peningkatan kapasistas lembaga dengan perguruan tinggi luar negeri perlu menindaklanjuti penerapan alat atau tool Seasonal Fire Early Warning yang telah dimulai sejak tahun 2007. Alat yang dikembangkan dari penelitian IPB bersama Columbia University New York Amerika Serikat ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas. Pada skala provinsi, peran BPBD Provinsi Kalimantan Tengah diperlukan untuk mendorong peningkatan kapasitas organisasi dan personel di BPBD Kabupaten Kapuas. Pelatihan staf serta bantuan perangkat teknologi pengumpulan data dan alat komunikasi bisa didukung dari bantuan pemerintah provinsi. Pada skala provinsi juga, peran Perguruan Tinggi dan pusat studi yang ada di dalamnya yaitu Universitas Palangkaraya sangat diperlukan untuk mengkaji lebih dalam model-model kelembagaan yang tepat serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat tentang pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan. Pada skala kabupaten, skema kerjasama teknis antara BMKG, Manggala Agni dan BPBD perlu diatur dalam sebuah peraturan tingkat lokal untuk memperkuat dukungan dan peran antar lembaga. Manggala Agni Daops II Kapuas memerlukan perangkat aturan dan dukungan anggaran dari Pemerintah Kabupaten Kapuas agar optimal dalam membantu pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas. Adapun BPBD Kabupaten Kapuas memerlukan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki oleh Manggala Agni Daops II Kapuas untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaksana penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan. BMKG juga perlu dilibatkan dalam meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan pemantauan, pengumpulan data serta penyebarluasan informasi tingkat lokal. Bentuk kerjasama BMKG dengan masyarakat bisa dalam bentuk sekolah lapang iklim yang khusus dalam memantau gejala cuaca dan iklim yang berhubungan dengan kebakaran hutan dan lahan. Adanya potensi indikator lokal yang berasal dari masyarakat dalam memprediksi dan menyebarkan informasi bahaya kebakaran, strategi mengkombinasikan informasi peringatan dini dari lembaga formal dengan informasi dari masyarakat perlu ditetapkan. Informasi peringatan dini kebakaran hutan dan lahan yang berasal dari BMKG dan Manggala Agni perlu mempertimbangkan hasil pemantauan lapangan dari desa-desa yang rawan kebakaran melalui lembaga pengendali kebakaran hutan dan lahan tingkat desa. Lembaga pengendali kebakaran hutan dan lahan tingkat desa menetapkan kondisi bahaya kebakaran melalui pengetahuan lokal yang umumnya berasal dari lembaga adat atau tokoh desa. Masyarakat desa umumnya mempercayai pengetahuan yang berasal dari tokoh adat sebagai informasi yang dapat diandalkan dalam mengantisipasi bahaya kebakaran hutan dan lahan. Hasil konfirmasi dari lapangan berdasarkan indikator lokal disinkronkan dengan data pantauan dan prediksi dari BMKG dan Manggala Agni Daops II Kapuas, lalu ditetapkan status bahaya kebakaran oleh BPBD Kabupaten Kapuas. Kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada tingkat desa bisa diformalkan dalam bentuk Lembaga Kemasyarakatan Desa LKD. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 94, LKD merupakan wadah partisipasi masyarakat desa sebagai mitra Pemerintah Desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa. Bagi desa yang sudah memiliki kelompok pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat MPARPKBPKKMPK, bisa menjadikan kelompok tersebut masuk dalam lembaga kemasyarakatan desa yang memiliki tugas dan fungsi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat desa. Pelaksanaan program dan kegiatan lembaga pengendali kebakaran hutan dan lahan pada tingkat desa dapat diambil dari anggaran Alokasi Dana Desa ADD. Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa ADD merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah KabupatenKota paling sedikit 10 sepuluh perseratus setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 18 menyebutkan bahwa jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Desa ADD sangat terbuka untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat diantaranya penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa. Tersedianyadanayang sudah dianggarkan dalam perencanaan pembangunan desa untuk lembaga pengendali kebakaran hutan dan lahan maka peran dan fungsi lembaga tersebut bisa optimal dalam membantu program pengendalian kebakaran hutan dan lahan sampai pada tingkat desa. Selain dari ADD, penguatan kelembagaan pengendali kebakaran hutan dan lahan tingkat desa bisa didukung dari dana penguatan kelembagaan dari lembaga di luar pemerintah desa. Instansi pemerintah seperti BLH Kabupaten Kapuas, Manggala Agni Daops II Kapuas, BPBD Kabupaten Kapuas dan Disbunhut Kabupaten Kapuas bisa memperkuat kelembagaan pengendali kebakaran hutan dan lahan melalui pendidikan dan pelatihan, bantuan sarana prasarana dan pelibatan dalam program penanggulangan bencana khususnya kebakaran hutan dan lahan. Semua upaya penguatan kelembagaan tersebut membutuhkan intervensi dari pimpinan daerah dan anggota legistalif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kapuas sebagai pihak yang membuat dan mengawasi kebijakan serta menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah.