Analisis Pemangku Kepentingan Hasil dan Pembahasan
Program pengendalian kebakaran hutan dan lahan termasuk pengembangan sistem peringatan dini melibatkan beberapa pihak baik dari instansi pemerintah,
lembaga non pemerintah maupun lembaga masyarakat. Teridentifikasi sebanyak 15 pemangku kepentingan yang terkait dengan sistem peringatan dini kebakaran
hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas seperti ditampilkan pada Tabel 5.4. Pemangku kepentingan tersebut lebih lanjut dideskripsikan peran, tingkat
kepentingan dan pengaruhnya dalam program pengembangan sistem peringatan dini Tabel 5.4. Lebih lanjut semua pemangku kepentingan kemudian di
kelompokan dan dikategorisasi menurut tingkat kepentingan dan tingkat pengaruhnya Gambar 5.2
Tabel 5.3. Pemangku kepentingan yang berperan dalam pengendalian kebakaran
hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas No.
Lembaga Peran dan Fungsi
1. BPBD Kapuas
Mengkoodinir penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan instansi teknis
Menyediakan anggaran untuk tanggap darurat
Mengkoordinir POSKO penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan
Menerima dan memperbaharui informasi peringatan dini cuaca dan hotspot dari
POSKO Provinsi Menyebarluaskan informasi peringatan
dini cuaca dan hotspot ke seluruh instansi dan masyarakat
2. BLH Kapuas
Menyebarluaskan informasi peringatan kebakaran hutan dan lahan
Mengkaji dampak akibat kebakaran hutan dan lahan
Membina kelompok masyarakat peduli kebakaran KMPK
3. Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kapuas Melakukan upaya pencegahan dan
pemadaman kebakaran di kawasan hutan Negara HL, HP, HPT, HPK
Mengadakan pembinaan dan pengawasan praktek perkebunan tanpa bakar
Melakukan rehabilitasi hutan paska kebakaran
4. Dinas Pertanian, Hortikultura
dan Tanaman Pangan Kapuas Melakukan pembinaan petani untuk
melakukan praktek pertanian yang ramah lingkungan tanpa bakar
Memberikan informasi musim kemarau dan musim hujan kepada petani
Memberikan bantuan peralatan dan pelatihan pembukaan lahan tanpa bakar
Tabel 5.3. Lanjutan No.
Lembaga Peran dan Fungsi
5. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kapuas Membuat perencanaan dan
mengkoordinasikan antar instansi bagi program manajemen kebakaran hutan dan
lahan
6. Manggala Agni
Operasionalisasi Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran SPBK
Menyediakan data titik panas kebakaran di wilayah Kapuas dan sekitarnya
Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat untuk bersama-sama terlibat
dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan Masyarakat Peduli ApiMPA
Memadamkan kebakaran hutan khususnya di kawasan konservasi
7. Pemerintah Kecamatan
Mengkoordinasikan perangkat desa untuk menjaga wilayahnya dari bahaya
kebakaran
8. Pemerintan Desa
Menyebarluaskan informasi peringatan bahaya kebakaran ke masyarakat
Memobilisasi warga untuk terlibat menjaga lahannya dari bahaya kebakaran
Menerima laporan adanya kegiatan pembakaran lahan untuk penyiapan lahan
pertanian atau perkebunan
9. Regu Pengendali Kebakaran
Masyarakat MPARPKBPKKMPK
Mengadakan penyuluhan pada warga tentang teknik pengendalian kebakaran
Melakukan pengamatan aktivitas masyarakat pada lahan yang akan
dibukadibakar bersama masyarakataparat desa
Melaporkan kejadian lahanhutan yang terbakar di desanya
Memadamkan kebakaran yang ada di wilayah desa
10. Lembaga Adat Mantir Memberi sanksi pada warga secara adat
Menjadi mediator penyelesaian konflik antar warga
11. LSM AMAN Menfasilitasi program pengendalian
kebakaran hutan dan lahan bagi masyarakat adat
Mengadakan pembinaan bagi kelompok pengendali api di lokasi sekitar hutan adat
Tabel 5.3. Lanjutan No.
Lembaga Peran dan Fungsi
12. Proyek Kerjasama Pemerintah daerah dan lembaga donor
KFCP Menfasilitasi program penurunan emisi
Gas Rumah Kaca terutama pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Mengadakan pembinaan dan bantuan peralatan bagi kelompok pengendali api di
lokasi proyek Regu Pengendali KebakaranRPK
13. Kepolisian DaerahPolres Memberikan peringatan dan larangan
membakar sesuai instruksi bupati Melakukan penegakan hukum atas
pelanggaran peraturan pembakaran lahan
14. Pemerintah Provinsi POSKO Provinsi
Memberikan informasi peringatan bahaya kebakaran ke Pemerintah Kabupaten
Melakukan penguatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan
penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan pekarangan di semua kabupaten se
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Menetapkan Peraturan dalam rangka
mengendalikan Kebakaran Hutan Lahan dan Pekarangan skala Provinsi
Memberi dukungan teknis dan dana tanggap darurat bila kebakaran hutan dan
lahan melintas antar Kabupaten Mengkoordinir pelaksanaan program
kebakaran hutan dan lahan antar kabupatekota se wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah
15. BMKG Provinsi Kalimantan Tengah
Memberikan informasi prakiraan musim kemarau tahunan kepada pemerintah
daerah Memperbaharui prakiraan cuaca untuk 3
hari ke depan setiap hari di situs BMKG Menerima dan memproses data cuaca dari
stasiun pengamat cuaca dari petugas lapangan
Menyediakan data tingkat bahaya kebakaran ke POSKO Provinsi
Sumber : Hasil Wawancara dengan Staf Lembaga Tahun 2012 Dari uraian peran, tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga atau
pemangku kepentingan kemudian dilakukan identifikasi sesuai tingkat kepentingan dan pengaruhnya masing-masing. Hasil identifikasi kepentingan dan
pengaruh para pihak dapat dibuat klasifikasi para pihak atau pemangku kepentingan seperti yang disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Klasifikasi para pihak berdasarkan pengauh dan kepentingan dalam pengembangan Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan di
Kapuas
No. Kelompok stakeholder
Peran dalam
kegiatan Pengaruh
kegiatan terhadap
kepentingan stakeholder
Pengaruh stakeholder
terhadap keberhasilan
kegiatan
1 BPBD Kapuas
Pembuat Keputusan dan
Pengorganisir 4
5 2
BLH Kapuas Pelaksana
3 3
3 Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas
Pelaksana 5
3 4
Dinas Pertanian, Hortikultura dan Tanaman Pangan Kapuas
Pelaksana 3
2 5
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kapuas
Pendukung 2
4 6
Manggala Agni Pelaksana dan
Pendukung 5
2 7
Pemerintah Kecamatan Pemanfaat dan
Pendukung 2
2 8
Pemerintan Desa Pendukung
5 3
9 Regu Pengendali Kebakaran Masyarakat
KMPKMPARPKBPK Pemanfaat dan
pendukung 5
2 10
Lembaga Adat Mantir Pendukung
2 3
11 LSM AMAN
Pendukungopo sisi
2 2
12 Proyek Kerjasama Pemerintah daerah dan
lembaga donor KFCP Pendukung
3 1
13 Kepolisian DaerahPolres
Pelaksana 3
2 14
Pemerintah Provinsi POSKO Provinsi Pendukung
3 2
15 BMKG Provinsi Kalimantan Tengah
Pendukung 2
3 Sumber format: RTI , 2002
Keterangan : 1 = sedikit tidak penting, 2 = agak penting, 3 = sedang, 4 = sangat penting, 5 = pemain kunci
Reed et al. 2009 mengelompokkan pemangku kepentingan berdasar pengaruh dan kepentingannya sebagai subjects, key players, crowd, dan context
setters Gambar 1. Subject memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah. Walaupun mendukung kegiatan, kapasitasnya terhadap dampak mungkin
tidak ada. Pemangku kepentingan ini dapat menjadi berpengaruh jika membentuk aliansi dengan pemangku kepentingan lainnya. Key players merupakan pemangku
kepentingan yang aktif karena mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek. Crowd merupakan pemangku kepentingan
yang memiliki sedikit kepentingan dan berpengaruh terhadap hasil yang diiinginkan dan hal ini menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam
pengambilan keputusan. Context setter memiliki pengaruh yang tinggi tapi sedikit kepentingan sehingga dapat menjadi risiko signifikan untuk dipantau.
Posisi kuadran I subject ditempati oleh Dinas Pertanian Hortikultura dan Tanaman Pangan Kapuas, Manggala Agni Kapuas, Pengendali Kebakaran Hutan
dan Lahan Berbasis Masyarakat MPARPKBPKKMPK, proyek KFCP dan Pemerintah Provinsi. Hal ini berarti bahwa lembaga dan kelompok tersebut
memiliki kepentingan yang tinggi terhadap pengembangan sistem peringatan dini
kebakaran hutan dan lahan di Kapuas, namun memiliki pengaruh yang rendah. Pengaruh yang rendah untuk lembaga pemerintah seperti DPHTP dan Manggala
Agni Daerah Operasi II Kapuas ini disebabkan tidak dilibatkannya lembaga tersebut dalam fungsi intermediasi dan penyebaran informasi peringatan dini ke
masyarakat sehingga sumberdaya yang mereka miliki terbatas pada bidang tugas pokoknya saja. Adapun pemangku kepentingan yang dalam hal ini berada dalam
kelembagaan non-pemerintah seperti MPARPKBPKKMPK kemampuannya tidak memadai dari segi dana, fasilitas dan sumberdaya manusia. KFCP sebagai
program yang juga memiliki kepentingan dalam penurunan emisi karbon dari kebakaran hutan dan lahan pengaruhnya rendah karena sebatas proyek dalam yang
tidak banyak melibatkan banyak stakeholder dan dibatasi waktu. Adapun Pemerintah provinsi memiliki kepentingan yang tinggi dengan mengeluarkan
peraturan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang harus dijadikan pedoman bagi pemerintah dalam wilayah provinsi Kalimantan Tengah. Dalam
implementasi lapangan, pemerintah provinsi tidak mempunyai kekuatan kontrol langsung ke wilayah kabupaten atau kota sehingga pengaruhnya rendah. Kondisi
ini senada dengan hasil penelitian Herawati et al. 2010 pada kegiatan di hutan tanaman rakyat HTR, penelitian Kusumedi dan Rizal 2010 pada pembangunan
Kesatuan Pemangkuan Hutan di Maros, dan penelitian Rastogi et al. 2010 pada pengelolaan Corbett National Park di India yang menyebutkan bahwa
kepentingan yang tinggi dari masyarakat terhadap sumber daya alam terutama berkenaan dengan kepentingan ekonomi dan sosial budaya. Di Kabupaten Kapuas,
terdapat lembaga-lembaga pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat yang pernah terbentuk dan mendapat pembinaan di Kabupaten
Kapuas. Lembaga-lembaga tersebut adalah Kelompok Masyarakat Peduli Kebakaran KMPK, Masyarakat Peduli Api MPA, Regu Pengendali Kebakaran
RPK dan Bantuan Pemadam Kebakaran BPK. Lembaga KMPK dan BPK dibentuk dan dibina oleh pemerintah daerah Kapuas yaitu BPBD dan Dinas Sosial
yang masing-masing ada 23 dan 15 kelompok. Lembaga MPA dibawah pembinaan Manggala Agni Kapuas, sedangkan RPK terbentuk dan mendapat
pembinaan dari proyek KFCP The Kalimantan Forest Cabon Partnership dimana masing-masing terbentuk sebanyak empat dan tujuh kelompok. Jumlah
pengendali kebakaran berbasis masyarakat yang memiliki kepentingan dan kapasitas untuk berperan dalam implementasi sistem peringatan dini kebakaran
hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas sebanyak 49 kelompok.
