Analisis Pemangku Kepentingan Hasil dan Pembahasan

Program pengendalian kebakaran hutan dan lahan termasuk pengembangan sistem peringatan dini melibatkan beberapa pihak baik dari instansi pemerintah, lembaga non pemerintah maupun lembaga masyarakat. Teridentifikasi sebanyak 15 pemangku kepentingan yang terkait dengan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas seperti ditampilkan pada Tabel 5.4. Pemangku kepentingan tersebut lebih lanjut dideskripsikan peran, tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam program pengembangan sistem peringatan dini Tabel 5.4. Lebih lanjut semua pemangku kepentingan kemudian di kelompokan dan dikategorisasi menurut tingkat kepentingan dan tingkat pengaruhnya Gambar 5.2 Tabel 5.3. Pemangku kepentingan yang berperan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas No. Lembaga Peran dan Fungsi 1. BPBD Kapuas Mengkoodinir penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan instansi teknis Menyediakan anggaran untuk tanggap darurat Mengkoordinir POSKO penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan Menerima dan memperbaharui informasi peringatan dini cuaca dan hotspot dari POSKO Provinsi Menyebarluaskan informasi peringatan dini cuaca dan hotspot ke seluruh instansi dan masyarakat 2. BLH Kapuas Menyebarluaskan informasi peringatan kebakaran hutan dan lahan Mengkaji dampak akibat kebakaran hutan dan lahan Membina kelompok masyarakat peduli kebakaran KMPK 3. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas Melakukan upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran di kawasan hutan Negara HL, HP, HPT, HPK Mengadakan pembinaan dan pengawasan praktek perkebunan tanpa bakar Melakukan rehabilitasi hutan paska kebakaran 4. Dinas Pertanian, Hortikultura dan Tanaman Pangan Kapuas Melakukan pembinaan petani untuk melakukan praktek pertanian yang ramah lingkungan tanpa bakar Memberikan informasi musim kemarau dan musim hujan kepada petani Memberikan bantuan peralatan dan pelatihan pembukaan lahan tanpa bakar Tabel 5.3. Lanjutan No. Lembaga Peran dan Fungsi 5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kapuas Membuat perencanaan dan mengkoordinasikan antar instansi bagi program manajemen kebakaran hutan dan lahan 6. Manggala Agni Operasionalisasi Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran SPBK Menyediakan data titik panas kebakaran di wilayah Kapuas dan sekitarnya Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat untuk bersama-sama terlibat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan Masyarakat Peduli ApiMPA Memadamkan kebakaran hutan khususnya di kawasan konservasi 7. Pemerintah Kecamatan Mengkoordinasikan perangkat desa untuk menjaga wilayahnya dari bahaya kebakaran 8. Pemerintan Desa Menyebarluaskan informasi peringatan bahaya kebakaran ke masyarakat Memobilisasi warga untuk terlibat menjaga lahannya dari bahaya kebakaran Menerima laporan adanya kegiatan pembakaran lahan untuk penyiapan lahan pertanian atau perkebunan 9. Regu Pengendali Kebakaran Masyarakat MPARPKBPKKMPK Mengadakan penyuluhan pada warga tentang teknik pengendalian kebakaran Melakukan pengamatan aktivitas masyarakat pada lahan yang akan dibukadibakar bersama masyarakataparat desa Melaporkan kejadian lahanhutan yang terbakar di desanya Memadamkan kebakaran yang ada di wilayah desa 10. Lembaga Adat Mantir Memberi sanksi pada warga secara adat Menjadi mediator penyelesaian konflik antar warga 11. LSM AMAN Menfasilitasi program pengendalian kebakaran hutan dan lahan bagi masyarakat adat Mengadakan pembinaan bagi kelompok pengendali api di lokasi sekitar hutan adat Tabel 5.3. Lanjutan No. Lembaga Peran dan Fungsi 12. Proyek Kerjasama Pemerintah daerah dan lembaga donor KFCP Menfasilitasi program penurunan emisi Gas Rumah Kaca terutama pengendalian kebakaran hutan dan lahan Mengadakan pembinaan dan bantuan peralatan bagi kelompok pengendali api di lokasi proyek Regu Pengendali KebakaranRPK 13. Kepolisian DaerahPolres Memberikan peringatan dan larangan membakar sesuai instruksi bupati Melakukan penegakan hukum atas pelanggaran peraturan pembakaran lahan 14. Pemerintah Provinsi POSKO Provinsi Memberikan informasi peringatan bahaya kebakaran ke Pemerintah Kabupaten Melakukan penguatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan pekarangan di semua kabupaten se wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Menetapkan Peraturan dalam rangka mengendalikan Kebakaran Hutan Lahan dan Pekarangan skala Provinsi Memberi dukungan teknis dan dana tanggap darurat bila kebakaran hutan dan lahan melintas antar Kabupaten Mengkoordinir pelaksanaan program kebakaran hutan dan lahan antar kabupatekota se wilayah Provinsi Kalimantan Tengah 15. BMKG Provinsi Kalimantan Tengah Memberikan informasi prakiraan musim kemarau tahunan kepada pemerintah daerah Memperbaharui prakiraan cuaca untuk 3 hari ke depan setiap hari di situs BMKG Menerima dan memproses data cuaca dari stasiun pengamat cuaca dari petugas lapangan Menyediakan data tingkat bahaya kebakaran ke POSKO Provinsi Sumber : Hasil Wawancara dengan Staf Lembaga Tahun 2012 Dari uraian peran, tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga atau pemangku kepentingan kemudian dilakukan identifikasi sesuai tingkat kepentingan dan pengaruhnya masing-masing. Hasil identifikasi kepentingan dan pengaruh