2. Apakah kemampun koneksi matematik siswa yang diajarkan dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
bagaimana kemampuan koneksi matematik setelah diterapkan pembelajaran kontekstual.
2. apakah kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan
pembelajaran kontekstual lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:
1. Bagi siswa
Penerapan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa, mendorong
siswa untuk menyenangi matematika sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar matematika dan dapat berperan aktif dalam mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya sehingga dapat melatih dan mengembangkan daya matematis siswa
2. Bagi guru
Guru memperoleh pengalaman dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran kontekstual. Diharapkan guru dapat mengembangkan model,
pendekatan atau strategi pembelajaran yang bervariasi dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran matematika bagi siswanya.
3. Bagi sekolah
Memanfaatkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan maksud untuk meningkatkan kualitas sekolah dan peningkatan mutu pendidikan.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti sebagai calon guru dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran yang
inovatif serta implementasinya di sekolahdi lapangan, yaitu dengan menerapkan pembelajaran kontekstual.
10
BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teoritik
1. Kemampuan Koneksi Matematik
a. Pengertian Matematika
Istilah mathematics Inggris, mathematic Jerman, mathematique Perancis,
matematico Italia, matematiceski Rusia atau
mathematick wiskunde Belanda berasal dari perkataan latin mathematica,
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat
dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar atau berfikir.
1
Menurut Rusefendi matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran
2
. Sedangkan
menurut beberapa ahli seperti Kline, Lerner, Johnson dan Myklebust
berpendapat bahwa matematika adalah bahasa simbolis
3
. NRC National Reasearch Council di Amerika Serikat menyatakan dengan singkat
bahwa: ”Mathematics is a science of pattern in order”.
4
Matematika adalah ilmu yang membahas tentang pola atau keteraturan pattern dan
tingkatan order. Sedangkan menurut Paling 1982 dalam Abdurahman berpendapat
bahwa: matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap
masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi; menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,
1
Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, Startegi Pembelajaran Matematika Kontemporer,
Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2001 hal:18
2
Ibid.
3
Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003, hal: 252
4
Fadjar Shadiq, Apa dan Mengapa Matematika itu Begitu Penting?, dari www.fadjarp3g.files.wordpress.com , 30 Oktober 2009, 14.00 WIB hal: 6
menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam
melihat dan mnggunakan hubungan-hubungan.
5
Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa
untuk menemukan jawaban atas setiap masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan 1 informasi yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi; 2 pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran; 3 kemampuan untuk menghitung; dan 4 kemampuan untuk mengingat dan
menggunakan hubungan-hubungan. Menurut Soejadi beberapa karakteristik yang dimiliki oleh
matematika adalah:
6
1 memiliki obyek kajian yang abstrak, maksudnya adalah obyek dasar yang dipelajari matematika merupakan sesuatu yang
abstrak sering juga disebut obyek mental yaitu fakta, konsep, operasi atau relasi, dan prinsip 2 bertumpu pada kesepakatan, dalam matematika
kesepakatan yang digunakan adalah aksioma dan konsep primitif yang sering digunakan untuk pembuktian dan pendefinisian, 3 memiliki
simbol yang kosong, yaitu bahwa matematika mempunyai banyak simbol yang kemudian membentuk serangkaian simbol, selanjutnya membentuk
model matematika seperti persamaan dan pertidaksamaan yang kosong sehingga akan tergantung terhadap permasalahan yang menakibatkan
model itu, 4 memperhatikan semesta pembicaraan, 5 konsisten dalam sistemnya ini dapat dilihat jika a + b = x dan x + y = p maka a + b + x = p.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang terdiri dari
suatu kumpulan sistem matematika yang setiap sistemnya memiliki struktur tersendiri dan bersifat deduktif. Penalaran deduktif bekerja atas
dasar asumsi, yaitu kebenaran logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga keterkaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat
konsisten.
5
Mulyono Abdurahman, loc.cit.