Gambar 5.2. Pemetaan kepentingan dan pengaruh pemangku pemangku kepentingan dalam sistem peringatan dini Kebakaran hutan dan
lahan di Kabupaten Kapuas
Posisi kuadran II key players ditempati oleh lembaga pemerintah yang terdiri dari BPBD, BLH, Disbunhut dan Pemerintah Desa sebagai pemangku
kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang sama-sama tinggi. Keempat lembaga tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi
berkenaan dengan otoritas dan tanggung jawab terbesar pengelolaan terhadap realisasi program pengendalian kebakaran hutan dan lahan sampai pada tingkat
masyarakat mencakup kegiatan pencegahan kebakaran, pemadaman, penanganan pasca kebakaran, pengawasan pembakaran lahan, pengembangan kapasitas
masyarakat, dan pemberdayaan kelompok masyarakat. Hal ini lazim ditemui pada setiap proyek pengelolaan sumber daya alam, dimana pengelola yang mendapat
kekuasaan secara legal selalu menempati posisi sebagai pemangku kepentingan utama Sembiring et al. 2010; Li et al. 2012.
Posisi kuadran III contex setter ditempati oleh Bappeda, Lembaga Adat tingkat desa dan BMKG. Pemangku kepentingan ini dapat mempengaruhi
pengembangan sistem peringatan dini berbasis masyarakat karena memiliki pengaruh yang tinggi. Bappeda berperan dalam berwenang merancang
perencanaan dan pengembangan program pembangunan. Mantir Adat memiliki pengaruh karena seringkali menjadi acuan dalam menetapkan informasi yang
dapat dipercaya. Adapun BMKG memiliki data yang dijadikan acuan pemerintah daerah dalam penentuan status siaga bencana yang berhubungan dengan iklim dan
cuaca.
Posisi pada kuadran IV crowd merupakan kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah dalam pengembangan sistem peringatan
dini kebakaran hutan da lahan di Kapuas. Terdapat empat pemangku kepentingan yang berada pada kuadran ini, Pemerintah Kecamatan, LSM AMAN dan
Kepolisian Resor. Keempat pemangku kepentingan ini memberikan perhatian juga dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan,
namun karena kegiatan yang dilakukan hanya bersifat temporer sehingga belum memberikan pengaruh yang signifikan.
Terdapat tiga hubungan yang terjadi antarpemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan
yaitu potensi konflik, saling mengisi, dan bekerjasama. Potensi konflik kepentingan terjadi antara kelompok masyarakat dengan lembaga yang bertugas
dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Potensi konflik juga muncul antara Lembaga Pemerintah dengan masyarakat tingkat desa. Lembaga
Pemerintah atau SKPD seringkali lambat memberikan informasi dan himbauan pada masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan. Lembaga pemerintah
tidak melakukan sosialasi dengan baik sehingga banyak masyarakat tidak mengetahui banyak peraturan tentang pedoman pembukaan lahan dan pekarangan
serta informasi tentang peringatan bahaya kebakaran. Potensi konflik bisa muncul antar lembaga di level Pemerintah Kabupaten dan juga dengan instansi teknis
pusat. Pemerintah Kabupaten Kapuas dalam pelaksanaan tugas pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sejak tahun 2012 cenderung mengandalkan BPBD,
sementara lembaga lain yang sudah berkiprah sebelumnya seperti Disbunhut dan BLH tidak diperankan secara proporsional. Demikian juga hubungan BPBD
dengan instansi teknis pusat yaitu Manggala Agni, kurang berjalan baik karena belum cukup melakukan koordinasi dan komunikasi antar lembaga. Dengan
keterbatasan BPBD sebagai lembaga baru dan dana yang relatif sedikit, maka bisa muncul konflik akibat lemahnya koordinasi, komunikasi dan kapasitas lembaga
ini bersama lembaga lain dan masyarakat. Koordinasi dan komunikasi baru terbangun pada saat kejadian kebakaran sudah terjadi. Terjadi potensi konflik juga
antara Lembaga Kerjasama Internasional KFCP dan masyarakat dimana program- programnya mengalami kegagalan dalam sosialisasi sehingga banyak mendapat
penolakan dari masyarakat dan kelompok LSM lokal. Studi oleh et al. 2011 menyebutkan organisasi-organisasi yang memiliki tugas pengendalian kebakaran
hutan dan lahan biasanya seringkali responsif dalam melakukan koodinasi dan komunikasi khususnya saat terjadi situasi darurat kebakaran hutan dan lahan.