para pihak dapat dibuat klasifikasi para pihak atau pemangku kepentingan seperti yang disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Klasifikasi para pihak berdasarkan pengauh dan kepentingan dalam pengembangan Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan di Kapuas No. Kelompok stakeholder Peran dalam kegiatan Pengaruh kegiatan terhadap kepentingan stakeholder Pengaruh stakeholder terhadap keberhasilan kegiatan 1 BPBD Kapuas Pembuat Keputusan dan Pengorganisir 4 5 2 BLH Kapuas Pelaksana 3 3 3 Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas Pelaksana 5 3 4 Dinas Pertanian, Hortikultura dan Tanaman Pangan Kapuas Pelaksana 3 2 5 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kapuas Pendukung 2 4 6 Manggala Agni Pelaksana dan Pendukung 5 2 7 Pemerintah Kecamatan Pemanfaat dan Pendukung 2 2 8 Pemerintan Desa Pendukung 5 3 9 Regu Pengendali Kebakaran Masyarakat KMPKMPARPKBPK Pemanfaat dan pendukung 5 2 10 Lembaga Adat Mantir Pendukung 2 3 11 LSM AMAN Pendukungopo sisi 2 2 12 Proyek Kerjasama Pemerintah daerah dan lembaga donor KFCP Pendukung 3 1 13 Kepolisian DaerahPolres Pelaksana 3 2 14 Pemerintah Provinsi POSKO Provinsi Pendukung 3 2 15 BMKG Provinsi Kalimantan Tengah Pendukung 2 3 Sumber format: RTI , 2002 Keterangan : 1 = sedikit tidak penting, 2 = agak penting, 3 = sedang, 4 = sangat penting, 5 = pemain kunci Reed et al. 2009 mengelompokkan pemangku kepentingan berdasar pengaruh dan kepentingannya sebagai subjects, key players, crowd, dan context setters Gambar 1. Subject memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah. Walaupun mendukung kegiatan, kapasitasnya terhadap dampak mungkin tidak ada. Pemangku kepentingan ini dapat menjadi berpengaruh jika membentuk aliansi dengan pemangku kepentingan lainnya. Key players merupakan pemangku kepentingan yang aktif karena mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek. Crowd merupakan pemangku kepentingan yang memiliki sedikit kepentingan dan berpengaruh terhadap hasil yang diiinginkan dan hal ini menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan. Context setter memiliki pengaruh yang tinggi tapi sedikit kepentingan sehingga dapat menjadi risiko signifikan untuk dipantau. Posisi kuadran I subject ditempati oleh Dinas Pertanian Hortikultura dan Tanaman Pangan Kapuas, Manggala Agni Kapuas, Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat MPARPKBPKKMPK, proyek KFCP dan Pemerintah Provinsi. Hal ini berarti bahwa lembaga dan kelompok tersebut memiliki kepentingan yang tinggi terhadap pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kapuas, namun memiliki pengaruh yang rendah. Pengaruh yang rendah untuk lembaga pemerintah seperti DPHTP dan Manggala Agni Daerah Operasi II Kapuas ini disebabkan tidak dilibatkannya lembaga tersebut dalam fungsi intermediasi dan penyebaran informasi peringatan dini ke masyarakat sehingga sumberdaya yang mereka miliki terbatas pada bidang tugas pokoknya saja. Adapun pemangku kepentingan yang dalam hal ini berada dalam kelembagaan non-pemerintah seperti MPARPKBPKKMPK kemampuannya tidak memadai dari segi dana, fasilitas dan sumberdaya manusia. KFCP sebagai program yang juga memiliki kepentingan dalam penurunan emisi karbon dari kebakaran hutan dan lahan pengaruhnya rendah karena sebatas proyek dalam yang tidak banyak melibatkan banyak stakeholder dan dibatasi waktu. Adapun Pemerintah provinsi memiliki kepentingan yang tinggi dengan mengeluarkan peraturan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang harus dijadikan pedoman bagi pemerintah dalam wilayah provinsi Kalimantan Tengah. Dalam implementasi lapangan, pemerintah provinsi tidak mempunyai kekuatan kontrol langsung ke wilayah kabupaten atau kota sehingga pengaruhnya rendah. Kondisi ini senada dengan hasil penelitian Herawati et al. 2010 pada kegiatan di hutan tanaman rakyat HTR, penelitian Kusumedi dan Rizal 2010 pada pembangunan Kesatuan Pemangkuan Hutan di Maros, dan penelitian Rastogi et al. 2010 pada pengelolaan Corbett National Park di India yang menyebutkan bahwa kepentingan yang tinggi dari masyarakat terhadap sumber daya alam terutama berkenaan dengan kepentingan ekonomi dan sosial budaya. Di Kabupaten Kapuas, terdapat lembaga-lembaga pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat yang pernah terbentuk dan mendapat pembinaan di Kabupaten Kapuas. Lembaga-lembaga tersebut adalah Kelompok Masyarakat Peduli Kebakaran KMPK, Masyarakat Peduli Api MPA, Regu Pengendali Kebakaran RPK dan Bantuan Pemadam Kebakaran BPK. Lembaga KMPK dan BPK dibentuk dan dibina oleh pemerintah daerah Kapuas yaitu BPBD dan Dinas Sosial yang masing-masing ada 23 dan 15 kelompok. Lembaga MPA dibawah pembinaan Manggala Agni Kapuas, sedangkan RPK terbentuk dan mendapat pembinaan dari proyek KFCP The Kalimantan Forest Cabon Partnership dimana masing-masing terbentuk sebanyak empat dan tujuh kelompok. Jumlah pengendali kebakaran berbasis masyarakat yang memiliki kepentingan dan kapasitas untuk berperan dalam implementasi sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas sebanyak 49 kelompok. Gambar 5.2. Pemetaan kepentingan dan pengaruh pemangku pemangku kepentingan dalam sistem peringatan dini Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas Posisi kuadran II key players ditempati oleh lembaga pemerintah yang terdiri dari BPBD, BLH, Disbunhut