3 KARAKTERISTIK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
3.1. Pendahuluan
Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya kejadian iklim ekstrim baik intensitas maupun penyebarannya. Salah satu bentuk kejadian iklim ekstrim yang
sering muncul adalah berupa musim kemarau yang ekstrim yang memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan pada tahun-
tahun dengan kemarau yang ekstrim terjadi di hampir semua pulau di Indonesia, namun karakteristiknya bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.
Di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan terjadi secara berulang hampir setiap tahun pada musim kemarau dengan frekuensi dan tingkat risiko yang
berbeda-beda. Dampak kebakaran hutan dan lahan akan semakin buruk bila terjadi pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut pada tahun 19971998
dimana terjadi El Nino di wilayah Indonesia, menyumbangkan emisi sebesar 13- 40 dari emisi global. Page et al. 2002; Harrison et al. 2009; Langman et al.
2009
Kebakaran hutan dan lahan beserta dampaknya telah meluas ke berbagai wilayah termasuk Kabupaten Kapuas yang merupakan salah satu sentra produksi
padi di Provinsi Kalimantan Tengah. Di kabupaten Kapuas terdapat lebih dari empat ratus ribu hektar lahan gambut yang terletak di bekas lahan Pengembangan
Lahan Gambut PLG Sejuta Hektar yang dicanangkan sejak tahun 1995. Pengeringan ekosistem gambut membuat area sangat rawan terjadi kebakaran
hutan dan lahan, yang mengakibatkan emisi karbon masif Hoojier et al. 2006. Situasi ini menyebabkan penderitaan besar bagi masyarakat yang tinggal di sekitar
lahan gambut, dimana mereka mengalami kehilangan mata pencaharian dan gangguan kesehatan. Menurut Cochrane 2003, emisi karbon dari kebakaran akan
semakin besar bila lahan gambut terbakar. Kebakaran dari lahan gambut tropis menghasilkan emisi karbondioksiada 4-40 kali lebih besar daripada habitat tropis
lainnya.
Berdasarkan hasil identifikasi kejadian kebakaran, Kabupaten Kapuas merupakan salah satu daerah yang terpantau sering terjadi kebakaran hutan dan
lahan. Sebagian besar areal Eks PLG sejuta hektar berada di Kabupaten Kapuas. Seperti yang dilaporkan oleh Laporan dari WIIP 2007 dan Kemenhut 2011
menyebutkan bahwa kebakaran di tahun 2002, 2007, dan 2011 di areal Eks PLG mengganggu aktifitas masyarakat dan memperparah kerusakan ekosistem lahan
gambut. Penelitian Jaya et al. 2008 menyebutkan bahwa kabupaten Kapuas merupakan daerah yang termasuk dalam kelas risiko atau kerawanan kebakaran
sangat tinggi extremly risk di Kalimantan Tengah.
Kejadian kebakaran beberapa tahun terakhir ini terjadi di luar kawasan hutan. Lahan-lahan tidur yang luas dan lahan milik lain yang tidak terawat
menjadi sumber api yang rentan terbakar. Sebagaimana yang dilaporkan oleh WWF bahwa pada tahun 2012, 20.94 kebakaran di Kalimantan terjadi di lahan
masyarakat WWF, 2012. Api bisa berawal dari perladangan liar dan peremajaan rumput dan akhirnya bermuara di lahan yang tidak terkelola. Pada saat terjadi
kebakaran, masyarakat merasa tidak memiliki beban untuk ikut memadamkan dan
mereka hanya ikut menjaga lahannya sendiri khususnya yang berpotensi ekonomi tinggi.
Faktor penyebab kebakaran dari berbagai penelitian berhubungan dengan cuaca dan aktivitas manusia. Terkait dengan cuaca, penelitian Ceccato et al.
2010 menemukan bahwa terdapat hubungan yang dekat antara data hujan dari satelit dengan aktifitas hotspot kebakaran di Kalimantan Tengah. Anomali curah
hujan selama musim kemarau bulan Juni – Oktober adalah saat kritis dalam
penentuan aktifitas kebakaran. Dari segi aktifitas manusia, menurut penelitian Jaya et al 2008 faktor manusia jarak dari desa dan jarak dari jalan memberi
kontribusi dalam risiko kebakaran sebesar 52 dalam kebakaran sedangkan 48 disumbang oleh tutupan lahan.
Upaya pengelolaan kebakaran hutan dan lahan ditujukan untuk mengurangi emisi karbon dari lahan gambut serta mengurangi dampak negatif dari kebakaran
yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan mata pencaharian. Untuk memberikan data dan informasi penting terkait dengan pengelolaan kebakaran
hutan dan lahan, karakteristik kebakaran perlu diidentifikasi secara tepat. Karakteristik kebakaran yang perlu diidentifikasi secara tepat mencakup frekuensi
kejadian, hubungan dengan faktor cuaca penyebab kebakaran dan sebaran indikasi kebakaran menurut faktor biofisik dan aktivitas manusia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat megevaluasi karateristik kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di kabupaten kapuas baik berdasarkan waktu, sebaran
lokasi dan penyebab kebakaran.
3.2. Metode 3.2.1.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan April 2012
– September 2013. Pengumpulan data lapangan dan wawancara di lakukan di 20 desa pada 11 kecamatan di wilayah Kabupaten
Kapuas. Sembilan kecamatan tersebut yaitu Mantangai, Dadahup, Basarang, Kapuas Timur, Kapuas Murung, Kapuas Barat, Selat, Kapuas Kuala, Kapuas
Tengah, Pasak Talawang dan Timpah 3.2.2.
Pengumpulan Data
Data titik panas dari Satelit TerraAqua dengan sensor MODIS Moderate- resolution Imaging Spectroradiometer tahun 2001-2011 diperoleh dari Fire
Information for Resource Management System FIRMS yang bisa diakses secara gratis pada tautan
https:earthdata.nasa.govdatanear-real-time-datafirmsactive- fire-data
. Data titik panas serta peta digital seperti peta batas administrasi kabupaten dan kecamatan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappeda Kabupaten Kapuas, peta tutupan lahan, peta jaringan sungai, peta jaringan jalan, peta pusat desa, peta ketebalan gambut dan peta sistem lahan dari
Kementerian Kehutanan yang digunakan untuk analisis sebaran spasial dan temporal dari aktifitas kebakaran. Hotspot juga digunakan sebagai dasar untuk
penentuan lokasi cek lapangan ground check. Data curah hujan bulanan bersumber dari stasiun penakar hujan lapangan yang berasal dari Dinas Pertanian