Komunikasi tidak dibangun secara intensif khususnya di luar kondisi darurat kebakaran.
Potensi saling mengisi terjadi antara Manggala Agni Kapuas, KFCP, LSM, Disbunbut, BLH dan Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis
Masyrakat. Lembaga-lembaga tersebut seringkali berada dalam sebuah kegiatan bersama khususnya dalam peningkatan kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam
pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Potensi kerjasama bisa terjalin pada semua pemangku kepentingan khususnya antara lembaga penyedia informasi dan penyebaran informasi dengan
kelompok masyarakat dan pemerintah desa. BMKG, Manggala Agni, BLH, DPHTP dan BPBD sebagai lembaga penyedia informasi bisa saling bekerja sama
untuk mengintegrasikan data peringatan dini kebakaran hutan dan lahan yang bisa dipahami dan direspon baik oleh masyaakat. Sebaliknya, pemerintah desa dan
kelompok masyakat pengendali kebakaran hutan dan lahan bisa membantu pemerintah dengan memberikan data aktual di desanya masing-masing ke
lembaga pemerintah. Pemerintah desa dan kelompok masyarakat dapat membantu menyebarkan informasi tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan dari
pemerintah dengan cepat dan memanfaatkan saluran komunikasi yang efektif di masyarakat.
Dari potensi hubungan yang bisa terjadi antar pemangku kepentingan, akan terjadi pergeseran posisi beberapa pemangku kepentingan dari Kuadran ke arah
kuadran II atau menjadi aktor kunci key player dalam penguatan kelembagaan pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan. Manggala Agni Daops II Kapuas,
Kelompok Pengendali Keakaran Hutan dan Lahan serta DPHTP pada Kuadra I bisa bergeser menjadi aktor kunci bila pengaruh lembaga tersebut ditingkatkan.
Peningkatan pengaruh pada tiga lembaga pada Kuadran I subject bisa berupa pemberian peran yang lebih besar dalam pemantauan aktivitas masyarakat yang
berpotensi menyebabkan kebakaran, penyediaan informasi kondisi cuaca Manggala Agni Daops II Kapuas dan penyebarluasan informasi kondisi bahaya
kebakaran sampai pada tingkat desa. Tugas-tugas tersebut didukung oleh upaya peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusia SDM lembaga, dukungan sarana
dan prasarana serta anggaran yang memadai pada lembaga-lemga tersebut.
Pada Kuadran III, posisi BMKG Kalteng dan Lembaga Adat bisa bergeser menjadi key player. Kedua lembaga pada Kuadran III tersebut bisa menempati
aktor kunci bila kepentingannya ditingkatkan untuk menjadi bagian penting dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan berbasis
masyarakat di Kabupaten Kapuas. BMKG Kalteng dapat ditingkatkan perannya dalam peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemantauan kondisi cuaca
langsung di lapangan dengan metode yang dapat diterima secara empirik tanpa dengan tetap mengakomodir pengetahuan masyarakat. Lembaga adat dapat
dikuatkan pengaruhnya untuk mengembangkan pengetahuan lokal dalam prediksi bahaya kebakara hutan dan lahan serta penetapan sanksi bagi masyarakat yang
mengabaikan pedoman pengelolaan lahan berbasis kearifan lokal. 5.3.3. Kelembagaan Manajemen Kebakaran Hutan dan Lahan di Kapuas
5.3.3.1. Kontek Legal
Kelembagaan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas dapat ditelusuri melalui dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Gubernur Kalimantan
Tengah, Pemimpin daerah BupatiSekretaris Daerah Kabupaten Kapuas, hasil diskusi dan wawancara dengan perangkat Desa, kelompok pengendali kebakaran
berbasis masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM.
Hingga saat ini terdapat peraturan perundangankebijakan yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan atau manajemen kebakaran hutan dan lahan
di Kabupaten Kapuas. Sejak tahun 2011 mulai dibentuk Pos Simpul Komando Posko berdasarkan Keputusan Bupati Kapuas No. 237ADPUM tahun 2011
tanggal 23 Juni 2011 Tentang Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan
Pekarangan Kabupaten Kapuas. Keputusan bupati diatas sebagai respon atas kebijakan tentang Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di
tingkat Provinsi Kalimanatan Tengah. Kelembagaan tingkat Provinsi bernama Posko Terpadu Pengendalian Kebakaran Kebakaran Hutan, Lahan dan
Pekarangan Gubernur Kalteng dengan isi yang serupa yang terdapat pada Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor : 660904 Tahun 2007 Tentang
Pembentukan Posko Terpadu Pengendalian Kebakaran Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Provinsi Kalimantan Tengah.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan Dan Pekarangan Bagi Masyarakat Di
Kalimantan Tengah pada pasal 7 tentang koordinasi. Pasal 7 menyatakan tentang pemangku kepentingan yang harus melaksanakan aturan tersebut yaitu
BulatiWalikota, Camat dan Damang serta LurahKepala Desa. Pelaksanaan pengendalian kebakaran khususnya pembakaran terbatas dan terkendali tersebut
kemudian
dikoordinasikan melalui
Pos Simpul
Koordinasi POSKO
Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan disetiap jenjang. Pada perkembangannya berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan
Tengah Nomor 52 Tahun 2008 dilakukan perubahan menjadi peraturan gubernur Kalimantan Tengah no. 15 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan gubernur
Kalimantan Tengah nomor 52 tahun 200. Dalam peraturan Gubernur Kalimantan Tengah no. 15 tahun 2010 pejabat pemberi izin melakukan pembukaan lahan dan
pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali adalah lurahkepala desa dengan luas lahan maksimal 2 dua hektar per kepala keluarga untuk
ditanami tanaman varietas. Dalam pemberian izin, pejabat yang berwenang harus memperhatikan data Indeks resiko kebakaran dan atau hotspot titik panas,
Indeks Peringkat Numerik Cuaca Kebakaran atau Fire Weather Index FWI dan atau Peringkat Numerik Potensi Kekeringan dan Asap atau Drought Code DC;
dan atau jarak pandang yang berada diwilayahnya berdasarkan data dari instansi Lingkungan Hidup KabupatenKota.
