Gambar 3.10. Jumlah Hotspot menurut Jarak dari Jalan di Kabupaten Kapuas Tahun 2001-2011
3.3.3.5. Sebaran hotspot menurut jarak dari pusat Desa di Kabupaten
Kapuas
Kebakaran hutan dan lahan yang diindikasikan dari kepadatan dan jumlah hotspot juga menghasilkan sebaran berdasarkan jarak dari pusat desa. Jarak dari
pusat desa dibuat berdasarkan buffer dari titik koordinat pusat desa tiap 1 km. Jarak terjauh dari pusat desa adalah 32 km seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3.11 dan Gambar 3.12.
Berdasarkan Gambar 3.11 dan Gambar 3.12 terlihat bahwa kepadatan dan jumlah hotspot tertinggi berada pada jarak yang agak jauh dari pusat desa yaitu 3-
5 km. Pada tahun dimana kejadian kebakaran tinggi yaitu tahun 2002, 2006 dan 2009, hotspot dengan jumlah terbanyak terdapat di area 5 km dari pusat desa.
Demikian pula pada kepadatan hotspot, pada ketiga tahun tersebut,kepadatan tertinggi terdapat di area agak jauh dari pusat desa yaitu 6-10 km. Namun pada
tahun 2011, kepadatan hotspot tertinggi bergeser ke jarak yang agak dekat dengan pusat desa.
Jumlah hotspot pada jarak terdekat, yaitu 1 km dari pusat desa yaitu antara 3-58 hotspot dari tahun 2001- 2011 dengan kepadatan 0.0052
– 0.1022 hotspotkm2. Pada Jarak 21 - 32 km dari pusat desa, hotspot yang terdeteksi pada
tahun 2001-2011 yaitu sebanyak 0-59 hotspot. Hal ini menandakan bahwa jumlah hotspot yang sangat dekat dan yang sangat jauh dari pemukiman atau desa
memiliki kisaran jumlah yang tidak berbeda jauh. Hal ini diduga karena pada lokasi dekat dengan pusat desa, masyarakat merawat dan memonitor lahannya
dari bahaya kebakaran hutan dan lahan. Adapun lahan yang jauh dari pusat desa yang tidak banyak ditemukan hotspot diduga disebabkan oleh jarak yang
menyulitkan untuk melakukan kegiatan yang bisa dipantau. Perkembangan berikutnya tahun 2011, hotspot terpadat mulai mendekat jaraknya dengan pusat
desa. Hal ini diduga karena luas areal desa baik itu lahan pemukiman maupun
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Ju m
lah Hot
sp o
t
Tahun
1 km 2 km
3 km 4 km
5 km 6 km
7 km 8 km
9 km 10 km
lahan yang digarap mulai meluas sehingga jarak areal kebakaran seolah semakin dekat dengan desa.
Gambar 3.11. Kepadatan Hotspot menurut Jarak dari pusat desa di Kabupaten Kapuas Tahun 2001-2011
Gambar 3.12. Jumlah Hotspot menurut Jarak dari pusat desa di Kabupaten Kapuas Tahun 2001-2011
0.0000 0.1000
0.2000 0.3000
0.4000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 K
K e
p ad
atan Hot
sp o
H S
km 2
Tahun
1 km 2 km
3 km 4 km
5 km 6 km
7 km 8 km
9 km 10 km
11 km 12 km
13 km 14 km
15 km 16 km
17 km 18 km
19 km 20 km
21 km 22 km
23 km 24 km
25 km 26 km
27 km 28 km
29 km 30 km
31 km 32 km
50 100
150 200
250 300
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Juml ah
H o
tsp o
t
Tahun
1 km 2 km
3 km 4 km
5 km 6 km
7 km 8 km
9 km 10
km 11
km 12
km 13
km
3.3.3.7. Sebaran hotspot berdasarkan tipe lahan di Kabupaten Kapuas
Sebaran hotspot yang menjadi indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan berdasarkan tipe lahan gambut dan non-gambut ditampilkan pada Gambar 3.13
dan Gambar 3.14. Pada Gambar 3.13. terlihat bahwa sebagian besar titik panas terdeteksi di
lahan gambut. dari tahun 2001-2011 terjadi fluktuasi besarnya kerapatan hotspot pada dua tipe lahan ini. Nilai kerapatan tertinggi terjadi pada tahun 2002 yang
mencapai hampir 0.4 hotspotkm
2
.