dan Pemerintah Desa sebagai pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang sama-sama tinggi. Keempat lembaga tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi berkenaan dengan otoritas dan tanggung jawab terbesar pengelolaan terhadap realisasi program pengendalian kebakaran hutan dan lahan sampai pada tingkat masyarakat mencakup kegiatan pencegahan kebakaran, pemadaman, penanganan pasca kebakaran, pengawasan pembakaran lahan, pengembangan kapasitas masyarakat, dan pemberdayaan kelompok masyarakat. Hal ini lazim ditemui pada setiap proyek pengelolaan sumber daya alam, dimana pengelola yang mendapat kekuasaan secara legal selalu menempati posisi sebagai pemangku kepentingan utama Sembiring et al. 2010; Li et al. 2012. Posisi kuadran III contex setter ditempati oleh Bappeda, Lembaga Adat tingkat desa dan BMKG. Pemangku kepentingan ini dapat mempengaruhi pengembangan sistem peringatan dini berbasis masyarakat karena memiliki pengaruh yang tinggi. Bappeda berperan dalam berwenang merancang perencanaan dan pengembangan program pembangunan. Mantir Adat memiliki pengaruh karena seringkali menjadi acuan dalam menetapkan informasi yang dapat dipercaya. Adapun BMKG memiliki data yang dijadikan acuan pemerintah daerah dalam penentuan status siaga bencana yang berhubungan dengan iklim dan cuaca. Posisi pada kuadran IV crowd merupakan kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan da lahan di Kapuas. Terdapat empat pemangku kepentingan yang berada pada kuadran ini, Pemerintah Kecamatan, LSM AMAN dan Kepolisian Resor. Keempat pemangku kepentingan ini memberikan perhatian juga dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan, namun karena kegiatan yang dilakukan hanya bersifat temporer sehingga belum memberikan pengaruh yang signifikan. Terdapat tiga hubungan yang terjadi antarpemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan yaitu potensi konflik, saling mengisi, dan bekerjasama. Potensi konflik kepentingan terjadi antara kelompok masyarakat dengan lembaga yang bertugas dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Potensi konflik juga muncul antara Lembaga Pemerintah dengan masyarakat tingkat desa. Lembaga Pemerintah atau SKPD seringkali lambat memberikan informasi dan himbauan pada masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan. Lembaga pemerintah tidak melakukan sosialasi dengan baik sehingga banyak masyarakat tidak mengetahui banyak peraturan tentang pedoman pembukaan lahan dan pekarangan serta informasi tentang peringatan bahaya kebakaran. Potensi konflik bisa muncul antar lembaga di level Pemerintah Kabupaten dan juga dengan instansi teknis pusat. Pemerintah Kabupaten Kapuas dalam pelaksanaan tugas pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sejak tahun 2012 cenderung mengandalkan BPBD, sementara lembaga lain yang sudah berkiprah sebelumnya seperti Disbunhut dan BLH tidak diperankan secara proporsional. Demikian juga hubungan BPBD dengan instansi teknis pusat yaitu Manggala Agni, kurang berjalan baik karena belum cukup melakukan koordinasi dan komunikasi antar lembaga. Dengan keterbatasan BPBD sebagai lembaga baru dan dana yang relatif sedikit, maka bisa muncul konflik akibat lemahnya koordinasi, komunikasi dan kapasitas lembaga ini bersama lembaga lain dan masyarakat. Koordinasi dan komunikasi baru terbangun pada saat kejadian kebakaran sudah terjadi. Terjadi potensi konflik juga antara Lembaga Kerjasama Internasional KFCP dan masyarakat dimana program- programnya mengalami kegagalan dalam sosialisasi sehingga banyak mendapat penolakan dari masyarakat dan kelompok LSM lokal. Studi oleh et al. 2011 menyebutkan organisasi-organisasi yang memiliki tugas pengendalian kebakaran hutan dan lahan biasanya seringkali responsif dalam melakukan koodinasi dan komunikasi khususnya saat terjadi situasi darurat kebakaran hutan dan lahan. Komunikasi tidak dibangun secara intensif khususnya di luar kondisi darurat kebakaran. Potensi saling mengisi terjadi antara Manggala Agni Kapuas, KFCP, LSM, Disbunbut, BLH dan Kelompok Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyrakat. Lembaga-lembaga tersebut seringkali berada dalam sebuah kegiatan bersama khususnya dalam peningkatan kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Potensi kerjasama bisa terjalin pada semua pemangku kepentingan khususnya antara lembaga penyedia informasi dan penyebaran informasi dengan kelompok masyarakat dan pemerintah desa. BMKG, Manggala Agni, BLH, DPHTP dan BPBD sebagai lembaga penyedia informasi bisa saling bekerja sama untuk mengintegrasikan data peringatan dini kebakaran hutan dan lahan yang bisa dipahami dan direspon baik oleh masyaakat. Sebaliknya, pemerintah desa dan kelompok masyakat pengendali kebakaran hutan dan lahan bisa membantu pemerintah dengan memberikan data aktual di desanya masing-masing ke lembaga pemerintah. Pemerintah desa dan kelompok masyarakat dapat membantu menyebarkan informasi tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan dari pemerintah dengan cepat dan memanfaatkan saluran komunikasi yang efektif di masyarakat. Dari potensi hubungan yang bisa terjadi antar pemangku kepentingan, akan terjadi pergeseran posisi beberapa pemangku kepentingan dari Kuadran ke arah kuadran II atau menjadi aktor kunci key player dalam penguatan kelembagaan pengelolaan risiko kebakaran hutan dan lahan. Manggala Agni Daops II Kapuas, Kelompok Pengendali Keakaran Hutan dan Lahan serta DPHTP pada Kuadra I bisa bergeser menjadi aktor kunci bila pengaruh lembaga tersebut ditingkatkan. Peningkatan pengaruh pada tiga lembaga pada Kuadran I subject bisa berupa pemberian peran yang lebih besar dalam pemantauan aktivitas masyarakat yang berpotensi menyebabkan kebakaran, penyediaan informasi kondisi cuaca Manggala Agni Daops II Kapuas dan penyebarluasan informasi kondisi bahaya kebakaran sampai pada tingkat desa. Tugas-tugas tersebut didukung oleh upaya peningkatan kapasitas Sumberdaya Manusia SDM lembaga, dukungan sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai pada lembaga-lemga tersebut. Pada Kuadran III, posisi BMKG Kalteng dan Lembaga Adat bisa bergeser menjadi key player. Kedua lembaga pada Kuadran III tersebut bisa menempati aktor kunci bila kepentingannya ditingkatkan untuk menjadi bagian penting dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat di Kabupaten Kapuas. BMKG Kalteng dapat ditingkatkan perannya dalam peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemantauan kondisi cuaca langsung di lapangan dengan metode yang dapat diterima secara empirik tanpa dengan tetap mengakomodir pengetahuan masyarakat. Lembaga adat dapat dikuatkan pengaruhnya untuk mengembangkan pengetahuan lokal dalam prediksi bahaya kebakara hutan dan lahan serta penetapan sanksi bagi masyarakat yang mengabaikan pedoman pengelolaan lahan berbasis kearifan lokal. 5.3.3. Kelembagaan Manajemen Kebakaran Hutan dan Lahan di Kapuas 5.3.3.1. Kontek Legal Kelembagaan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas dapat ditelusuri melalui dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah, Pemimpin daerah BupatiSekretaris Daerah Kabupaten Kapuas, hasil diskusi dan wawancara dengan perangkat Desa, kelompok pengendali kebakaran berbasis masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Hingga saat ini terdapat peraturan perundangankebijakan yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan atau manajemen kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas. Sejak tahun 2011 mulai dibentuk Pos Simpul Komando Posko berdasarkan Keputusan Bupati Kapuas No. 237ADPUM tahun 2011 tanggal 23 Juni 2011 Tentang Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabupaten Kapuas. Keputusan bupati diatas sebagai respon atas kebijakan tentang Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di tingkat Provinsi Kalimanatan Tengah. Kelembagaan tingkat Provinsi bernama Posko Terpadu Pengendalian Kebakaran Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Gubernur Kalteng dengan isi yang serupa yang terdapat pada Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor : 660904 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Posko Terpadu Pengendalian Kebakaran Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan Dan Pekarangan Bagi Masyarakat Di Kalimantan Tengah pada pasal 7 tentang koordinasi. Pasal 7 menyatakan tentang pemangku kepentingan yang harus melaksanakan aturan tersebut yaitu BulatiWalikota, Camat dan Damang serta LurahKepala Desa. Pelaksanaan pengendalian kebakaran khususnya pembakaran terbatas dan terkendali tersebut kemudian dikoordinasikan melalui Pos Simpul Koordinasi POSKO Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan disetiap jenjang. Pada perkembangannya berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 dilakukan perubahan menjadi peraturan gubernur Kalimantan Tengah no. 15 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan gubernur Kalimantan Tengah nomor 52 tahun 200. Dalam peraturan Gubernur Kalimantan Tengah no. 15 tahun 2010 pejabat pemberi izin melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali adalah lurahkepala desa dengan luas lahan maksimal 2 dua hektar per kepala keluarga untuk ditanami tanaman varietas. Dalam pemberian izin, pejabat yang berwenang harus memperhatikan data Indeks resiko kebakaran dan atau hotspot titik panas, Indeks Peringkat Numerik Cuaca Kebakaran atau Fire Weather Index FWI dan atau Peringkat Numerik Potensi Kekeringan dan Asap atau Drought Code DC; dan atau jarak pandang yang berada diwilayahnya berdasarkan data dari instansi Lingkungan Hidup KabupatenKota. 5.3.3.2. Bentuk-bentuk Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Pos Simpul Komando POSKO dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 188.442282012 Tentang Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012. Pada tingkat Kabupaten Kapuas, pada tahun 2011 pembentukan POSKO berdasarkan Sejak tahun 2011 mulai dibentuk Pos Simpul Komando Posko berdasarkan Keputusan Bupati Kapuas No. 237ADPUM tahun 2011 tanggal 23 uni 2011 Tentang Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabupaten Kapuas. Setelah terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD di Kabupaten Kapuas melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas No.2 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD Kabupaten Kapuas, pembentukan POSKO mengalami perubahan menjadi Pos Simpul Komando Bencana Daerah yang tertuang dalam Keputusan Bupati Kapuas Nomor 660BPBD Tahun 2012 tanggal 28 Agustus 2012 meskipun struktur organisasinya tidak mengalami perubahan berarti. Struktur organisasi POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabupaten Kapuas dan POSKO Bencana Daerah Kabupaten Kapuas disajikan pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4. Gambar 5.3. Struktur Organisasi POSKO Pos Simpul Komando di Kabupaten Kapuas Keputusan Bupati Kapuas No. 237ADPUM tahun 2011 tanggal 23 Juni 2011 Di dalam deskripsi tugas dan wewenang struktur organisasi POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Gambar 5.3 dijelaskan bahwa koordinator sistem Deteksi Dini Early warning system mempunyai tugas : - Memantau perkembangan cuaca terakhir dan melakukan analisis terhadap datangnya dan kemungkinan lama berlangsungnya musim kemarau - Melakukan pengolahan data sistem deteksi dini kebakaran hutan lahan dan pekarangan serta memantau perkembangan sebaran titik panas hotspot melalui satelit. - Melaporkan hasil pengolahan data kepada Ketua umum, dengan tembusan masing-masing koordinator serta mendistribusikan data sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan dan hotspot ke seluruh wilayah Kapuas sebagai bahan evaluasi dan perencanaan penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan pekarangan. - Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan dini dalam rangka peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku; - Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua umum. Penanggung JawabPengarah TIM INTI Bidang Publikasi dan Dokumentasi Bidang Penegakan Hukum Bidang Penanggulangan Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Bidang Sistem Deteksi Gambar 5.4. Struktur Organisasi POSKO Pos Simpul Komando Bencana Daerah di Kabupaten Kapuas Keputusan Bupati Kapuas Nomor 660BPBD Tahun 2012 Berdasarkan Gambar 5.4, koordinator Sistem Deteksi Dini pada organisasi POSKO Bencana Daerah memiliki tugas yang relatif serupa antara lain: - Memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan BMKG Provinsi atau BMKG Pusat terkait kondisi alam dan situasi cuaca terakhir. melakukan analisis terhadap kebencanaan yang ada di daerah Kabupaten Kapuas. - Melakukan pengolahan data sistem deteksi dini terhadap bencana di daerah Kabupaten Kapuas. - Melaporkan hasil pengolahan data kepada Ketua umum, dengan tembusan masing-masing koordinator serta mendistribusikan data sistem deteksi dini terkait kebencanaan di wilayah Kapuas - Menginformasikan hasil pemantauan dan perkembangan data sistem dan hasil deteksi dini terakhir ke masyarakat luas dalam rangka peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku; - Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua umum. Kelembagaan Tingkat Desa Untuk itu, POSKO Kabupaten Kapuas menerbitkan surat edaran berupa Himbauan agar waspada melakukan pembakaran. Seperti yang tercantum pada surat dari kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kapuas No. 660176BLHVI2011 perihal Kesiapsiagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Kapuas Tahun 2011. Dari Himbauan Bupati, disampaikan ke camat, lalu camat menyebarluaskan pada kepala desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa, melalui Kepala Desa, himbauan peringatan dini kebakaran hutan dan lahan diteruskan ke Ketua RT. Ketua RT menindaklanjuti himbauan tersebut dengan melakukan sosialisasi dan pemantauan kepada warga desa. Dalam pelaksanaan pembakaran, Penanggung JawabPengarah TIM INTI Bidang Publikasi dan Dokumentasi Bidang Penegakan Hukum Bidang Penanggulangan Bencana Daerah Bidang Sistem Deteksi Dini EWS diharuskan dalam kelompok dengan tujuan agar dapat saling mengawasi proses pembakaran hingga bisa berlangsung aman. Bagan proses sosialisasi informasi peringatan bahaya kebakaran melalui pemerintahan desa dapat dilihat pada Gambar 5.5. Gambar 5.5. Kelembagaan UmumTingkat desa di Kabupaten Kapuas dalam penyebarluasan informasi peringatan kebakaran hutan dan lahan Peran yang tidak kalah penting dalam kelembagaan desa adalah BPD dan Mantir Adat. Badan Permusyawatan Desa BPD yang merupakan perwakilan warga desa memiliki peran menyuarakan aspirasi warga terkait infrastuktur desa dan menjadi jembatan komunikasi antara aparat desa dengan warga desa terkait informasi dan himbauan kondisi bahaya kebakaran. BPD juga memberi pertimbangan kebutuhan dan kondisi masyarakat menghadapi musim kemarau. Adapun Mantir adat berperan pada pasca kebakaran khususnya dalam menangani kasus sengketa terbakarnya lahan warga desa akibat kesalahan atau kelalaian warga. Mantir adat menjadi mediator dalam penetapan dan pembayaran kompensasi ganti rugi lahan yang terbakar sehingga penegakan aturan tidak sampai ke pengadilan. Kedua lembaga ini, BPD dan Mantir adat secara fungsional memberi pertimbangan dan masukan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan termasuk dalam penyebarluasan informasi kondisi bahaya kebakaran. Kelembagaan Berbasis Masyarakat dibawah bimbingan Lembaga Non Pemerintah Untuk kelembagaan pengendalian kebakaran yang dibentuk oleh lembaga non-pemerintah yang berada di Kapuas adalah Regu Pengendalian kebakaran yang didampingi pembentukannya oleh KFCP The Kalimantan Forest and Climate Partnership. KFCP merupakan lembaga kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengurangan emisi dari deforestrasi dan degradasi hutan di Kalimantan Tengah. Salah satu program KFCP adalah pengendalian kebakaran hutan dan lahan. KFCP mendampingi pembentukan RPK Regu Pengendalian Kebakaran di tujuah Desa di Kecamatan