5.3.3.2. Bentuk-bentuk Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan
Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan
Pos Simpul Komando POSKO dibentuk berdasarkan Keputusan
Gubernur Kalimantan Tengah No. 188.442282012 Tentang Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan
Pekarangan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012. Pada tingkat Kabupaten Kapuas, pada tahun 2011 pembentukan POSKO berdasarkan Sejak tahun 2011
mulai dibentuk Pos Simpul Komando Posko berdasarkan Keputusan Bupati Kapuas No. 237ADPUM tahun 2011 tanggal 23 uni 2011 Tentang Struktur
Organisasi dan Uraian Tugas Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabupaten Kapuas.
Setelah terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD di Kabupaten Kapuas melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas No.2 Tahun
2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD Kabupaten Kapuas, pembentukan POSKO mengalami perubahan menjadi Pos Simpul Komando Bencana Daerah
yang tertuang dalam Keputusan Bupati Kapuas Nomor 660BPBD Tahun 2012 tanggal 28 Agustus 2012 meskipun struktur organisasinya tidak mengalami
perubahan berarti. Struktur organisasi POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabupaten Kapuas dan POSKO Bencana Daerah
Kabupaten Kapuas disajikan pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.
Gambar 5.3. Struktur Organisasi POSKO Pos Simpul Komando di Kabupaten Kapuas Keputusan Bupati Kapuas No. 237ADPUM tahun 2011
tanggal 23 Juni 2011 Di dalam deskripsi tugas dan wewenang struktur organisasi POSKO
Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Gambar 5.3 dijelaskan bahwa koordinator sistem Deteksi Dini Early warning system
mempunyai tugas : -
Memantau perkembangan cuaca terakhir dan melakukan analisis terhadap datangnya dan kemungkinan lama berlangsungnya musim kemarau
- Melakukan pengolahan data sistem deteksi dini kebakaran hutan lahan dan
pekarangan serta memantau perkembangan sebaran titik panas hotspot melalui satelit.
- Melaporkan hasil pengolahan data kepada Ketua umum, dengan tembusan
masing-masing koordinator serta mendistribusikan data sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan dan hotspot ke seluruh wilayah Kapuas sebagai
bahan evaluasi dan perencanaan penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan pekarangan.
- Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai
peringatan dini dalam rangka peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku;
- Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua umum.
Penanggung JawabPengarah
TIM INTI
Bidang Publikasi dan Dokumentasi
Bidang Penegakan Hukum
Bidang Penanggulangan Kebakaran Hutan,
Lahan dan Pekarangan
Bidang Sistem Deteksi
Gambar 5.4. Struktur Organisasi POSKO Pos Simpul Komando Bencana Daerah di Kabupaten Kapuas Keputusan Bupati Kapuas Nomor
660BPBD Tahun 2012
Berdasarkan Gambar 5.4, koordinator Sistem Deteksi Dini pada organisasi POSKO Bencana Daerah memiliki tugas yang relatif serupa antara lain:
- Memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan BMKG Provinsi atau
BMKG Pusat terkait kondisi alam dan situasi cuaca terakhir. melakukan analisis terhadap kebencanaan yang ada di daerah Kabupaten Kapuas.
- Melakukan pengolahan data sistem deteksi dini terhadap bencana di daerah
Kabupaten Kapuas. -
Melaporkan hasil pengolahan data kepada Ketua umum, dengan tembusan masing-masing koordinator serta mendistribusikan data sistem deteksi dini
terkait kebencanaan di wilayah Kapuas -
Menginformasikan hasil pemantauan dan perkembangan data sistem dan hasil deteksi dini terakhir ke masyarakat luas dalam rangka peningkatan
kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku; -
Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua umum.
Kelembagaan Tingkat Desa
Untuk itu, POSKO Kabupaten Kapuas menerbitkan surat edaran berupa Himbauan agar waspada melakukan pembakaran. Seperti yang tercantum pada
surat dari kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kapuas No. 660176BLHVI2011 perihal Kesiapsiagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan di Kabupaten Kapuas Tahun 2011.
