Metode Model Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

yang terkait dengan kegiatan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan serta pengendalian kebakaran hutan di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kapuas. Data sekunder berupa naskah peraturan perundang-undangan serta laporan kegiatan yang terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan tingkat Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kapuas dari instansi pemerintah dan organisasi non-pemerintah. Penelusuran dokumen peraturan perundang-undangan juga dilakukan melalui internet. Pengumpulan data primer melalui wawancara terstruktur, wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah Focus Group DiscussionFGD. Wawancara terstruktur dilakukan pada staf instansi pemerintah untuk menggali informasi dasar terkait tugas dan fungsi lembaga, program pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang sedang berjalan, fasilitas yang dimiliki lembaga dan koordinasi dengan pihak lain. Pemilihan narasumber dari stakeholder dalam penelitian ini ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu melalui 1 snowbolling sampling dan 2 key person. Peneliti juga akan memulai penelitian dan pengumpulan informasi, dengan menemukan terlebih dahulu gatekeeper yaitu orang yang pertama kali menerimanya di lokasi penelitian yang dapat memberi petunjuk tentang stakeholder mana dan siapa yang dapat diwawancarai atau diobservasi dalam rangka memperoleh data penelitian Bungin 2010. Masing- masing stakeholder diajukan pertanyaan melalui wawancara mendalam terkait tugas dan tanggung jawab, program yang terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan, siapa yang bertanggung jawab, hubungan dengan stakeholder lainnya dan sumberdaya yang dimiliki stakeholder. Jumlah responden stakeholder 15 orang dimana setiap lembaga dipilih seorang yang menjadi key person. Pada pihak kelompok masyarakat dan pemerintah desa di lokasi kebakaran dilakukan wawancara mendalam terkait penyebab kebakaran, aktivitas antisipasi dan pencegahan kebakaran, sumber informasi, mekanisme penyebaran informasi serta respon masyarakat terkait peringatan kebakaran. Diskusi Kelompok Terarah Focus Group Discussion dengan berbagai stakeholder kunci di tingkat masyarakat dan tingkat lembaga secara terpisah untuk mengetahui pengetahuan mereka terkait kebakaran hutan dan lahan dan sistem peringatan dini yang ada dan harapan di masa mendatang. Diskusi Kelompok Terarah dilakukan untuk memperoleh informasi yang spesifik, dengan peserta diskusi yang spesifik juga. Peserta FGD terbatas antara 6-12 orang agar efektif. Kriyantono, 2009. Dalam penelitian FGD ditingkat masyarakat diikuti oleh 10 orang peserta yang berasal dari Kecamatan Basarang, Kecamatan Kapuas Murung, Kecamatan Kapuas Barat, Kecamatan Kapuas Timur dan Kecamatan Dadahup masinng dua orang. Adapun peserta FGD dari instansi pemerintah terdiri dari 6 peserta berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Provinsi Kalimantan Tengah, BPBD Kabupaten Kapuas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Disbunhut Kapuas, Badan Meteorologi 5.2.3. Metode Penelitian Hasil pengumpulan data sekunder dan primer kemudian dianalisa sebagai berikut : - Analisa naskah peraturan perundang-Undangan ROCCIPI = Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, Ideology Metode pendekatan ROCCIPI diuraikan oleh Seidman et.al. 2001 mendasarkan pemikirannya pada tesis permasalahan danatau perilaku bermasalah yang muncul, khususnya yang berkaitan dengan suatu peraturan perundang- undangan. - Analisa gap antara norma dan fakta di lapangan. Analisa ini menggali adanya kesenjangan antara aturan yang ada terkait sistem peringatan dini dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan fakta di lapangan. Fakta di lapangan menyangkut aspek isi pesan, pemahaman aturan oleh masyarakat oleh masyarakat dan respon masyarakat terhadap pesan dalam sistem peringatan dini. - Analisa pemangku kepentingan stakeholder untuk menentukan stakeholder atau aktor kunci yang berperan dalam implementasi kebijakan dan kelembagaan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Stakeholder adalah individu, kelompok atau lembaga yang pendapat atau idenya bisa mempengaruhi hasil dari sebuah proyek atau program RTI, 2002. Langkah penentuan narasumber stakeholder dan analisanya adalah sebagai berikut : - Masing-masing stakeholders diuraikan peran dan fungsi lembaganya terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Masing-masing stakeholder diidentifikasi jenis kepentingan interest, dan pengaruh influence, dan tingkat kepentingan keterlibatan importance dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas. Kepentingan interest dalam hal ini adalah berupa tingkat utilitas yang diharapkan oleh parapihak. Pengaruh influence adalah merujuk pada kekuatan stakeholders tertentu, sedangkan kepentingan keterlibatan importance adalah merujuk pada prioritas tingkat kebutuhan dan interest masing-masing stakeholders Grimble dan Wellard 1997. - Dari hasil wawancara menjadi acuan untuk melakukan klasifikasi dan pemberiaan nilai tingkat kepentingan dan pengaruh RTI 2002 dan pemetaan pemangku kepentingan Reed et al 2009. Dengan mengkombinasikan pengaruh dan kepentingan dari setiap stakeholder dalam sebuah matriks, maka stakeholder bisa diidentifikasi. Dalam matriks berukuran 2 x 2 Gambar 5.1, setiap stakeholder dipetakan berdasar dua kriteria, yaitu pengaruh dan kepentingan. Pemetaan ini mengindikasikan potensial hubungan yang mungkin dibangun. Kata kunci yang digunakan dalam menggambarkan hubungan tersebut adalah berkonflik, saling mengisi, dan bekerjasama Reed et al. 2009. I Subject II Key player IV Crowd III.Context setter low high Influence Gambar 5.1. Pemetaan Stakeholder Berdasarkan Pengaruh dan Kepentingan Reed et al. 2009