Mantangai. Lima RPK sudah dibentuk dari kegaiatanproyek CKPP Central Kalimantan Peatland Project dan dua desa lagi berada di Desa Petak Puti dan Tumbang Muroi Kecamatan Mantangai hasil dari kegiatan KFCP. Kepala Desa RT W arga RT RT W arga W arga W arga W arga W arga W arga W arga W arga Mantir Adat BPD KFCP lebih menitikberatkan pada aspek penyadartahuan dan partisipasi aktif masyarakat khususnya pada pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu KFCP juga memberi bantuan peralatan pemadaman kebakaran pada kelompok RPK dengan pengaturan yang dipantau oleh aparat Desa. Dalam RPK sudah dibuat struktur organisasi beserta wewnangnya. Seperti yang disajikan pada Gambar 5.6. Selain membentuk organisasi, RPK juga membuat strategi tingkat desa dalam bentuk komitmen tertulis tentang bagaimana masyarakat mengatur dirinya untuk bisa terlibat dalam pengedalian kebakaran hutan dan lahan antara lain: - Penanggung jawab keamanan lahan dari kebakaran adalah ketua Handil. - Pengaturan pembersihan lahan satu hari dua KK - Pemantauan dan pengawasan pembakaran lahan - Membuat sekat bakar dan tetangga yang bersebeahan dengan lahan yang dibakar juga harus ikut menjaga bersama-sama - Membuat pos pemantauan - Meletakkan papan peringatan Dalam pelaksanaan tugas RPK masih ditemukan kendala. Beberapa masalah yang ditemukan antara lain : - Masyarakat mau berpartisipasi jika kebakaran mengancam lahan miliknya - Masyarakat baru bergerak bila ada insentif materi uang - Tidak terlalu peduli dengan data dan himbauan prakiraan musim kemarau dari pemerintah. Mereka punya keputusan sendiri melalu kebiasaan adat. - Peralatan bantuan pemadaman, tidak terawat dan sebagian tidak tentu keberadaannya. - Membuat sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan warga adat atau sosial Organisasi RPK memanfaatkan sistem peringatan dini yang sudah ada yakni berasal dari BMKG. KFCP memiliki akses informasi dengan lembaga pemerintah seperti BMKG untuk mendapatkan informasi prakiraan musim dan kondisi cuaca. Dari kantor KFCP pusat, informasi kondisi kewaspadaan bahaya kebakaran diteruskan ke kantor cabang. Kantor cabang melalui Divisi Fire Management memberikan informasi kondisi kewaspadaan kebakaran tersebut pada RPK. Gambar 5.6. Struktur yang dikembangkan oleh organinasi Non Pemerintah Kasus RPK Sumber : KFCP 2012 Ketua Penasehat : 1. Kepala Desa 2. BPD 3. Mantir Adat Sekretaris Wakil Ketua Bendahara Seksi Perlengkapan, Transportasi dan Peralatan Kebakaran. Koordinator : Anggota : Seksi Logistik Kebakaran. Koordinator : Anggota : Seksi Penggalangan dana Koordinator : Anggota : Seksi Komunikasi Kebakaran. Koordinator : Anggota : Selain kelembagaan kelompok pengendali kebakara hutan dan lahan yang diinisasi oleh KFCP beberapa kelembagaan lain yang ada di Kabupaten Kapuas antara lain : a KMPK Binaan BLH Kapuas. Pembentukan KMPK Kelompok Masyarakat Peduli Kebakaran. Program ini merupakan program dari BLH provinsi yang dimulai dari tahun 2009. Di kabupaten Kapuas dibentuk 23 KMPK dimana setiap KMPK memiliki anggota sekitar 9-10 orang. Tidak semua desa di kabupaten Kapuas menerima bantuan untuk membentuk KMPK. Kriteria desa yang memiliki KMPK adalah desa-desa yang sering mengalami kebakaran atau hotspot setiap tahun. Setelah tahun 2009 KMPK tidak aktif karena program dari BLH Provinsi Kalteng tidak dilanjutkan sementara BLH Kabupaten Kapuas tidak memiliki program pembinaan. b Masyarakat Peduli Api MPA. MPA merupakan kelompok swadaya masyarakat dibawah pembinaan Manggala Agni Kementerian Kehutanan yang mendapatkan pelatihan dan peralatan untuk memantau dan memadamkan api yang terjadi di desanya. Pembentukan MPA berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 12Menhut-Ii2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Saat ini di kabupaten Kapuas baru terdapat 4 kelompok MPA di dua kecamatan yaitu di Kecamatan Basarang dan Mantangai dimana tiap kelompok terdiri dari 25 orang. Desa yang memiliki MPA adalah desa yang setiap tahun terjadi kebakaran. c Bantuan Pemadam Kebakaran BPK. BPK awalnya dibentuk dengan bantuan pemerintah kabupaten Kapuas untuk membantu mengatasi kebakaran pemukiman di Kota Kuala Kapuas. BPK terbentuk minimal satu kelompok di setiap kecamatan. Awalnya BPK dibentuk atas inisiatif warga karena persamaan kepentingan untuk menyelamatkan pemukiman dari bahaya kebakaran. Kebakaran pemukiman sudah sangat sering terjadi dan di kota Kuala Kapuas. Dsamping bantuan peralatan, BPK juga mendapat pelatihan pemadaman dari Pemkab Kapuas. Saat ini ada sekitar 12 BPK Di Kapuas. Saat ini BPK juga berperan aktif dalam membantu penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas. 5.3.4. Faktor pendukung dan tantangan Sumberdaya pengembangan sistem peringatan dini Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat digali dari hasil diskusi kelompok secara terpisah antara kelompok masyarakat dan kelompok pemerintah. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan yang berasal dari dua kelompok ini akan terbagi dalam aspek kebijakan, kelembagaan, pengetahuan lokal, sarana dan prasarana dan sumberdaya manusia. Faktor-faktor tersebut akan menjadi masukan bagi model kelembagaan pengelolaan risiko kebakararan hutan dan lahan melalui pengembangan sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan ini disajikan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6. Berdasarkan uraian pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6, terdapat kebutuhan yang sama dalam meningkatkan efektivitas implementasi sistem peringatan dini antara pihak pemerintah dan masyarakat. Kebutuhan yang sama tersebut dapat diintegrasikan menjadi sebuah kebijakan, kelembagaan dan program yang bisa saling melengkapi kebutuhan masing-masing. Tabel 5.5. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas Aspek Pendukung Tantangan Kebutuhan Kebijakan Ada peraturan desa dan adat dalam pembukaan lahan dengan memakai prediksi pengetahuan lokal Adanya aturan yang memberdayakan potensi lokaladat dalam hal penyebaran informasi Pergub 52 2008 Tidak semua warga desa mematuhi aturan adat Mantir adat hanya berperan dalam penyelesaian konflik dan kurang berperan dalam pengembangan pengetahuan lokal untuk peringatan bahaya kebakaran Diperlukan peraturan formal yang berkekuatan hukum pada tingkat desa perdes Perluasan dan pemberdayaan mantir adat dan tokoh masyarakat dalam menghidupkan kembali pengetahuan lokal dalam peringatan dini kebakaran Kelembagaan Adanya kelompok pengendali kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat Kuantitas dan sebaran kelompok tidak merata Diperlukan pelibatan kelompok tingkat masyarakat dalam POSKO tingkat desa Pengetahuan Lokal Adanya beragam pengetahuan lokal dalam memprediksi bahaya kebakaran yang dipercaya oleh masyarakat Belum diakomodir dalam kebijakan penentuan peringatan dini kebakaran Diakomodasinya kearifan lokal dalam peraturan daerah dalam peraturan tingkat daerah untuk melengkapi sistem meperingatan dini Sarana dan Prasarana Terdapat sarana peringatan dini secara swadaya Radio Komunikasi, Kendaraan, dll Jumlah sarana dan prasarana sangat minim dan sebarannya tidak merata Peningkatan sarana dan prasarana dalam rangka memperkuat implementasi sistem peringatan dini sampai pada tingkat lokal desa Sumberdaya Manusia Terdapat kelompok masyarakat yang sudah berdaya dalam pencegahan dan peringatan dini kebakaran Jumlah, kontinuitas kegiatan dan peningkatan kapasiatas masih minim Peningkatan pembinaan dan pendampingan untuk mengembangkan pengetahuan lokal untuk bisa digunakan dalam sistem peringatan dini berbasis masyarakat Tabel 5.6. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan yang dibutuhkan instansi pemerintah dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas Aspek Pendukung Tantangan Kebutuhan Kebijakan Ada peraturan Pergub 52 2008 yang menjadi acuan dalam implementasi sistem peringatan dini Adanya aturan pembentukan BPBD Adanya aturan pembentukan POSKO Tidak semua isi aturan dipahami dan diimplemtasikan oleh pelaksana aturan addressat Diperlukan revisi aturan melalui proses yang partisipatif dan disosialisasikan secara luas dan cukup waktunya. Kelembagaan Adanya BPBD selaku koordinator yang menjadi komando dalam pengembangan sistem peringatan dini Adanya POSKO yang dapat mendistribusikan pesan dan tugas secara lebih efektif Struktur, perangkat dan sistem kerja BPBD sedang berbenah karena masih baru POSKO belum terbentuk sampai pada desa yang rawan kebakaran Peningkatan kapasitas organisasi, perangkat kerja dan sumberdaya BPBD Pembentukan POSKO sampai tingkat desa dengan melibatkan kelompok pengendali kebakakaran yang sudah ada di masyarakat. Peningkatan dukungan dana dan peralatan Informasi Peringatan Dini Tersedianya informasi peringatan dini kebakaran cuaca dan hospot yang bisa dengan mudah diakses langsung di internet. Tersedianya informasi dari lembaga penyedia data yang semakin terbarukan Jaringan komunikasi internet belum merata menjangkau tingkat desa Sumberdaya manusia yang bisa memahami informasi peringatan dini dan teknis mengakses dan menafsirkan informasi masih sangat terbatas Diakomodasinya kearifan lokal dalam peraturan tingkat daerah untuk melengkapi sistem peringatan dini yang sudah ada. Sarana dan Prasarana Peralatan pemantauan cuaca dan peringata bahaya kebakaran tersedia Manggala Agni Radio Komunikasi bisa dipantau sampai lintas provinsi Penyebaran informasi sampai tingkat desa terkendala jaringan telekomunikasi yang tidak merata Tidak semua instansi teknis memiliki radio komunikasi Perbaikan jaringan telekomunikasi sehingga masyarakat dengan mudah dan cepat melaporkan serta menerima peringatan dini kebakaran Sumberdaya Manusia Terdapat instansi penyedia data dan informasi peringatan dini kebakaran dengan SDM yang memadai Jumlah dan sebaran SDM pada instasni teknis terkait peringatan dini tidak memadai dan posisnya selalu berubah karena berganti posisi atau mutasi ke instansi lain Peningkatan jumlah SDM yang memiliki kompetensi memadai dalam mengumpulkan dan menganalisa data peringatan dini kebakaran melalui pelatihan dan pendampingan. Konsistensi fungsi personelstaf untuk secara berkelanjutan berada pada posisi terkait dengan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan Analisis kebijakan yang sudah ada terkait dengan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan belum mempertimbangkan pengetahuan lokal menjadi indikator penetapan bahaya. Di samping itu, kebijakan yang ada juga belum mengoptimalkan peran kelompok pengendali kebakaran yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat pada tingkat desa seperti, RPK, MPA, BPK dan KMPK serta kelompok adat yang di lapangan sangat nyata perannya. Untuk itu dalam melengkapi kebijakan diperlukan aturan untuk memadukan sistem peringatan dini yang dibuat pemerintah dengan peringatan dini yang dipraktekkan masyarakat. Berdasarkan analisis pemangku kepentingan dan kebutuhan kelembagaan, terdapat aktor kunci yang berasal dari pihak pemerintah dan masyarakat. Pihak pemerintah dengan BPBD sebagai koordinatornya, perlu melibatkan kelembagaan lokal atau lembaga berbasis komunitas dalam pengendalian kebakaran sehingga kelembagaan POSKO penanggulangan kebakaran hutan dan lahan bisa menjangkau pada tingkat desa. Eksistensi dan partisipasi kelembagaan kebakaran hutan dan lahan tingkat komunitas juga akan terus berlangsung bila mendapat dukungan legalitas, sarana dan prasarana dari pemerintahan desa, bukan sekedar pada kegiatan proyek.

6.4. Simpulan

Peraturan yang ada sudah mencakup aspek penyediaan informasi, sistem distribusi dan pihak yang bertanggungjawab dalam distribusi peringatan dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan,. Ditemukan kesenjangan dalam implementasi aturan dan belum mengakomodir banyak hal yang menjadi potensi pengembangan di masyarakat, namun peraturan yang ada mampu menyediakan pedoman bagi masyarakat dalam mencegah meluasnya kebakaran hutan, lahan dan pekarangankhususnya di wilayah Kabupaten Kapuas. BPBD, Disbunhut, BLH dan Pemerintah Desa merupakan aktor kunci dimana merupakan pihak yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi terhadap pelaksanaan program pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat dapat diintegrasikan dengan melihat cakupan peran wewenang dan kapasitas masing-masing. Integrasi kelembagaan formal tingkat Kabupaten dengan kelembagaan yang berasal dari masyarakat terbentuk partisipasi yang tinggi dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan sampai pada tingkat lokal Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan untuk sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan pada tingkat masyarakat adalah kebijakan, kelembagaan, pengetahuan lokal, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia. Adapun faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan pada lembaga pemerintah adalah kebijakan, kelembagaan, informasi peringatan dini, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia 6 MODEL KELEMBAGAAN PENGELOLAAN RISIKO KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN MELALUI PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BERBASIS MASYARAKAT 6.1. Pendahuluan Hasil berbagai penelitian pengendalian kebakaran hutan dan lahan masih banyak mengacu pada apikasi teknologi canggih dan terpusat sehingga sulit menyerap partisipasi pihak yang ada di lapangan. Di sisi lain masyarakat belum mendapatkan dukungan secara penuh dari pemerintah maupun swasta untuk mengorganisir diri membentuk sistem peringatan dini sesuai kapasitas mereka. Padahal Pengembangan SPDKHL Berbasis Masyarakat dapat membantu pemerintah memenuhi target penurunan kejadian kebakaran hutan yang berimplikasi juga pada penurunan emisi gas rumah kaca yang ditargetkan sebesar 26 dari BAU. Kejadian kebakaran beberapa tahun terakhir ini terjadi di luar kawasan hutan. Lahan-lahan tidur yang luas dan lahan milik lain yang tidak terawat menjadi sumber api yang rentan terbakar. Api bisa berawal dari perladangan liar dan peremajaan rumput dan akhirnya bermuara di lahan yang tidak terkelola. Pada saat terjadi kebakaran, masyarakat merasa tidak memiliki beban untuk ikut memadamkan dan mereka hanya ikut menjaga lahannya sendiri khususnya yang berpotensi ekonomi tinggi. Akbar 2008 menemukan hubungan kebakaran dengan aspek kelembagaan dimana kelembagaan pengendalian kebakaran hutan berbasis masyarakat telah cukup berperan dalam menekan penyebaran kebakaran hutan dan lahan. Masalah yang timbul dari pembentukan regu pemadaman api belum terintegrasi dengan lembaga formal desa sehingga aktivitas pengendalian kebakaran tidak berkesinambungan. Hasil penelitian Sunanto, et al. 2006 yang memotret kondisi kebakaran hutan di Rasau Jaya Kalimantan Barat mendapatkan gambaran bahwa pelibatan masyarakat yang dilakukan pemerintah melalui pembentukan Kelompok Peduli Api hingga saat ini belum efektif karena masih bersifat formalitas. Lebih lanjut Sunanto et.al. 2006 menyatakan bahwa masih sering terjadinya kebakaran lahan bukan dikarenakan kurangnya peran serta masyarakat dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan namun lebih karena adanya perbedaan sudut pandang antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat memandang bahwa kebakaran yang saat ini terjadi adalah kebakaran pada lahan pertanian yang dibiarkan kosong sehingga tidak perlu dipadamkan karena tidak adanya aset ekonomi yang perlu diselamatkan, selain itu lahan pertanian yang dibiarkan kosong juga merupakan tempat bersarangnya hama pertanian yang sangat merugikan masyarakat. Bagi pemerintah semua kebakaran perlu diupayakan untuk dipadamkan sehingga kebakaran di lahan pertanian yang dibiarkan kosong pun haruslah menjadi fokus penanganan. Diperlukan pemahaman dan langkah yang tepat dalam membangun sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan agar dapat melibatkan berbagai pihak dan mencapai target yang dirancang. Berbagai faktor perlu dianalisa secara tepat dimulai dari karakteristik kebakaran, faktor penyebab kebakaran, pemangku