Dari Himbauan Bupati, disampaikan ke camat, lalu camat menyebarluaskan pada kepala desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa, melalui
Kepala Desa, himbauan peringatan dini kebakaran hutan dan lahan diteruskan ke Ketua RT. Ketua RT menindaklanjuti himbauan tersebut dengan melakukan
sosialisasi dan pemantauan kepada warga desa. Dalam pelaksanaan pembakaran, Penanggung JawabPengarah
TIM INTI
Bidang Publikasi dan Dokumentasi
Bidang Penegakan Hukum
Bidang Penanggulangan Bencana Daerah
Bidang Sistem Deteksi Dini
EWS
diharuskan dalam kelompok dengan tujuan agar dapat saling mengawasi proses pembakaran hingga bisa berlangsung aman. Bagan proses sosialisasi informasi
peringatan bahaya kebakaran melalui pemerintahan desa dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Kelembagaan UmumTingkat desa di Kabupaten Kapuas dalam
penyebarluasan informasi peringatan kebakaran hutan dan lahan Peran yang tidak kalah penting dalam kelembagaan desa adalah BPD dan
Mantir Adat. Badan Permusyawatan Desa BPD yang merupakan perwakilan warga desa memiliki peran menyuarakan aspirasi warga terkait infrastuktur desa
dan menjadi jembatan komunikasi antara aparat desa dengan warga desa terkait informasi dan himbauan kondisi bahaya kebakaran. BPD juga memberi
pertimbangan kebutuhan dan kondisi masyarakat menghadapi musim kemarau. Adapun Mantir adat berperan pada pasca kebakaran khususnya dalam menangani
kasus sengketa terbakarnya lahan warga desa akibat kesalahan atau kelalaian warga. Mantir adat menjadi mediator dalam penetapan dan pembayaran
kompensasi ganti rugi lahan yang terbakar sehingga penegakan aturan tidak sampai ke pengadilan. Kedua lembaga ini, BPD dan Mantir adat secara fungsional
memberi pertimbangan dan masukan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan termasuk dalam penyebarluasan informasi kondisi bahaya kebakaran.
Kelembagaan Berbasis Masyarakat dibawah bimbingan Lembaga Non Pemerintah
Untuk kelembagaan pengendalian kebakaran yang dibentuk oleh lembaga non-pemerintah yang berada di Kapuas adalah Regu Pengendalian kebakaran
yang didampingi pembentukannya oleh KFCP The Kalimantan Forest and Climate Partnership. KFCP merupakan lembaga kerjasama antara Pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengurangan emisi dari deforestrasi dan degradasi hutan di Kalimantan Tengah. Salah satu program
KFCP adalah pengendalian kebakaran hutan dan lahan. KFCP mendampingi pembentukan RPK Regu Pengendalian Kebakaran di tujuah Desa di Kecamatan
Mantangai. Lima RPK sudah dibentuk dari kegaiatanproyek CKPP Central Kalimantan Peatland Project dan dua desa lagi berada di Desa Petak Puti dan
Tumbang Muroi Kecamatan Mantangai hasil dari kegiatan KFCP. Kepala Desa
RT
W
arga
RT RT
W
arga
W
arga
W
arga
W
arga
W
arga
W
arga
W
arga
W
arga
Mantir Adat BPD
KFCP lebih menitikberatkan pada aspek penyadartahuan dan partisipasi aktif masyarakat khususnya pada pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Selain
itu KFCP juga memberi bantuan peralatan pemadaman kebakaran pada kelompok RPK dengan pengaturan yang dipantau oleh aparat Desa.
Dalam RPK sudah dibuat struktur organisasi beserta wewnangnya. Seperti yang disajikan pada Gambar 5.6. Selain membentuk organisasi, RPK juga
membuat strategi tingkat desa dalam bentuk komitmen tertulis tentang bagaimana masyarakat mengatur dirinya untuk bisa terlibat dalam pengedalian kebakaran
hutan dan lahan antara lain: -
Penanggung jawab keamanan lahan dari kebakaran adalah ketua Handil. -
Pengaturan pembersihan lahan satu hari dua KK -
Pemantauan dan pengawasan pembakaran lahan -
Membuat sekat bakar dan tetangga yang bersebeahan dengan lahan yang dibakar juga harus ikut menjaga bersama-sama
- Membuat pos pemantauan
- Meletakkan papan peringatan
Dalam pelaksanaan tugas RPK masih ditemukan kendala. Beberapa masalah yang ditemukan antara lain :
- Masyarakat mau berpartisipasi jika kebakaran mengancam lahan miliknya
- Masyarakat baru bergerak bila ada insentif materi uang
- Tidak terlalu peduli dengan data dan himbauan prakiraan musim kemarau dari
pemerintah. Mereka punya keputusan sendiri melalu kebiasaan adat. -
Peralatan bantuan pemadaman, tidak terawat dan sebagian tidak tentu keberadaannya.
- Membuat sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan warga adat atau sosial
Organisasi RPK memanfaatkan sistem peringatan dini yang sudah ada yakni berasal dari BMKG. KFCP memiliki akses informasi dengan lembaga pemerintah
seperti BMKG untuk mendapatkan informasi prakiraan musim dan kondisi cuaca. Dari kantor KFCP pusat, informasi kondisi kewaspadaan bahaya kebakaran
diteruskan ke kantor cabang. Kantor cabang melalui Divisi Fire Management memberikan informasi kondisi kewaspadaan kebakaran tersebut pada RPK.
