Penentuan Sejarah dan Penyebab Kebakaran di lapangan

orang setiap desa. Responden dipilih secara purposive yang merupakan key person atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan tentang sejarah, penyebab dan kearifan lokal tentang kebakaran hutan dan lahan di desa terpilih. Total responden dalam wawancara mendalam sebanyak 20 orang.

3.3. Hasil dan Pembahasan

3.3.1. Karakteristik hotspot yang berhubungan dengan kebakaran hutan dan lahan Pemantauan dan deteksi kebakaran hutan dan lahan yang ada sekarang mengandalkan data hotspot. Karakteristik hotspot yang memiliki hubungan kuat adanya kebakaran perlu ditentukan karena tidak semua titik panas merupakan indikasi lokasi kebakaran. Karakterisitik hotspot yang mengindikasikan secara kuat lokasi kebakaran hutan dan lahan bisa ditentukan melalui pemisahan nilai confidence yang terdapat pada atribut tabel data hotspot satelit TerraAqua MODIS. Titik panas dengan nilai confidence 50, confidence 70 dan confidence 90 dibandingkan dengan lokasi kebakaran aktual di lapangan. Jumlah lokasi kebakaran di beberapa wilayah di Kapuas dan jumlah titik panas dengan ambang confidence tertentu disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perbandingan lokasi kebakaran di Lapangan dan jumlah hotspot di Kabupaten Kapuas Tahun 2012 No Kecamatan Jumlah Lokasi Kebakaran 2012 Jumlah Hotspot tahun 2012 C 50 C 70 C 90 1 Basarang 13 23 9 2 Dadahup 6 8 3 1 3 Kapuas Barat 3 24 11 4 Kapuas Murung 2 9 5 5 Kapuas Timur 1 1 6 Mantangai 2 44 25 7 7 Selat 2 2 1 Keterangan : CX hotspot dengan nilai confidence lebih besar dari X. Jumlah lokasi kebakaran berdasarkan hasil cek lapangan peneliti serta data kegiatan patroli dan pemadaman yang terjangkau oleh Manggala Agni Daerah Operasi II Kapuas Bulan Agustus – Oktober 2012 Berdasarkan data pada Tabel 3.1 terlihat bahwa hotspot yang memiliki nilai confidence lebih dari 50 C50 mewakili semua kejadian kebakaran hasil dari cek lapangan. Adapun hotspot dengan confidence lebih dari 70 dan lebih dari 90 terdapat adanya kekosongan hotspot pada lokasi kebakaran yang aktual di lapangan. Ini menunjukkan bahwa hotspot yang bisa dipergunakan untuk menunjukkan adanya hubungan kuat dengan kejadian kebakaran di Kabupaten Kapuas yaitu hotspot yang memiliki nilai confidence diatas 50. Oleh karena itu, analisa spasial yang berhubungan dengan kebakaran hutan dan lahan dengan data hotspot MODIS dengan kriteria hotspot yang memiliki nilai confidence di atas 50.. Menurut Giglio et al 2003, Confidence Level digunakan untuk menentukan kelas-kelas dari low confidence 30, nominal-confidence 30- 80 atau high-confidence 80 pada semua pixel-pixel kebakaran. Nilai confidence dari sebuah titik panas ini sangat bervariasi di berbagai tempat di dunia. Di Kabupaten Kapuas, hotspot dengan nilai confidence diatas 50 cukup menggambarkan adanya kebakaran hutan dan lahan di lapangan. Data pada Tabel 3.1 masih memiliki keterbatasan karena data cek lapangan dan patroli hanya mencakup lokasi yang terjangkau. Ada kemungkinan bahwa pada nilai confidence lebih dari 50, di wilayah kecamatan terpilih untuk cek lapangan atau patroli masih dijumpai lokasi kebakaran hutan dan lahan. Namun dari data pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa dengan memakai batas nilai confidence diatas 50, setiap lokasi kebakaran umumnya ditandai dengan adanya hotspot pada radius 10 km. 3.3.2. Sebaran Temporal Hotspot dan Curah Hujan 3.3.2.1. Curah Hujan dan Jumlah Hotspot di Kabupaten Kapuas Sebaran hotspot sebagai indikasi lokasi kebakaran secara temporal diperoleh melaui analisis curah hujan dan sebaran hotspot menurut waktu. Berdasarkan analisis curah hujan diperoleh periode kebakaran dan perkiraan aktivitas kebakaran. Berdasarkan analisis curah hujan melalui dari data lapangan dan jumlah hotspot selama 12 tahun diperoleh hubungan secara deskripstif antara curah hujan dan jumlah hotspot seperti yang ditunjukkan oleh. Selama waktu 12 tahun seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6, hotspot tertinggi ditunjukkan pada tahun 2002 berulang kemudian pada tahun 2006 dan tahun 2009. Pada kondisi dimana curah hujan menurun hotspot cenderung meningkat jumlahnya. Sebaliknya, hotspot menurun jumlahnya pada tahun-tahun dimana jumlah curah hujan meningkat seperti pada Tahun 2007, 2008 dan 2010. Langner dan Siegert 2009 juga mencatat bahwa kebakaran berulang tahun 2002, 2006 dan 2009 terjadi di areal Eks PLG. Kondisi meningkatnya hotspot di Kabupaten Kapuas tahun 2006 berdampak pada memburuknya kualitas udara di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah. Menurut studi dari Harrison et al. 2009, Pada tahun 2006 kondisi udara yang tidak sehat atau berbahaya berlangsung lebih dari 80 hari-hari selama bulan September-November.