Dari interpretasi terhadap t
hitung
atau uji keberartian hipotesis diatas, dapat ditarik kesimpulan seberapa besar kontribusi
pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan koneksi matematik.
b. Untuk sampel yang tak homogen heterogen
1. Mencari nilai t
hitung
dengan rumus:
15
2. Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:
3. Mencari t
tabel
dengan taraf signifikansi α 5
4. Kriteria pengujian hipotesis:
Jika t
hitung
≥ t
tabel
maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika t
hitung
t
tabel
maka Ho diterima dan Ha ditolak Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
Ho : Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih rendah atau sama dengan rata-rata kemampuan
koneksi matematik siswa pada kelompok kontrol. Ha : Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok kontrol.
F. Hipotesis Statistik
Perumusan hipotesis statistik adalah sebagai berikut: Ho:
µ
1
≤ µ
2
Ha: µ
1
µ
2
15
Ibid, hal: 241
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 11 Jakarta pada kelas X yang terdiri dari 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas X AP1 sebagai kelas
eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual dan kelas X AP2 sebagai kelas kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran matematika yang diajarkan pada penelitian ini adalah program
linear dengan 8 kali trearment. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
kemampuan koneksi matematik siswa, yang terdiri dari 7 butir soal berbentuk uraian yang meliputi 4 soal tergolong koneksi internal koneksi antar topik
matematika dan 3 soal tergolong koneksi eksternal koneksi antar topik matematika. Tes kemampuan koneksi matematik ini diberikan kepada kedua
kelompok sampel setelah menyelesaikan pokok bahasan mengenai program linear, dimana dalam proses pembelajarannya kedua kelompok sampel
diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu kelompok eksperimen diajarkan dengan pembelajaran kontekstual sedangkan kelompok kontrol diajarkan
dengan pembelajaran konvensional. Setelah diberikan tes, maka diperoleh hasil kemampuan koneksi
matematik dari kedua kelompok sampel tersebut, kemudian akan dilakukan pengujian persyaratan analisis uji normalitas dan homogenitas dan
pengujian hipotesis penelitian. Adapun kemampuan koneksi matematik siswa yang diperoleh dari kedua kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelompok
Eksperimen
Dari hasil tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual, diperoleh nilai
terendah adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 60. Untuk lebih jelasnya data kemampuan koneksi matematik siswa kelompok eksperimen disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematik
Kelompok Eksperimen
Berdasarkan tabel distibusi frekuensi di atas dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah 6 kelas dengan panjang tiap interval kelas
adalah 7. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 36,78, median sebesar 35,83, modus sebesar 35,65, varians sebesar
90,05, simpangan baku sebesar 9,49, koefisien kemiringan sebesar 0,12 kurva model positif atau menceng kekanan, dan ketajaman atau kurtosis
sebesar 2,69 distribusi distribusinya adalah distribusi platikurtis atau bentuk kurva mendatar.
1
1
Lampiran 11
No Nilai Frekuensi
Absolute Relatif 1 20-26
4 12,5 2 27-33
8 25
3 34-40 12 37,5
4 41-47 3 9,38
5 48-54 3 9,38
6 55-61 2 6,25
Jumlah
32
Distribusi frekuensi kemampuan koneksi matematik siswa kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram
dan poligon berikut: frekuensi
Nilai 19,5 26,5 33,5 40,5 47,5 54,5 61,5
Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematik
Kelompok Eksperimen
2. Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelompok Kontrol
Dari hasil tes yang diberikan kepada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional, diperoleh
nilai tertinggi adalah 56 sedangkan nilai terendahnya adalah 15. Untuk lebih jelasnya, data kemampuan koneksi matematik siswa disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
12
2 3
4 8
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematik
Kelompok Kontrol
Berdasarkan tabel distibusi frekuensi di atas dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah 6 kelas dengan panjang tiap interval kelas
adalah 7. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 30,37, median sebesar 28,5, modus sebesar 26,75, varians
sebesar 76,65, simpangan baku sebesar 8,75, kemiringan sebesar 0,41 kurva model positif atau menceng kekanan, dan ketajamam atau
kurtosis sebesar 3,03 distribusi distribusinya adalah distribusi leptokurtiks
atau bentuk kurva lebih runcing dari distribusi normal.