Gambar 5.6. Struktur yang dikembangkan oleh organinasi Non Pemerintah Kasus
RPK Sumber : KFCP 2012 Ketua
Penasehat : 1. Kepala Desa
2. BPD 3. Mantir Adat
Sekretaris Wakil Ketua
Bendahara
Seksi Perlengkapan, Transportasi dan
Peralatan Kebakaran. Koordinator :
Anggota : Seksi Logistik
Kebakaran. Koordinator :
Anggota : Seksi Penggalangan
dana Koordinator :
Anggota : Seksi Komunikasi
Kebakaran. Koordinator :
Anggota :
Selain kelembagaan kelompok pengendali kebakara hutan dan lahan yang diinisasi oleh KFCP beberapa kelembagaan lain yang ada di Kabupaten Kapuas
antara lain : a
KMPK Binaan BLH Kapuas. Pembentukan KMPK Kelompok Masyarakat Peduli Kebakaran. Program ini merupakan program dari BLH provinsi yang
dimulai dari tahun 2009. Di kabupaten Kapuas dibentuk 23 KMPK dimana setiap KMPK memiliki anggota sekitar 9-10 orang. Tidak semua desa di
kabupaten Kapuas menerima bantuan untuk membentuk KMPK. Kriteria desa yang memiliki KMPK adalah desa-desa yang sering mengalami kebakaran atau
hotspot setiap tahun. Setelah tahun 2009 KMPK tidak aktif karena program dari BLH Provinsi Kalteng tidak dilanjutkan sementara BLH Kabupaten
Kapuas tidak memiliki program pembinaan.
b Masyarakat Peduli Api MPA. MPA merupakan kelompok swadaya
masyarakat dibawah pembinaan Manggala Agni Kementerian Kehutanan yang mendapatkan pelatihan dan peralatan untuk memantau dan memadamkan
api yang terjadi di desanya. Pembentukan MPA berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 12Menhut-Ii2009 Tentang Pengendalian
Kebakaran Hutan. Saat ini di kabupaten Kapuas baru terdapat 4 kelompok MPA di dua kecamatan yaitu di Kecamatan Basarang dan Mantangai dimana
tiap kelompok terdiri dari 25 orang. Desa yang memiliki MPA adalah desa yang setiap tahun terjadi kebakaran.
c Bantuan Pemadam Kebakaran BPK. BPK awalnya dibentuk dengan bantuan
pemerintah kabupaten Kapuas untuk membantu mengatasi kebakaran pemukiman di Kota Kuala Kapuas. BPK terbentuk minimal satu kelompok di
setiap kecamatan. Awalnya BPK dibentuk atas inisiatif warga karena persamaan kepentingan untuk menyelamatkan pemukiman dari bahaya
kebakaran. Kebakaran pemukiman sudah sangat sering terjadi dan di kota Kuala Kapuas. Dsamping bantuan peralatan, BPK juga mendapat pelatihan
pemadaman dari Pemkab Kapuas. Saat ini ada sekitar 12 BPK Di Kapuas. Saat ini BPK juga berperan aktif dalam membantu penanggulangan kebakaran hutan
dan lahan di Kabupaten Kapuas.
5.3.4. Faktor pendukung dan tantangan Sumberdaya pengembangan sistem
peringatan dini
Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat digali dari hasil diskusi kelompok secara terpisah
antara kelompok masyarakat dan kelompok pemerintah. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan yang berasal dari dua kelompok ini akan terbagi dalam
aspek kebijakan, kelembagaan, pengetahuan lokal, sarana dan prasarana dan sumberdaya manusia. Faktor-faktor tersebut akan menjadi masukan bagi model
kelembagaan pengelolaan risiko kebakararan hutan dan lahan melalui pengembangan sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Faktor pendukung,
tantangan dan kebutuhan ini disajikan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.
Berdasarkan uraian pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6, terdapat kebutuhan yang sama dalam meningkatkan efektivitas implementasi sistem peringatan dini antara
pihak pemerintah dan masyarakat. Kebutuhan yang sama tersebut dapat
diintegrasikan menjadi sebuah kebijakan, kelembagaan dan program yang bisa saling melengkapi kebutuhan masing-masing.