Gambar 3.13. Kepadatan hotspot pada lahan gambut dan non gambut di Kabupaten Kapuas Tahun 2001-2011
Gambar 3.14. Jumlah hotspot pada lahan gambut dan non-gambut di Kabupaten Kapuas Tahun 2001-2011
0.0000 0.0500
0.1000 0.1500
0.2000 0.2500
0.3000 0.3500
0.4000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 K
e rap
atan Hot
sp o
t H
S km
2
Tahun
Gambut Non-gambut
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011
Ju m
lah Hot
sp o
t
Tahun
Gambut Non-gambut
Fluktuasi jumlah hotspot dibandingkan dengan kerapatan hotspot di Kabupaten tahun 2001-2011 terlihat berbeda. Pada Gambar 3.14, kerapatan
hotspot di lahan gambut hampir selalu lebih besar dibandingkan dengan di lahan non-gambut. Pada Gambar 3.14 terlihat bahwa ada tahun-tahun dimana jumlah
hotspot di lahan non gambut jumlahnya lebih banyak daripada di lahan gambut. Tahun 2007, 2008, 2010 dan 2011 ditemukan bahwa jumlah hotspot di lahan
non-gambut lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan lahan gambut yaitu masing-masing 247, 127, 34 dan 381 . Pada tahun 2007 dan 2008, 2010 dan
2011 terjadi hujan dengan jumlah yang relatif tinggi dan jumlah hotspot relatif rendah di lahan gambut yaitu masing-masing sebanyak 93, 24, 5 dan 216. Hal
yang sama juga terjadi pada tahun 2010 dan 2011 dimana curah hujan yang terjadi pada tahun tersebut relatif tinggi dan hotspot yang terdeteksi relatif sangat rendah
pada tahun 2010.
Jumlah hotspot yang lebih besar di lahan non- gambut disebabkan luasnya kawasan areal non-gambut yang mencapai 73.4 5 dari luas Kabupaten Kapuas
sedangkan area non gambut hanya sebesar 26.55 . Besarnya jumlah hotspot pada lahan non-gambut pada tahun-tahun dengan curah hujan yang relatif tinggi
juga diduga karena lahan gambut dalam konsisi tergenang dan jenuh air akibat curah hujan yang tinggi. Kondisi gambut yang jenuh membuat gambut sulit
terbakar. Akses menuju lahan-lahan gambut yang tergenang air relatif lebih sulit, sehingga aktivitas yang memicu kebakaran dari aktivitas masyarakat menjadi
berkurang. Sebaliknya, pada lahan kering, akses masyarakat mengelola lahan tetap mudah sehingga kebakaran yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat bisa
lebih tinggi dibandingkan di lahan gambut. Jadi, luas areal lahan gambut yang lebih sempit, kondisi gambut yang lebih basah dan akses masyarakat yang lebih
sulit menjangkau areal lahan gambut pada kondisi curah hujan tinggi 2007, 2008, 2010 dan 2011 menjadi penyebab pada lahan non-gambut jumlah hotspot lebih
besar.
Luas lahan gambut mencakup luas 26.55 dari total luas Kabupaten Kapuas. Area lahan gambut tersebut berada di bagian selatan wilayah Kabupaten Kapuas.
Lahan gambut di wilayah Selatan Kabupaten Kapuas sebagian besar berada di lokasi transmigrasi di areal Eks PLG yang meliputi di kecamatan Mantangai dan
Dadahup. Areal lahan gambut terluas berada di Kecamatan Mantangai. Areal tersebut berada di lahan pasang surut yang banyak dilalui oleh sungai, anjir dan
kanal. Salah satu indikator yang mudah diamati adalah ekosistem hutan galam yang hanya terdapat di wilayah selatan Kapuas. Hutan Galam hidup sangat baik
pada kondisi tergenang atau di lahan basah atau rawa.
Lahan non-gambut relatif lebih rendah nilai kepadatan dan jumlah hotspotnya. Lahan non-gambut yang melingkupi 73.45 luas Kabupaten Kapuas,
berada di wilayah Utara Kabupaten Kapuas dengan karakteristik lahan kering dengan tanah mineral, kelerengan landai hingga terjal dan tutupan lahannya
berupa kebun campuran dan hutan. Kondisi lahan gambut yang mengalami pengeringan telah meningkatkan risiko kebakaran dimana kebakaran secara luas
terjadi di lahan gambut terutama pada tahun-tahun curah hujan di bawah normal Harrison et al. 2009. Langner dan Siegert 2009 juga menemukan bahwa
terjadi kebakaran berulang selama terjadi pengeringan lahan gambut selama 15 tahun pada tahun 2002, 2004, 2006 dan 2009 di areal ahan gambut di lokasi eks
PLG.