2
Distribusi frekuensi kemampuan koneksi matematik siswa kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram
dan poligon berikut:
2
Lampiran 12
No Skor Frekuensi
Absolute Relatif 1
15-21 3 10 2
22-28 12 40 3
29-35 9 30 4
36-42 2 6,7 5
43-49 3 10 6
50-56 1 3,3
Jumlah 30
100
frekuensi
Nilai 14,5 21,5 28,5 35,5 42,5 49,5 56,5
Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematik
Kelompok Kontrol
Berdasarkan uraian di atas mengenai skor kemampuan koneksi matematika siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, terlihat
adanya perbedaan. Untuk lebih memperjelas perbedaan nilai kemampuan koneksi matematik siswa antara kelompok eksperimen dalam
pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual dengan kelompok kontrol dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional,
dapat dilihat pada tabel berikut:
12
2 3
4 9
Tabel 5 Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Koneksi Matematik
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Statistik Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Banyak Sampel 32
30 Mean
36,78 30,37
Median 35,83
28,5 Modus
35,65 26,75
Varians 90,05
76,65 Simpangan Baku
9,49 8,75
Koefisien Kemiringan 0,12
0,41 KetajamanKurtosis
2,69 3.03
B. Hasil Analisis Data
Berdasarkan persyaratan analisis, sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap data hasil
penelitian. Uji persyaratan analisis yang harus dipenuhi adalah:
1. Hasil Pengujian Prasyarat
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji kai kuadrat chi square. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika
memenuhi kriteria χ
2 hitung
χ
2 tabel
diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.
a. Uji Normalitas
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas nilai kemampuan koneksi matematik siswa kelompok eksperimen, diperoleh harga
χ
2 hitung
= 4,99, sedangkan dari tabel kritis uji kai kuadrat chi square diperoleh
χ
2 tabel
untuk jumlah sampel 32 pada taraf signifikansi
α = 5 adalah 7,82, karena χ
2 hitung
kurang dari sama dengan χ
2 tabel
4,99 ≤ 7,82, maka H
o
diterima, artinya data pada kelompok eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
3
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas nilai kemampuan koneksi matematik siswa kelompok kontrol, diperoleh harga
χ
2 hitung
= 6,32, sedangkan dari tabel kritis uji kai kuadrat chi square diperoleh
χ
2 tabel
untuk jumlah sampel 30 pada taraf signifikansi
α = 5 adalah 7,82, karena χ
2 hitung
kurang dari sama dengan
χ
2 tabel
6,32 ≤ 7,82, maka H
diterima, artinya data pada kelompok eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
4
Untuk lebih jelasnya, hail perhitungan uji normalitas antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelompok n
χ
2 hitung
χ
2 tabel
α = 0,05 Kesimpulan data
Eksperimen 32 4,99 7,82 Berdistribusi normal
Kontrol 30 6,32 7,82 Berdistribusi
normal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama
homogen atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang digunakan adalah uji fisher, dengan kriteria pengujian yang digunakan adalah kedua
kelompok sampel dikatakan homogen jika F
hitung
≤ F
tabel
diukur dengan taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.
Dari hasil perhitungan, diperoleh harga F
hitung
= 1,17, sedangkan F
tabel
= 2,08 pada taraf signifikansi
α = 0,05 dengan derajat kebebasan pembilang 31 dan derajat kebebasan penyebut 29.