Tabel 5.5. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran
hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas
Aspek Pendukung
Tantangan Kebutuhan
Kebijakan Ada peraturan desa dan
adat dalam pembukaan lahan dengan memakai
prediksi pengetahuan lokal
Adanya aturan yang memberdayakan potensi
lokaladat dalam hal penyebaran informasi
Pergub 52 2008 Tidak semua warga desa
mematuhi aturan adat Mantir adat hanya
berperan dalam penyelesaian konflik dan
kurang berperan dalam pengembangan
pengetahuan lokal untuk peringatan bahaya
kebakaran Diperlukan peraturan
formal yang berkekuatan hukum pada tingkat desa
perdes Perluasan dan
pemberdayaan mantir adat dan tokoh
masyarakat dalam menghidupkan kembali
pengetahuan lokal dalam peringatan dini
kebakaran
Kelembagaan Adanya kelompok
pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis
masyarakat Kuantitas dan sebaran
kelompok tidak merata Diperlukan pelibatan
kelompok tingkat masyarakat dalam
POSKO tingkat desa
Pengetahuan Lokal
Adanya beragam pengetahuan lokal dalam
memprediksi bahaya kebakaran yang
dipercaya oleh masyarakat
Belum diakomodir dalam kebijakan penentuan
peringatan dini kebakaran Diakomodasinya
kearifan lokal dalam peraturan daerah dalam
peraturan tingkat daerah untuk melengkapi sistem
meperingatan dini
Sarana dan Prasarana
Terdapat sarana peringatan dini secara
swadaya Radio Komunikasi, Kendaraan,
dll Jumlah sarana dan
prasarana sangat minim dan sebarannya tidak
merata Peningkatan sarana dan
prasarana dalam rangka memperkuat
implementasi sistem peringatan dini sampai
pada tingkat lokal desa
Sumberdaya Manusia
Terdapat kelompok masyarakat yang sudah
berdaya dalam pencegahan dan
peringatan dini kebakaran
Jumlah, kontinuitas kegiatan dan peningkatan
kapasiatas masih minim Peningkatan pembinaan
dan pendampingan untuk mengembangkan
pengetahuan lokal untuk bisa digunakan dalam
sistem peringatan dini berbasis masyarakat
Tabel 5.6. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan yang dibutuhkan instansi pemerintah dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran
hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas
Aspek Pendukung
Tantangan Kebutuhan
Kebijakan Ada peraturan
Pergub 52 2008 yang menjadi acuan dalam
implementasi sistem peringatan dini
Adanya aturan pembentukan BPBD
Adanya aturan pembentukan POSKO
Tidak semua isi aturan dipahami dan
diimplemtasikan oleh pelaksana aturan
addressat Diperlukan revisi aturan
melalui proses yang partisipatif dan
disosialisasikan secara luas dan cukup waktunya.
Kelembagaan Adanya BPBD selaku
koordinator yang menjadi komando dalam
pengembangan sistem peringatan dini
Adanya POSKO yang dapat mendistribusikan
pesan dan tugas secara lebih efektif
Struktur, perangkat dan sistem kerja BPBD
sedang berbenah karena masih baru
POSKO belum terbentuk sampai pada desa yang
rawan kebakaran Peningkatan kapasitas
organisasi, perangkat kerja dan sumberdaya BPBD
Pembentukan POSKO sampai tingkat desa dengan
melibatkan kelompok pengendali kebakakaran
yang sudah ada di masyarakat.
Peningkatan dukungan dana dan peralatan
Informasi Peringatan
Dini Tersedianya informasi
peringatan dini kebakaran cuaca dan
hospot yang bisa dengan mudah diakses langsung
di internet. Tersedianya informasi
dari lembaga penyedia data yang semakin
terbarukan Jaringan komunikasi
internet belum merata menjangkau tingkat desa
Sumberdaya manusia yang bisa memahami
informasi peringatan dini dan teknis mengakses
dan menafsirkan informasi masih sangat
terbatas Diakomodasinya kearifan
lokal dalam peraturan tingkat daerah untuk
melengkapi sistem peringatan dini yang sudah
ada.
Sarana dan Prasarana
Peralatan pemantauan cuaca dan peringata
bahaya kebakaran tersedia Manggala Agni
Radio Komunikasi bisa dipantau sampai lintas
provinsi Penyebaran informasi
sampai tingkat desa terkendala jaringan
telekomunikasi yang tidak merata
Tidak semua instansi teknis memiliki radio
komunikasi Perbaikan jaringan
telekomunikasi sehingga masyarakat dengan mudah
dan cepat melaporkan serta menerima peringatan dini
kebakaran
Sumberdaya Manusia
Terdapat instansi penyedia data dan
informasi peringatan dini kebakaran dengan SDM
yang memadai Jumlah dan sebaran SDM
pada instasni teknis terkait peringatan dini
tidak memadai dan posisnya selalu berubah
karena berganti posisi atau mutasi ke instansi
lain Peningkatan jumlah SDM
yang memiliki kompetensi memadai dalam
mengumpulkan dan menganalisa data peringatan
dini kebakaran melalui pelatihan dan
pendampingan. Konsistensi fungsi
personelstaf untuk secara berkelanjutan berada pada
posisi terkait dengan sistem peringatan dini kebakaran
hutan dan lahan
Analisis kebijakan yang sudah ada terkait dengan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan belum mempertimbangkan pengetahuan lokal menjadi
indikator penetapan bahaya. Di samping itu, kebijakan yang ada juga belum mengoptimalkan peran kelompok pengendali kebakaran yang dibentuk dan
dikelola oleh masyarakat pada tingkat desa seperti, RPK, MPA, BPK dan KMPK serta kelompok adat yang di lapangan sangat nyata perannya. Untuk itu dalam
melengkapi kebijakan diperlukan aturan untuk memadukan sistem peringatan dini yang dibuat pemerintah dengan peringatan dini yang dipraktekkan masyarakat.
Berdasarkan analisis pemangku kepentingan dan kebutuhan kelembagaan, terdapat aktor kunci yang berasal dari pihak pemerintah dan masyarakat. Pihak
pemerintah dengan BPBD sebagai koordinatornya, perlu melibatkan kelembagaan lokal atau lembaga berbasis komunitas dalam pengendalian kebakaran sehingga
kelembagaan POSKO penanggulangan kebakaran hutan dan lahan bisa menjangkau pada tingkat desa. Eksistensi dan partisipasi kelembagaan kebakaran
hutan dan lahan tingkat komunitas juga akan terus berlangsung bila mendapat dukungan legalitas, sarana dan prasarana dari pemerintahan desa, bukan sekedar
pada kegiatan proyek.