Metode Penelitian Metode 1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Gambar 6.1. Spiral Riset Aksi diadaptasi dari Kemmis and McTaggart 1988 Siklus Riset Aksi seperti pada Gambar 6.1. dijelaskan oleh Kemmis and McTaggart 1988 terdiri atas Refleksi, Perencanaan, Aksi, dan Monitoring, dan selanjutnya ke siklus berikutnya untuk melakukan Refleksi. Pengertian dari setiap langkah di dalam satu siklus Riset Aksi adalah: - Refleksi adalah upaya untuk memahami masalah dan mengkritisi apa yang sudah terjadi. Meningkatnya pemahaman yang muncul akibat proses refleksi kritis kemudian digunakan untuk merancang langkah selanjutnya Dick, 1997. - Rencana merupakan kegiatan untuk merespon masalah yang dihadapi berupa langkah-langkah yang akan dilakukan - Melakukan aksi atau tindakan merupakan pelaksanaan dari rencana yang dilakukan, dan di dalamnya juga termasuk hasil dari tindakan - Melakukan monitoring merupakan upaya untuk menilai dampak dari kegiatan atau Aksi yang telah dilakukan dan melihat sejauh mana perubahan telah terjadi. Apabila ada perbaikan, maka perlu dikaji apakah data yang dimiliki bisa menjadi bukti terjadinya perubahan? Apabila tidak terjadi perubahan, maka perbaikan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik ? Ferrance, 2000. Rumusan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan merupakan hasil refleksi masyarakat dan stakeholder kunci yang menjawab mencakup beberapa aspek dalam terminologi Sistem peringatan dini berbasis masyarakat yang ditetapkan oleh UNISDR 2009 dimana terdiri dari empat elemen kunci yaitu : - Pengetahuan tentang risiko - Pemantauan, analisis dan peramalam ancaman bahaya - Komunikasi atau penyebaran pesan siaga dan peringatan - Kemampuan masyarakat dalam merespon peringatan yang diterima Refleksi tentang pengetahuan tentang risiko akan menjawab pertanyaan tentang pengetahuan lokal masyarakat akan datangnya musim kemarau panjang. Aspek dalam elemen pemantauan, analisis dan pesan siaga dan peringatan mencakup refleksi masyarakat akan Areal rawan kebakaran menurut masyarakat lokal dan pengetahuan lokal masyarakat akan ancaman kebakaran hutan dan lahan disekitar mereka. Komunikasi atau penyebaran pesan siaga dan peringatan akan mencakup aspek kelembagaan peringatan dini kebakaran dimana akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sumber informasi peringatan dini kebakaran hutan dan lahan, pihak yang dijadikan sumber dan rujukan utama dalam ketika menerima informasi peringatan dini, pihak yang diharapkan membantu sosialisasi peringatan dini kebakaran hutan dan lahan dan mekanisme penyebarluasan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Adapun kemampuan masyarakat dalam merespon peringatan yang diterima berkaitan dengan pemahaman akan pesan dan dukungan yang diharapkan oleh masyarakat untuk implementasi sistem peringatan dini di masyarakat Analisis mekanisme distribusi informasi ini dilakukan secara kualitatif dari data yang diambil melalui wawancara mendalam dan FGD serta penelusuran dokumen. Sumber atau responden berasal dari key person dari tingkat provinsi BKSDA hingga masyarakat di Kabupaten Kapuas. Data yang diambil berdasarkan pertanyaan terkait jenis data peringatan dini, ketersediaan data, saluran penyebarluasan data, informasi peringatan yang menjadi rujukan, pemahaman tentang isi pesaninformasi ke tingkat masyarakat dan respon masyarakat terhadap informasi tersebut. Berdasarkan refleksi sistem peringatan dini dan analisis mekanisme distribusi informasi dari penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kemudian disusun model kelembagaan risiko pengelolaan kebakaran hutan. Model kelembagaan mencakup struktur, mekanisme kerja, aktivitas utama dan pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.

6.3. Hasil dan Pembahasan

6.3.1. Pengetahuan tentang risiko Refleksi tentang pengetahuan tentang risiko akan menjawab pertanyaan tentang pengetahuan lokal masyarakat akan datangnya musim kemarau panjang khususnya di wilayah Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Refleksi Pengetahuan lokal merupakan bagian dari prinsip sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Menurut De Leon 2009, peramalan lokal yang melibatkan langsung partisipasi masyarakat merupakan alternatif yang tepat dalam mengimplementasikan sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Sebagaimana diketahui umum, Kalimantan selain sebagai pulau yang kaya akan sumberdaya alam juga kaya dengan kearifan lokal. Menurut Wahyu 2007 kearifan lokal, dapat ditafsirkan sebagai suatu pengetahuan lokal, yang unik yang berasal dari budaya atau masyarakat setempat, yang dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan pada tingkat lokal dalam bidang pertanian, kesehatan, penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan beragam kegiatan lainnya di dalam komunitas-komunitas. Pengetahuan lokal yang berasal dari suku-suku asli yang berdiam di Pulau Kalimantan khususnya di Kabupaten Kapuas sampai saat ini terus dipertahankan. Pengetahuan lokal atau local knowledge dalam mengelola sumberdaya alam dan berinteraksi dengan alam dilakukan secara arif dan ramah lingkungan. Salah satu bentuk kearifan lokal suku-suku di Kabupaten Kapuas adalah bagaimana mereka memprediksi datangnya musim kemarau. Musim kemarau sangat ditunggu kehadirannya bagi suku asli khususnya para peladang karena akan menentukan kapan mereka bisa membuka lahan untuk kegiatan pertanian. Bagi masyarakat tradisional, model pertanian yang dipraktekkan adalah sistem perladangan yang mengandalkan curah hujan untuk kebutuhan air bagi tanaman. Jenis tanaman perladangan yang ditanam umumnya adalah padi ladang atau padi tadah hujan. Padi ini merupakan padi jenis lokal yang bisa dipanen secepatnya enam bulan dan selambatnya sembilan bulan dalam setiap musim tanam. Dalam perladangan, prediksi yang tepat akan datangnya musim kemarau akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman pertanian. Bila petani ladang terlambat mengetahui musim kemarau, maka ladang yang dibuka dengan sistem tebas bakar slash and burning akan mengalami kegagalan. Seperti yang diungkapkan dari hasil wawancara dengan warga dari berbagai desa di Kabupaten Kapuas Masyakat bermatapencaharian petani di Kabupaten Kapuas tidak bisa menanam padi sepanjang tahun bila mereka terlambat membakar lahan. Pembakaran lahan pada masa musim kemarau sudah lewat, akan berdampak pada pertumbuhan tanaman padi yang tidak bagus dan nantiya yang akan tumbuh justru rumput. Padi mereka akan kalah bersaing pertumbuhannya dengan rumput. Lahan yang akan ditanami padi ladang haruslah bersih dan ini membutuhkan kondisi musim kemarau yang tepat. Hasil pembakaran yang dilakukan di musim kemarau akan menghasilkan pembakaran sempurna. Pembakaran yang sempurna tidak menyisakan tumbuhan bawah yang tumbuh di ladang sehingga ladang dengan mudah ditaburi benih. Benih yang tumbuh di lahan yang bersih dari tumbuhan lain akan tumbuh dengan kualitas terbaik. Disamping itu, abu hasil pembakaran limbah penebasan dan penebangan, akan menambah hara tanah sehingga kesuburannya meningkat. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, terdapat beberapa kearifan lokal lain di Kabupaten Kapuas tentang bagaimana masyarakat memprediksi datangnya musim kemarau adalah sebagai berikut : a. Beje Kolam Perangkap Ikan sudah surut Di beberapa lokasi di Kabupaten, warga lokal memiliki cara menangkap ikan secara tradisional yang dinamakan Beje. Beje adalah sebuah kolam yang airnya berasal dari sungai. Ukuran Beje bervariasi dari seluas 10 m 2 hingga 1000 m 2 atau lebih. Pada saat musim hujan, air sungai meluap dan memenuhi lubang atau kolam Beje. Ikan-ikan dari sungai pun turut masuk ke Beje bersama aliran air. Ketika air sungai surut membuat sungai tidak dapat memasok air ke Beje. Beje pun ikut surut sehingga ikan terperangkap di Beje tidak bisa kembali ke Sungai. Dengan mudah para pemilik Beje menangkapi ikan yang terjebak. Pada musim orang menangkap atau memanen ikan dari Beje itulah saat kemarau tiba. Beje selain digunakan untuk penanda datangnya musim kemarau, ia juga berfungsi sebagai mengontrol tinggi muka air sehingga kelembaban lahan khususnya di lahan gambut dapat dipertahankan. Beje dan bekas parit yang banyak ditemukan di areal Eks PLG sangat berpotensi untuk didayagunakan menjadi sekat baka dengan melakukan penabatan air untuk menghambat air masuk ke sungai Nugroho dan Catur 2003 b. Ikan banyak turun ke muara sungai. Secara alamiah pada musim hujan air di hulu dan hilir sungai tersedia melimpah., sebaliknya ketika hujan mulai berkurang aliran sungai di hulu sungai