5
3
Lampiran 13
4
Lampiran 14
5
Lampiran 15
Untuk lebih jelasnya, hasil uji homogenitas dapat dilihat dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok N F
hitung
F
tabel
Kesimpulan data
Eksperimen 32 1,17 2,08
Kedua varians sama Kontrol 30
Karena F
hitung
≤ F
tabel
maka H diterima, artinya kedua kelompol memiliki
varians yang sama atau homogen.
2. Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
a. Pengujian hipotesis
Berdasarkan hasil uji persyaratan analisis, yaitu pengujian analisis untuk kenormalan distribusi ternyata sampel berdistribusi normal kemudian
dilakukan uji homogenitas dan hasilnya kehomogenan varians populasi ternyata terpenuhi. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian hipotesis. Pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya
menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji t, dengan kriteria
pengujian yaitu, jika t
hitung
t
tabel
maka Ho diterima dan Ha ditolak, pada taraf kepercayaan 95 dan taraf signifikansi
α = 5. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh t
hitung
sebesar 2,76 dan t
tabel
sebesar 1,67.
6
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t
hitung
≥ t
tabel
2,76 ≥ 1,67.
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji t tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
6
Lampiran 16
Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji – t t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
2,76 1,67 Tolak
Ho Dari tabel 8. di atas diperoleh perhitungan bahwa t
hitung
t
tabel
. Menurut kriteria pengujian hipotesis, H
o
diterima jika t
hitung
lebih kecil atau sama dengan t
tabel
dengan taraf signifikansi 5. Ternyata didapat t
hitung
sebesar 2,76 berarti lebih besar dari t
tabel
yaitu 1,67 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, dengan kata lain rata-rata kemampuan koneksi
matematik siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari rata-rata
kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut sketsa
kurvanya:
Berdasarkan gambar di atas, dapat terlihat bahwa nilai t
hitung
yaitu 2,76 lebih besar dari t
tabel
yaitu 1,67 artinya jelas bahwa t
hitung
jatuh pada daerah penolakan Ho daerah kritis. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemampuan koneksi matematik siswa yang menggunakan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang diberi pembelajaran
konvensional.
Gambar 5: Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
1,67 α = 0,05
b. Pembahasan
Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok
eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa
pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini dilakukan di sekolah yang tidak ada pengklasifikasian kelas perbedaan kelas antara siswa pintar dan siswa kurang pintar, maka
hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual,
sehinggga pada pertemuan pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai. Siswa yang pintar lebih senang mengerjakan sendiri dan
tidak mau bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Pada saat anggota perwakilan kelompok diminta untuk mempresentsikan hasil diskusinya, siswa
terlihat malu-malu dan sulit dalam menyampaikan hasil diskusinya. Pada pertemuan berikutnya, sedikit demi sedikit megalami perubahan
yang lebih baik, siswa sudah dapat mengerjakan LKS dengan adanya diskusi antar anggota kelompok dan lebih aktif bertanya jika mereka mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalah atau kurang memahami materi. Siswa lebih berani untuk mempresentasikan hasil diskusinya, dan siswa yang
lain mengungkapkan pendapatnya. Berbeda dengan siswa kelas eksperimen, pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran secara konvensional, seperti
yang biasa diterapkan sebelumnya, yaitu kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru, yaitu guru memberikan materi dengan metode ceramah
kemudian siswa memindahkan kebuku catatan dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada siswa, akibatnya pembelajaran menjadi kurang efektif.
Berdasarkan hasil tes kemampuan koneksi matematik dapat diketahui bahwa siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran
kontekstual memiliki rata-rata kemampuan koneksi matematik 36,78.
Sedangkan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional memiliki rata-rata kemampuan koneksi matematik 30,37.
Kemampuan koneksi matematik yang berkembang dikelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kontekstual adalah koneksi antar topik
matematika dan koneksi diluar topik matematika yang meliputi koneksi matematika dengan pelajaran lain dan koneksi matematika dalam
menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Pada siswa eksperimen yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran kontekstual, pada umumnya lebih mengutamakan proses penyelesaian dengan cara mengaitkan pengetahuan yang berbeda-beda dalam
menyelesaikan masalah siswa memahami hubungan antara representasi yang sama dalam topik matematika sehingga dapat mengkoneksikannya, dan tidak
mengutamakan hasil akhir. Misalnya ketika menentukan titik potong untuk mencari nilai optimum ada sebagian siswa yang mengerjakan secara geometri
grafik dan ada siswa yang mengerjakan secara aljabar eliminasi atau substitusi. Sedangkan siswa yang pembelajarannya menggunakan
pmbelajaran konvensional lebih cenderung mengerjakan secara grafik dan mengutamakan hasil akhir.
Hal ini dikarenakan setting pembelajaran kontekstual membuat siswa lebih aktif dan merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran, karena dalam
pembelajaran kontekstual siswa dilatih untuk berpikir dan menggunakan pengetahuan-pengetahuan matematika sebelumnya untuk menyelesaikan
masalah kontekstual yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, masalah yang diberikan merupakan masalah yang dekat dengan kehidupan
mereka dan proses pengaktifan pengetahuan mereka yang sudah ada sehingga melatih kemampuan koneksi matematik siswa.
Temuan diatas serupa dengan hasil penelitian Tia Setiawati 2007 dan yang mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil penelitian I Made Sumadi 2005 yang melaporkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Berdasarkan
temuan dan hasil penelitian diatas, maka dapat diungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan
koneksi matematik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
C. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil optimal.
Namun demikian, masih ada faktor yang sulit dikendalikan, sehingga membuat penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya:
1. Kondisi siswa yang merasa kaku pada awal proses pembelajaran dengan
pembelajaran kontekstual, karena siswa belum terbiasa. 2.
Kemampuan materi prasyarat seperti sistem persamaan dan pertidaksamaan linear, serta menyelesaikan sistem persamaan linear dua
variabel masih kurang sehinngga menghambat proses pembelajaran. 3.
Terbatasnya instrumen penelitian hanya pada hasil post test sedangkan dalam proses pembelajaran tidak diikut sertakan.
4. Kemampuan peneliti yang masih terbatas sehingga belum mampu
meninjau kemampuan koneksi matematik secara individu. 5.
Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan kelas yang baik.
6. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel
pembelajaran kontekstual dan kemampuan koneksi matematik saja. Variabel lain seperti minat, motivasi, inteligensi, dan lingkungan belajar
tidak dikontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi oleh variabel diluar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kemampuan koneksi matematik yang berkembang pada kelas eksperimen
yang diajarkan dengan pembelajaran kontekstual adalah koneksi internal koneksi antar topik matematika dan koneksi eksternal koneksi diluar
topik matematika. Pada siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kontekstual, pada umumnya lebih mengutamakan proses penyelesaian
dengan cara mengaitkan pengetahuan yang berbeda-beda dalam menyelesaikan masalah siswa memahami hubungan antara representasi
yang sama dalam topik matematika sehingga dapat mengkoneksikannya, dan tidak mengutamakan hasil akhir. Hal ini dikarenakan setting
pembelajaran kontekstual membuat siswa lebih aktif dan merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran, karena dalam pembelajaran kontekstual siswa
dilatih untuk berpikir dan menggunakan pengetahuan-pengetahuan matematika sebelumnya dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang
diberikan, sehingga siswa dapat menggunakan hubungan koneksi antara satu konsep matematika dengan konsep matematika lain atau dengan
disiplin ilmu lain atau dengan kehidupan sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik.
2. Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan
menggunakan pembelajaran kontekstual adalah 36,78 sedangkan rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan
pembelajaran konvensional adalah 30,37. Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa “rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa kelas
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa kelas kontrol” perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan
perlakuan selama proses pembelajaran. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa yang
menggunakan pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran
konvensional, sehingga pembelajaran kontekstual dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika yang dapat
diterapkan dikelas.
B. Saran