5.3. Hasil dan Pembahasan

5.3.1. Analisis Naskah Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan terbaru terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dikeluarkan belum lama ini yaitu Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan. Aturan ini memuat instruksi pada seluruh stakeholder yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan untuk berkoordinasi dan melakukan langkah-langkah yang tepat sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Selain itu pada Permenhut No. 12 2009 pada pasal 6 b juga terdapat pasal yang menjelaskan tentang kegiatan terkait langsung dengan pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan. Pasal 6 b Permenhut No. 12 2009 menyebutkan bahwa pengembangan sistem informasi kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi pemantauan, diseminasi dan pengecekan hotspot, SPBK dan patroli pencegahan. Implementasi sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kabupaten selain mencakup peraturan per-Undang-undangan terkait Pengendalilan Kebakaran Hutan dan Lahan juga mengacu pada aturan per- Undang-undangan berhubungan dengan penanggulangan bencana baik pada level nasional, provnsi maupun kabupaten. Pada level Nasional peraturan terkait penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan tertuang dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Kedua peraturan tersebut selalu diacu oleh beberapa naskah yang menjadi acuan terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas pada tingkat Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kapuas. Adapun kebijakan terkait penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tingkat Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kapuas ditampilkan pada Tabel 5.1. high Importance low Tabel 5.1. Naskah Kebijakan terkait Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan tingkat Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kapuas No. Jenis Tahun Nama Peraturan 1. Peraturan Daerah 2003 - Perda Prop. Kalteng No. 5 Th. 2003 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan atau Lahan 2. Peraturan Gubernur 2005 - Pergub Kalteng No. 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalteng 3. Peraturan Gubernur 2008 - Pergub Kalteng No. 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi Masyarakat di Kalteng 4. Peraturan Gubernur 2010 - Pergub Kalteng No. 15 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Pergub Kalteng No. 52 Tahun 2008 Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi Masyarakat di Kalteng 5. Keputusan Gubernur 2012 - Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 188.442282012 Tentang Pos Simpul Komando POSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012 6. Peraturan Bupati 2007 - Peraturan Bupati Kapuas No. 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana Satlak PB Kabupaten Kapuas dan Prosedur Tetap Penanganan Bencana di Kabupaten Kapuas 7. Peraturan Bupati 2007 - Peraturan Bupati Kapuas No. 557 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Satuan Pelaksana Penanganan Bencana Satlak PB Kabupaten Kapuas 8. Keputusan Bupati 2011 - Keputusan Bupati Kapuas N0. 237ADPUM tahun 2011 tentang Pos Simpul KomandoPOSKO Terpadu Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabuapten Kapuas Tahun 2011 9. Instruksi Sekretaris Daerah Kapuas 2011 - Instruksi Sekeretaris Daerah Kabupaten Kapuas No. 80039ADPUM Tahun 2011 tentang Penetapan Tugas Piket POSKO Induk Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Pekarangan Kabuapten Kapuas Tahun 2011 10. Peraturan Daerah 2012 - Perda Kabupaten Kapuas No.2 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD Kabupaten Kapuas Dalam Peraturan-peraturan pada Tabel 5.1. diatas terdapat peraturan diacu pada tingkat lebih atas yang berhubungan dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yaitu Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2011 tentang Peningkatan pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme