Sebaran Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan

kecamatan yaitu Kecamatan Basarang, Dadahup dan Kecamatan Mantangai. Seluruh wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi berada di areal lahan gambut. Kecamatan Mantangai sebagian besar wilayahnya terdapat di lahan gambut bekas areal Eks PLG Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektar. Demikian juga kecamatan Dadahup yang hampir semua wilayahnya merupakan berada di areal transmigrasi yang berlahan gambut. Kecamatan Basarang juga berada di areal tranmigrasi dengan dominasi lahan pertanian di areal transmigrasi bergambut sedang sampai tipis. Penelitian Sidiyasa 2012 menemukan bahwa wilayah Eks PLG di kecamatan Mantangai khususnya di bagian selatan sebagian besar mengalami kerusakan berat akibat pembuatan kanal untuk mengeringkan lahan gambut. Hampir tiap tahun di areal ini terjadi kebakaran di musim kemarau. Gambar 4.9. Sebaran tingkat kerawanan kebakaran per kecamatan di Kabupaten Kapuas Berdasarkan sebaran luas menurut kedalaman gambut, sebagian besar daerah dengan tingkat kerawanan sangat tinggi dan sangat tinggi sekali berada di kedalaman dangkal dan sangat dalam sekali. Hasil analisis sebaran luas berdasarkan kedalaman gambut disajikan pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.10. 0.000 50000.000 100000.000 150000.000 200000.000 250000.000 300000.000 350000.000 400000.000 Bas ar an g Bat agu h Dad ah u p Kap u as Bara t Kap u as H il ir Kap u as Ku al a K ap u as Mu ru n g Ka p u a s T en ga h Kap u as T im u r Ka p u a ss H u lu Ma n d au T al a w an g Ma n ta n gai Pa sa k T al a w an g Pu lau P e ta k Se lat T amb an C at u r T im p ah L uas H a Kecamatan Sedang Tabel 4.14. Luas tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan pada berbagai ketebalan gambut di Kabupaten Kapuas Kedalaman Gambut Luas Tingkat Kerawanan ha Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sangat Dangkal 15268.01 3823.466 - 19091.476 Dangkal 60430.704 92098.376 - 152529.08 Sedang 197.264 19460.184 - 19657.448 Dalam - 56154.528 - 56154.528 Sangat Dalam - 98015.847 52673.972 150689.819 Sangat dalam Sekali - 36933.474 36933.474 Non-gambut 1058034.448 142792.635 - 1200827.083 Jumlah 1133930.426 412345.036 89607.446 1635882.908 Pada areal dengan lahan gambut, sebagian besar tingkat kerawanannya adalah sedang dan tinggi yaitu sebesar 53.8 dari luas lahan gambut sedangkan 46.2 berada di tingkat kerawanan sedang. Areal dengan tingkat kerawanan tinggi sebagian besar berada di lahan dengan sangat dalam dan sangat dalam sekali yaitu masing-masing seluas 45.2 dan 49.7 sedangkan sisanya seluas 5.1 berada di lahan tidak bergambut sampai kedalaman dalam. Adapun lahan non-gambut, sebagian besar tingkat kerawanan kebakarannya berada pada tingkat rendah atau seluas 98.7 dari luas areal non gambut dan hanya seluas 2.3 berada pada tingkat sangat tinggi dan sangat tinggi sekali. Hal ini menunjukkan bahwa areal lahan gambut sangat rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan. Lahan gambut sangat dalam menjadi area yang hotspotnya tertinggi diduga karena areal lahan gambut dengan kedalaman dangkal-sedang sudah semakin terbatas luasnya untuk dibuka. Adapun di lahan gambut sangat dalam yang aksesnya mudah masih tersedia lahan luas yang umumnya belum terkelola sehingga aktivitas masyarakat membuka lahan cenderung intensif di areal ini. Gambar 4.10. Sebaran luas tingkat kerawanan kebakaran pada berbagai kedalaman gambut 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 Sangat Dangkal Dangkal Sedang Dalam Sangat