6
R. Soejadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi DepDiknas, 2000, hal: 13-19
b. Koneksi Matematik
1. Pengertian dan Tujuan Koneksi Matematik
Pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematics
atau NCTM bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru
dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Ada lima tujuan mendasar dalam belajar matematika yang dikenal dengan istilah
standar proses daya matematis mathematical power proses standards yaitu:
7
1 Kemampuan pemecahan masalah problem solving;
2 Kemampuan berargumentasipenalaran reasoning;
3 Kemampuan berkomunikasi communication;
4 Kemampuan membuat koneksi connection;
5 Kemampuan representasi represntation.
Salah satu standar kurikulum yang dikemukakan oleh NCTM di atas adalah koneksi matematik atau mathematical connection yang merupakan
pengaitan matematika dengan pelajaran lain atau dengan topik lain. Sumarmo 2003 menyatakan bahwa koneksi matematika
mathematical connection adalah kegiatan yang meliputi:
8
1 mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur,
2 memahami hubungan antar topik matematik, 3 menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari, 4
memahami representasi ekuivalen konsep yang sama, 5 mencari representasi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen,
6 menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.
Sedangkan menurut Suhenda koneksi matematik adalah ”hubungan satu ide atau gagasan dengan ide atau gagasan lain dalam lingkup yang
sama atau bidang lain dalam lingkup yang lain”.
9
Dari uraian di atas dapat
7
Mumum Syaban, ”Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa” dari: http:educare.e-fkipunla.netindex.php?option=com_contenttask=viewid=62Itemid=7
EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, volume 5, nomor 2, Februari 2008, hal: 2, 20 September 2009, 13.00 WIB
8
Ibid., hal: 6
9
Suhenda, Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika 1-9, Jakarta: Univversitas Terbuka, 2007, h.7.22
disimpulkan bahwa koneksi matematik adalah pemahaman menggunakan hubungan antara satu konsep matematika dengan konsep matematika lain
atau dengan disiplin ilmu lain atau dengan kehidupan sehari-hari. Menurut NCTM standar koneksi untuk kelas IX – XII hendaknya
memuat koneksi sehingga siswa mampu:
10
1. Mengenal dan menggunakan koneksihubungan antara ide-ide
matematika recognize and use connection among mathematical ideas
. 2.
Memahami bagaimana ide-ide dalam matematika berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang
padu understand how mathematical ideas interconnect and build on one another to produce a coherent whole
. 3.
Mengenal dan mempergunakan matematika dalam konteks diluar matematika atau bidang lain recognize and apply mathematics in
contexts outside of mathematics .
Gambar 1. Standar Proses Koneksi Matematik .
11
10
Principles and Standars for School Mathematics, va: National Council of Teacher of Mathematics, 2000, dari http:www.nctm.orgstandardsdefault.aspx?id=58 , h.300, 24 oktober
2009, 16.25 WIB
11
Pinellas County Schools Division of Curriculum and Instruction Secondary Mathematics,
Mathematical Power for All Students K-12 , dari
http:fcit.usf.edufcat8mresourcemathpowrfullpower.pdf, 10 Desember 2009, 13:00 WIB
Berdasarkan standar proses koneksi matematik di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematik di sekolah bertujuan untuk:
1. Membantu siswa menghubungkan konsep-konsep matematik untuk
menyelesaikan suatu permasalahan matematik, sehingga siswa dapat memandang matematika suatu keseluruhan yang padu bukan konsep
atau materi yang berdiri sendiri 2.
Mengembangkan pengetahuan siswa. 3.
Menunjukkan bahwa matematika dapat bermanfaat untuk menyelesaikan kehidupan sehari-hari.
Didalam NCTM juga disebutkan “when students can see the connection across different mathematical content areas, they develop a
view of mathematics as an integrated whole. As they build on their previous mathematical understandings while learning new concepts,
students become increasingly aware of the connection among varios mathematical topics. As students knowledge of mathematics, their ability
to use a wide range of mathematical representation , and their access to sophisticated technolohy and software increase. The connection they make
with other academic diciplines, especially the science and social science, give them greater mathematical power
”.
12
Artinya ketika siswa mampu menghubungkan antar topik matematika yang berbeda, mereka mengembangkan pandangan bahwa
matematika merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi. Sebagaimana mereka membangun pemahaman matematika sebelumnya sambil
mempelajari konsep baru, siswa menjadi bertambah pengetahuannya tentang hubungan antar bermacam-macam topik matematika. Dengan
pengetahuan matematika yang dimilikinya, mereka mampu menggunakan kemampuannya untuk cakupan yang lebih luas dengan kemampuan
representasi matematik, dan mereka mampu menggunakan software dan teknologi yang canggih. Hubungankoneksi yang mereka buat antar
disiplin akademik, terutama dalam bidang science dan sosial memberikan mereka kemampuan matematika yang lebih tinggi.
