b. Pembahasan
Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok
eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa
pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini dilakukan di sekolah yang tidak ada pengklasifikasian kelas perbedaan kelas antara siswa pintar dan siswa kurang pintar, maka
hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual,
sehinggga pada pertemuan pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai. Siswa yang pintar lebih senang mengerjakan sendiri dan
tidak mau bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Pada saat anggota perwakilan kelompok diminta untuk mempresentsikan hasil diskusinya, siswa
terlihat malu-malu dan sulit dalam menyampaikan hasil diskusinya. Pada pertemuan berikutnya, sedikit demi sedikit megalami perubahan
yang lebih baik, siswa sudah dapat mengerjakan LKS dengan adanya diskusi antar anggota kelompok dan lebih aktif bertanya jika mereka mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalah atau kurang memahami materi. Siswa lebih berani untuk mempresentasikan hasil diskusinya, dan siswa yang
lain mengungkapkan pendapatnya. Berbeda dengan siswa kelas eksperimen, pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran secara konvensional, seperti
yang biasa diterapkan sebelumnya, yaitu kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru, yaitu guru memberikan materi dengan metode ceramah
kemudian siswa memindahkan kebuku catatan dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada siswa, akibatnya pembelajaran menjadi kurang efektif.
Berdasarkan hasil tes kemampuan koneksi matematik dapat diketahui bahwa siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran
kontekstual memiliki rata-rata kemampuan koneksi matematik 36,78.
Sedangkan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional memiliki rata-rata kemampuan koneksi matematik 30,37.
Kemampuan koneksi matematik yang berkembang dikelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kontekstual adalah koneksi antar topik
matematika dan koneksi diluar topik matematika yang meliputi koneksi matematika dengan pelajaran lain dan koneksi matematika dalam
menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Pada siswa eksperimen yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran kontekstual, pada umumnya lebih mengutamakan proses penyelesaian dengan cara mengaitkan pengetahuan yang berbeda-beda dalam
menyelesaikan masalah siswa memahami hubungan antara representasi yang sama dalam topik matematika sehingga dapat mengkoneksikannya, dan tidak
mengutamakan hasil akhir. Misalnya ketika menentukan titik potong untuk mencari nilai optimum ada sebagian siswa yang mengerjakan secara geometri
grafik dan ada siswa yang mengerjakan secara aljabar eliminasi atau substitusi. Sedangkan siswa yang pembelajarannya menggunakan
pmbelajaran konvensional lebih cenderung mengerjakan secara grafik dan mengutamakan hasil akhir.
Hal ini dikarenakan setting pembelajaran kontekstual membuat siswa lebih aktif dan merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran, karena dalam
pembelajaran kontekstual siswa dilatih untuk berpikir dan menggunakan pengetahuan-pengetahuan matematika sebelumnya untuk menyelesaikan
masalah kontekstual yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, masalah yang diberikan merupakan masalah yang dekat dengan kehidupan
mereka dan proses pengaktifan pengetahuan mereka yang sudah ada sehingga melatih kemampuan koneksi matematik siswa.
Temuan diatas serupa dengan hasil penelitian Tia Setiawati 2007 dan yang mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil penelitian I Made Sumadi 2005 yang melaporkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Berdasarkan
temuan dan hasil penelitian diatas, maka dapat diungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan
koneksi matematik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran
kontekstual lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
C. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil optimal.
Namun demikian, masih ada faktor yang sulit dikendalikan, sehingga membuat penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya:
1. Kondisi siswa yang merasa kaku pada awal proses pembelajaran dengan
pembelajaran kontekstual, karena siswa belum terbiasa. 2.
Kemampuan materi prasyarat seperti sistem persamaan dan pertidaksamaan linear, serta menyelesaikan sistem persamaan linear dua
variabel masih kurang sehinngga menghambat proses pembelajaran. 3.
Terbatasnya instrumen penelitian hanya pada hasil post test sedangkan dalam proses pembelajaran tidak diikut sertakan.
4. Kemampuan peneliti yang masih terbatas sehingga belum mampu
meninjau kemampuan koneksi matematik secara individu. 5.
Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan kelas yang baik.
6. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel
pembelajaran kontekstual dan kemampuan koneksi matematik saja. Variabel lain seperti minat, motivasi, inteligensi, dan lingkungan belajar
tidak dikontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi oleh variabel diluar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.