Dalam Sangat dalam Sekali Lu a s Ha Tingkat Kedalaman Gambut Rendah Sedang Tinggi Menurut kelas tutupan lahan seperti yang ditunjukkan Tabel 4.15 dan Gambar 4.11, areal dengan tingkat kerawanan tinggi tersebar pada kelas tutupan lahan hutan rawa sekunder, rawa, semak belukar rawa, tanah terbuka dan rawa. Pada kelas tutupan lahan hutan rawa sekunder dan semak belukar rawa juga terdapat area dengan tingkat kerawanan sedang yang sangat luas, yaitu masing- masing seluas 161325 Ha dan 182224 Ha. Adapun areal dengan tingkat kerawanan rendah sebagian besar berada di kelas tutupan lahan Hutan Lahan Kering Sekunder yaitu seluas 589661 ha. Tabel 4.15. Sebaran luas tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan pada berbagai tutupan lahan No Kelas Tutupan Lahan Luas Tingkat Kerawanan Ha Rendah Sedang Tinggi Jumlah 1. Hutan Lahan Kering Primer 11702.662 11702.662 2. Hutan Lahan Kering Sekunder 589660.904 589660.904 3. Hutan Mangrove Sekunder 400.718 400.718 4. Hutan Rawa Primer 228.992 228.992 5. Hutan Rawa Sekunder 171700.940 161325.373 28451.293 361410.15 6. Hutan Tanaman 13017.239 13017.239 7. Pemukiman 1178.96 3.054 1182.014 8. Perkebunan 791.23 791.23 9. Pertambangan 3461.142 3461.142 10. Pertanian Lahan Kering 9733.928 1130.628 10864.556 11. Pertanian Lahan Kering Campur Semak 21310.254 21310.254 12. Rawa 13279.516 1170.757 643.659 15093.932 13. Sawah 98769.393 15669.618 114439.011 14. Semak Belukar 147843.285 2965.43 150808.715 15. Semak Belukar Rawa 7717.482 182224.161 53888.75 243830.393 16. Tanah Terbuka 11944.517 32362.07 6481.402 50787.989 17. Tubuh Air 9415.494 90.748 9506.242 Jumlah 89465.104 1112156.656 396941.839 1598563.599 Wilayah dengan peluang besar terjadi kebakaran berada pada kelas tutupan lahan hutan rawa sekunder, semak belukar rawa dan tanah terbuka. Hutan rawa sekunder Kabupaten Kapuas sebagian besar didominasi oleh pohon galam atau sering disebut dengan Hutan Galam. Semak belukar rawa djumpai di lokasi bekas terbakar dan areal eks PLG sedangkan tanah terbuka banyak ditemukan di lahan- lahan terlantar bercampur alang-alang dan areal bekas terbakar. Semua areal tersebut secara umum tidak dikelola dan tidak terjaga sehingga sangat rentan terjadi kebakaran. Data ini sangat relevan dengan hasil pada Tabel 3. pada Sub Bab Karakteristik Kebakaran Hutan dan Lahan, dimana umumnya lokasi yang menjadi sumber api berasal yang tidak terawat atau telantar dalam yang ditumbuhi semak belukar rawa dan alang-alang. Areal dengan tutupan lahan semak beluar rawa dan alang-alang umumnya jauh dari jangkauan dan pantauan masyarakat sehingga aktivitas yang menyebabkan kebakaran tidak terkendali juga sulit dikendalikan. Gambar 4.11. Sebaran luas tingkat kerawanan kebakaran pada berbagai tutupan lahan. Adapun berdasarkan jarak dari jalan, semakin dekat dengan jalan luas areal tingkat rawan tinggi semakin luas Tabel 4. 16 dan Gambar 4.12. Jalan sebagai akses utama mobilitas mempermudah beragam aktivitas masyarakat untuk menjangkau lahan dan mengelolanya. Masyarakat membuka lahan dekat dengan jalan agar mudah diakses dan diawasi dalam pengeloalaannya. Disisi lain, jalan yang menjadi jalur lalu lintas manusia sering menjadi pemicu munculnya api dari kelalaian seperti api dari kegiatan merokok atau membersihkan semak belukar yang tidak terkendali. Lahan-lahan terbakar dekat dengan jalan juga banyak ditemukan disebabkan kesengajaan dalam untuk tujuan perawatan lahan milik baik, menunjukkan batas dan status kepemilikan serta meningkatkan nilai lahan. Lahan yang bersih, rata dan tidak ada alang-alang atau semak belukar akan lebih tinggi harga jualnya. Analisis Boer et al. 2007 juga menunjukkan bahwa dalam porsi yang signifikan kebakaran di Kalimantan Tengah terjadi dekat dengan jaringan jalan, yang juga bisa menduga penyebab penting dari kebakaran. 100000 200000 300000 400000 500000 600000 L u as ha Kelas Tutupan Lahan Rendah Sedang Tinggi Tabel 4.16. Luas tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan jarak dari jalan di Kabupaten Kapuas Jarak dari jalan km Luas Tingkat Kerawanan ha Tinggi Sedang Rendah Jumlah 1 56477,601 241825,524 604004,747 902307,872 2 13758,785 65575,815 244152,936 323487,536 3 5501,168 37927,413 127487,357 170915,938 4 3953,092 24828,751 62314,414 91096,257 5 3037,989 12722,331 36614,516 52374,836 6 2670,698 7959,685 15026,563 25656,946 7 2286,152 4297,295 6199,128 12782,575 8 1315,37 2271,639 3343,485 6930,494 9 358,44 1694,32 1647,155 3699,915 Jumlah 89359,295 399102,773 1100790,301 1589252,369 Gambar 4.12. Sebaran luas tingkat kerawanan kebakaran berdasarkan jarak dari jalan 4.3.7. Implementasi Model Tingkat Kerawanan dalam Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan Peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang dibangun dengan model Z yang dilengkapi dengan analisis sebaran lokasi dan luas berdasarkan wilayah administrasi, kdalaman gambut dan kelas tutupan lahan sangat berguna untuk memberikan informasi tambahan bagi pengambil kebijakan dalam menentukan upaya-upaya prioritas pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Dengan mengetahui detil informasi data dan sebaran tempat serta aktivitas dominan di 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 L uas ha Jarak dari Jalan km Tinggi Sedang Rendah suatu wilayah akan bisa menetapkan prioritas strategi dan teknis implementasi dalam sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Empat elemen kunci dalam sistem peringatan dini adalah pengetahuan tentang risiko, pemantauan, analisis dan peramalan ancaman bahaya, komunikasi atau penyebaran pesan siaga dan peringatan serta kemampuan setempat untuk merespons pada peringatan yang diterima UNIDSR 2009. Pemetaan tingkat kerawanan kebakaran menjadi bagian penting dari Sistem Peringatan Dini Kebakaran SPDK karena dapat menyediakan data dan informasi tentang risiko, rencana kegiatan pemantauan dan peramalan bahaya sehingga bahaya kebakaran hutan dan lahan bisa diminimalisir. Selain sebaran tingkat kerawanan kebakaran berdasarkan karakteristik tertentu suatu wilayah, model tingkat kerawanan kebakaran juga menemukan variabel atau faktor yang dominan dalam menduga kebakaran hutan dan lahan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa varibel model Z yang dominan untuk menduga tingkat kerawanan kebakaran yang ditunjukkan oleh bobot tertinggi dalam model adalah kedalaman gambut dan tutupan lahan Tabel 4.8. Hal ini berarti bahwa di wilayah yang memiliki lahan gambut khususnya di kawasan gambut dalam perlu mendapat prioritas dalam program pencegahan melalui pengembangan sistem peringatan dini kebakaran. Berdasarkan sebaran penggunaan lahan, tingkat kerawanan tinggi sebagian besar berada di lahan kurang atau tidak dilakukan pengelolaan yaitu hutan rawa sekunder, semak belukar rawa dan tanah terbuka. Informasi ini bisa dijadikan acuan prioritas kegiatan peringatan dini pada areal-areal yang tidak terkelola yang luasnya sangat besar di Kabupaten Kapuas. Program penyuluhan, patroli, pembuatan papan peringatan dan penyebaran informasi merupakan alternatif kegiatan yang perlu diakukan secara intensif di areal yang tidak terawat tersebut.