12
Principles and Standars for School Mathematics, opcit, h.300
2. Jenis-jenis Koneksi Matematik
Berdasarkan tujuan dari koneksi matematik di atas, NCTM mengklasifikasikan koneksi matematik menjadi tiga macam yaitu:
13
1 koneksi antar topik matematika, 2 koneksi matematika dengan disiplin
ilmu yang lain, dan 3 koneksi matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Mikovch dan Monroe 1994: 371 menyatakan tiga koneksi matematik yaitu, koneksi dalam matematika, koneksi untuk semua
kurikulum, dan dengan konteks dunia nyata.
14
Kutz 1991: 272 berpendapat hampir serupa, ia menyatakan koneksi matematika berkaitan
dengan koneksi internal dan koneksi eksternal. Koneksi internal memuat koneksi antar topik matematika, sedngkan koneksi eksternal memuat
koneksi matematika dengan displin ilmu dan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
15
Sedangkan Riedesel 1996: 33-34 membagi koneksi matematika sebagai berikut: 1 koneksi antar topik dalam
matematika, 2 koneksi antara beberapa macam tipe pengetahuan, 3 koneksi antara beberapa macam representasi, 4 koneksi dari matematika
ke daerah kurikulum lain, 5 koneksi siswa dengan matematika.
16
Koneksi matematika yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi koneksi internal dan eksternal sesuai dengan pendapat Kutz. Koneksi
internal meliputi koneksi antar topik matematika, sedangkan koneksi eksternal meliputi koneksi matematika dengan pelajaran lain atau dengan
kehidupan sehari-hari.
13
Gusni Satriawati dan Lia Kurniawati, Menggunakan Fungsi-Fungsi Untuk Membuat Koneksi-Koneksi Matematik
, Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.3 no.1, Juni 2008, hal: 97
14
Ibid
15
Ibid
16
Ibid, hal: 98
a. Koneksi Internal
Koneksi internal atau koneksi antar topik matematika yaitu keterkaitan antara konseptopik matematika yang sedang dipelajari
dengan konseptopik matematika yang lain. Bruner mengemukakan dalam dalil pengaitannya konektivitas bahwa ”matematika antara
satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat”.
17
Materi yang satu mungkin merupakan materi prasyarat untuk menjelaskan materi yang lain. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
setiap topik terkait dengan topik lain dalam matematika sendiri. Ruspiani 2000 mengklasifikasian koneksi antar topik matematika
sebagai berikut:
18
1 Koneksi matematika yang digambarkan oleh NCTM, yaitu satu
permasalahan yang diselesaikan dengan dua cara yang berbeda. Salah satu contohnya dalam materi sistem persamaan linear dua
variabel, siswa dapat menyelesaikan soal atau permasalahan tersebut dengan cara geometri grafik atau dengan cara aljabar
eliminasi atau substitusi. 2
Koneksi bebas yakni topik-topik yang berhubungan dengan persoalan tidak ada hubungannya satu sama lain, namun topik-
topik itu menyatu dalam satu soal. Salah satu contohnya adalah: Diketahui 4 suku pertama barisan aritmatika yaitu:
I. 5, 3, 2, 0, …
II. 0, 2, 4, 6, …
III. 4, 6, 8, 10, …
a. Tentukan rumus suku ke – n dari barisan I, II, dan III
kemudian butlah grafik dari persamaan rumus tersebut b.
Diketahui x ≥ 0; y ≥ 0; jika E merupakan daerah yang dibatasi oleh barisan I, II, dan III, tentukan daerah E dan buatlah
sistem pertidaksamaannya
17
Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 48
18
Ruspiani, Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika, Tesis Bandung: UPI, 2000, h.13, td
Pada soal di atas topik utamanya adalah program linear. Masing-masing topik lepas satu sama lain dalam arti topik yang
satu tidak bergantung pada topik yang lain. 3
Koneksi terikat yakni antara topik-topik yang saling terlibat koneksi bergantung satu sama lain. Salah satu contohnya adalah:
Diketahui 4 buah matriks sebagai berikut: jika
fungsi dengan syarat:
; ;
Tentukan nilai maksimum di M Topik-topik yang terlibat dari permasalahan diatas adalah
determinan matriks, dengan pertidaksamaan linear.