4.4. Simpulan

Variabel atau faktor-faktor yang berperan penting dalam model spasial tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan adalah kedalaman gambut, tutupan lahan dan jarak dari jalan. Model yang disusun oleh variabel kedalaman gambut, tutupan lahan dan jarak dari jalan yaitu y = 1.015x 3 - 2.987x 2 + 2.875x - 0.122 dimana memiliki koefisien determinasi sebesar 73.8 dan dapat digunakan untuk menduga kepadatan hotspot per km 2 . Model tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan lima variabel memiliki akurasi sebesar 78.8 untuk pengkategorian ke dalam tiga kelas, dan 57.7 untuk pengkategorian ke dalam lima kelas. Kelas kedalaman gambut memiliki bobot tertinggi sebesar 72.9 persen dalam menentukan tingkat kejadian kebakaran hutan dan lahan melalui kepadatan hotpsot. Sebaran tingkat kerawanan tinggi sebagian besar berada di areal lahan gambut sangat dalam tesebar di kelas tutupan lahan hutan rawa sekunder dan semak belukar rawa dan dekat dengan jalan. Wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi sekali terletak di kecamatan Basarang, Kecamatan Dadahup dan Kecamatan Mantangai. 5 IDENTIFIKASI KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN DARI SISTEM PERINGATAN DINI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 5.1. Pendahuluan Sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan sebagai sebuah sistem dalam rangka kesiapsiagaan bencana, meminimalisir dampak lingkungan dan bahaya terhadap manusia, terdiri dari berbagai elemen pendukung. Sistem peringatan dini sendiri terdiri dari satu rangkaian hal yaitu: memahami dan memetakan bahaya; memantau dan meramalkan peristiwa yang akan segera terjadi; memproses dan menyebarkan peringatan kepada pihak berwenang dan kepada masyarakat; dan melakukan tindakan yang semestinya dan tepat waktu terhadap peringatan. IDEP, 2007. Operasionalisasi sistem peringatan dini membutuhkan perangkat pendukung agar dapat berjalan secara efektif dan dijalankan oleh masyarakat yang ada di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan SPDKHL yang merupakan bagian dari Pengendalian kebakaran hutan dan Hutan dan Lahan PKHL belum dapat menyelesaikan problem kebakaran hutan dan lahan. Implementasi SPDKHL yang berkembang saat ini belumlah menyentuh sampai pada tingkat kebutuhan dan melibatkan peran aktif masyarakat. Data dan informasi potensi dan kejadian kebakaran hutan lahan sifatnya masih terpusat dan penyebarluasan informasinya juga terkesan birokratis. Selain itu, data yang dibangun dengan biaya mahal dan rumit belum mencapai hasil yang optimal. Banyak kasus pemadaman kebakaran yang lamban penanganannya dan minimnya anggaran membuat api hampir selalu padam dengan sendirinya. Masalah lain yang sangat krusial adalah data dari hasil pemantauan untuk tujuan penegakan hukum bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan yang melanggar peraturan belum menjadi data penting. Akhirnya upaya penegakan hukum di bidang kebakaran hutan dan lahan masih jauh dari harapan. Beberapa informasi deteksi kebakaran yang dipakai untuk memberikan informasi aktifitas kebakaran telah dikeluarkan oleh lembaga pemerintah yang berkolaborasi dengan Pemerintah Australia. Data titik panas yang digunakan sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan dapat diakses melalui situs indofire.org yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan kemudian dipakai secara bersama oleh lembaga lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup KLH, Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika BMKG, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional LAPAN dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB. Informasi yang telah digunakan di tingkat nasional masih belum dipakai dan tersosialisasi sampai pada tingkat pemerintah daerah dan masyarakat yang dekat dengan lokasi rawan kebakaran. Dalam kontek legal, terdapat peraturan perundang-undangan terbaru untuk memperkuat upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan dikeluarkan belum lama ini. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan memuat instruksi pada seluruh stakeholder yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan untuk berkoordinasi dan melakukan langkah-langkah yang tepat sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Ketentuan hukum lainnya terkait kebakaran dimuat pada