b. Koneksi eksternal
Koneksi eksternal terdiri dari koneksi matematik dengan pelajaran lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Selain dalam ilmu
pengetahuan eksak matematika juga membantu pengembangan disiplin ilmu lain, maupun dalam memecahkan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan program linear adalah: Ami menabungkan uangnya di bank Rp.20.000.000,00 dengan bunga
20 per tahun, bunga yang diberikan berbentuk bunga majemuk atau bunganya berbunga lagi pada tahun berikutnya. Pada akhir tahun ke-4
uang Ami diambil, dan digunakan untuk memperbaiki kiosnya sebesar Rp.1.472.000 sisanya dijadikan modal usaha tas. Ami menjual dua
jenis tas, yaitu tas model A dan tas model B. untuk tas model A ami menjual Rp.110.000,00 dengan keuntungan Rp.10.000,00tas
sedangkan untuk tas model B ami menjual Rp.87.500,00 dengan
keuntungan Rp.7.500,00tas, jika kiosnya hanya dapat menampung 450 tas. Tentukan keuntungan maksimum yang diperoleh Ami.
c. Kemampuan Koneksi Matematik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang diberi awalan ke- dan akhiran -an. Mampu
memiliki arti kuasa sanggup, bisa melakukan sesuatu, dapat, sedangkan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha
dengan-diri sendiri.
19
Kemampuan menurut Littrell, 1984 seperti yang dikutip oleh Firdausi adalah ”kekuatan mental dan fisik untuk melakukan
tugas atau keterampilan yang dipelajari melalui latihan dan praktek”.
20
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematik adalah kesanggupan siswa dalam menggunakan
hubungan topikkonsep matematika yang sedang dibahas dengan konsep matematika lainnya, dengan pelajaran lain atau disiplin ilmu lain, dan
dengan kehidupan sehari-hari dalam menyelesaikan masalah matematika. Secara umum, kemampuan koneksi matematik dapat dilihat dari
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi. Menurut Suhenda, seseorang dikatakan mampu mengaitkan antara satu hal dengan
yang lainnya bila dapat melakukan beberapa hal dibawah ini:
21
a Menghubungkan antar topik atau pokok bahasan matematika
dengan topik atau pokok bahasan matematika lainnya b
Mengaitkan berbagai topik atau pokok bahasan dalam matematika dengan bidang lain atu hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari.
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, hal: 707
20
Firdausi, ”Studi Korelasi Pengetahuan Matematika dengan Kemampuan guru mengevaluasi Hasil Belajar Siswa pada SMU Unggulan di DKI Jakarta
”. Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.1 no.002, h.182
21
Suhenda, op.cit, hal: 7.22
Untuk dapat megukur sejauh mana siswa mampu melakukan koneksi matematik instrumen yang dibuat dapat memenuhi hal-hal berikut:
a Membuat siswa menemukan keterkaitan antar proses dalam suatu
konsep matematika b
Membuat siswa menemukan keterkaitan antar topik matematika yang satu dengan topik matematika yang lain
c Membuat siswa menemukan keterkaitan matematika dengan
kehidupan nyata siswa.
2. Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar dapat diartikan suatu proses bagi seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.
22
Dalam perspektif psikologi pendidikan belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dalam
diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.
23
Seperti dikutip dari Sardiman, menurut Cronbach, Harold Spears dan Geoch mengatakan bahwa ”belajar merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain
sebagainya”.
24
Sedangkan belajar menurut Gagne adalah perubahan kemampuan yang diperoleh seseorang melalui aktivitas.
25
Biggs mendefinisikan belajar dalam 3 macam rumusan, ”yaitu: rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam rumusan ini kata-
kata seperti perubahan dan tingkah laku tak lagi disebut secara eksplisit
22
Zurinal Z dan Wahyudi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan
, Jakarta: UIN Press, 2006, h. 117
23
Ibid.
24
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 hal. 20
25
Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009, hal:2
mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan”
26
Secara kuantitatif ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional tinjauan
kelembagaan, belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia
pelajari. Bukti institusional yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu
guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Pengertian belajar secara
kualitatif tinjauan mutu ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling
siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang
kini dan nanti dihadapi siswa. Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan proses
mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga
pengertiannya menjadi berkembang.
27
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan seluruh tingkah laku seseorang
yang besifat relatif konstan sebagai hasil pengalaman dan interaksi langsung dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama
26
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Jakarta: PT.Remaja Rosdakarya, 2008, hal: 91-92
27
Sardiman, op.cit. hal. 37
keberhasilan pendidikan.
28
Menurut Corey 1986:195 mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu prosess dimana lingkungan seseorang, secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi –kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap
situasi tertentu.
29
Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber
yang ada baik potensi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun potensi yang ada di luar diri siswa.
30
Menurut Zurinal pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang yang dilakukan secara
sadar dan mengacu pada tujuan pembentukan kompetensi yang dengan sistmatik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.
31
Sedangkan Pembelajaran menurut Fontana adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses
pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa prilaku.
32
Sedangkan mengajar menurut H. Burton adalah upaya memberikan bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar.
33
Pengajaran adalah usaha menunjukkan atau membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu,
memberi pengetahuan dan manfaat bagi seseorang. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk
mengarahkan peserta didik kedalam suatu proses belajar dengan
28
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Problematika Belajar dan Mengajar
, Bandung: Alfa Beta, 2007 hal. 61
29
Ibid
30
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2008 hal.26
31
Zurinal Z dan Wahyudi Sayuti, op.cit, hal: 117
32
Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 8
33
Syaiful Sagala, op.cit., hal. 61
memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri maupun potensi yang ada di luar
diri siswa. Pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu:
34
1 dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan
hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. 2 dalam
pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus- menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berfikir siswa, sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
b. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
35
Menurut Sanjaya Contextual Teaching and Learning
CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.
36
Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning CTL adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar
program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk mengarahkan peserta didik kedalam suatu proses belajar dimana guru
34
Ibid. hal: 63
35
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007 , hal: 103
36
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: kencana, 2005, hal: 108
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama,
CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata
siswa, artinya siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan. Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting
dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan CTL:
37
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada activiting knowledge, artinya apa yang dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian
pengetahuan yang diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini diperoleh dengan cara deduktif artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
keseluruhan kemudian memperhatikan detainya. 3.
Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
4. Memperaktekkan pengalaman dan pengetahuan tersebut applying
knowledge artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus
dapat di aplikasikandalam kehidupan siswa. 5.
Melakukan refleksi reflection knowledge terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
37
Wina Sanjaya, op.cit., hal:110.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
38
1 constructivisme konstruktivisme, membangun, membentuk, 2 inquiry penemuan, 3 questioning
bertanya, 4 learning comunity masyarakat belajar, 5 modelling pemodelan, 6 reflection refleksi atau umpan balik, 7 authentic
assesment penilaian yang sebenarnya.
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya
dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut:
1. Konstruktivisme
Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa
harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman
berkembang semakin dalam semakin kuat apabila selalu diuji oleh pengalaman baru. Menurut pandangan konstruktivisme guru hanya
berperan sebagai motivator memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar dan fasilitator dalam membimbing siswa selama proses
pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Cobb bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
matematika.
39
Dalam konstruktivisme aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil dan
diskusi kelas dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika.
Tujuan pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah pemahaman. Pemahaman memberi makna apa yang dipelajari.
38
Trianto, op.cit., hal: 105
39
Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 71
Pembelajaran merupakan proses aktif artinya pengetahuan baru tidak terbentuk dengan diberikan kepada siswa dalam bentuk jadi tetapi
pengetahuan dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan berinteraksi terhadap lingkungannya melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada, sedangkan akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada
dimodifikasi untuk menampungmenyesuaikan hadirnya pengalaman baru.
40
Konstruktivisme dalam hal ini berarti membangun atau membentuk sendiri pengetahuan mereka, dalam proses ini siswa dilatih
untuk menemukan sendiri informasi atau masalah yang diberikan dengan difasilitasi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada penemuan
satu konsep.
2. Memfasilitasi kegiatan penemuan inquiry
Pengetahuan dan keterampilan siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi juga hasil menemukan sendiri.
Siklus inkuiri meliputi:
41
1 observasi observation, 2 bertanya questioning, 3 mengajukan dugaaan hipotesis, 4 pengumpulan data,
5 penyimpulan sendiri. Beberapa tahapan yang mungkin dilakukan dalam kegiatan inkuri
adalah:
42
1 guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan dan teka-teki, 2 sebagai jawaban atas rangsangan yang
diterimanya, siswa menentukan prosedur, mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan,
pernyataan, atau masalah, 3 siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuri yang baru dilaksanakan, 4 siswa
menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkan ke situasi lain.
40
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual, Jakarta: Bumi aksara, 2007, hal: 44
41
Syaiful Sagala, op.cit., hal: 89
42
Tim MKKB Jurusan Pendidikan Matematika, op.cit., hal: 180-181
Berdasarkan tahapan diatas, inkuiri diawali dengan langkah pengamatan dalam rangka pemahaman suatu konsep, dengan memberi pertanyaan yang
dapat mengarahkan pengamatan menuju satu konsep yang menjadi tujuan pembelajaran. Untuk itu, siswa akan mencari tahu yang tentang hal-hal
belum diketahuinya. Setelah apa yang belum diketahuinya terkumpul, siswa perlu merancang dan menganalisa data-data agar dapat menarik
kesimpulan dari suatu masalah.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan
pertanyaan questioning.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya dipandang sebagai upaya guru untuk mengaktifkan siswa,
mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui kemampuan berpikir siswa.
Sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya menunjukkan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawaban
sebagai bentuk pengetahuan. Bertanya diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa
dengan orang baru yang didatangkan di kelas. Realisasinya dalam pembelajaran bentuk questioning dilakukan pada semua aktivitas belajar,
seperti: ketika siswa berdiakusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.
4. Masyarakat Belajar learning Community
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti hasil
belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu sehinnga terjadi komunikasi dua
atau multi arah. Learning community terjadi apabila masing-masing pihak di dalamnya bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang
dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
43
43
Masnur Muslich, op.cit., hal: 46
Pada proses pembelajaran, guru hendaknya mampu menciptakan lingkungan belajar yang alamiah dan dinamis sehingga terjadi interaksi
yang sehat antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Pemodelan modeling
Maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Model berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola
dalam olahraga, cara menyelesaikan soal, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.
44
Dalam matematika, salah satu contoh pemodelan adalah bagaimana guru menyelesaikan soal. Guru memperagakan
bagaimana langkah-langkah yang ditempuh dalam menyelesaikan soal dengan baik, bagaimana menemukan kata kunci dalam membuat model
matematika. Prosedur ini perlu ditiru oleh siswa, guru memberi model tentang
bagaimana cara menyelesaikan soal dengan baik, namun demikian guru bukan satu-satunya model, seorang siswa bisa meniru melalui temannya
atau pihak lain untuk hal-hal yang perlu ditiru.
6. Refleksi reflection
Reffleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa
lalu.
45
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas yang dilakukan atau pengetahuan yang diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang diperoleh siswa diperluas melalui bimbingan guru. Guru membantu
siswa membuat hubungan–hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan refleksi, merasa
memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru ia pelajari.
44
Sardiman, InteraksiMotivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal: 226
45
Syaiful Sagala, opcit, hal.91
Wujud refleksi antara lain:
46
1 pernyataan langsung siswa tentang apa- apa yang diperoleh siswa setelah melakukan pembelajaran; 2 catatan
atau jurnal di buku siswa; 3 kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran itu; 4 diskusi; 5 hasil karya.
Realisasinya dalam pembelajaran bentuk refleksi dilakukan dengan
guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang setelah melakukan pembelajaran.
7. Penilaian sesungguhnya authentic assesment
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
47
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes
hanya salah satunya itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Ciri-ciri penilaian autentik adalah:
48
1 dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, 2 bisa digunakan formatif atau sumatif, 3
yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, 4 berkesinambungan, 5 terintegrasi, 6 dapat digunakan sebagai feed back.
Realisasinya dalam pembelajaran bentuk penilaian sesungguhnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu dilakukan ketika
diskusi kelompok dan setelah proses pembelajaran dilakukan dengan memberikan latihan.
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual, jika menerapkan komponen utama dalam pembelajarannya. Penerapan
pembelajaran kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah:
49
1 kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan barunya; 2 laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; 3 mengembangkan sikap ingin tahu
siswa dengan bertanya; 4 menciptakan masyarakat belajar; 5
46
Sardiman, opcit, hal: 227
47
Ibid, hal:227-228
48
Ibid, hal: 228-229
49
Trianto, op.cit., hal: 106
menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; 6 melakukan refleksi diakhir pertemuan; 7 melakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai
cara. Berdasarkan karakteristik dan komponen pendekatan kontekstual,
beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut:
50
1. Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu bentuk pengajaran yang menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah.
2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman
belajar Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai
konteks lingkungan siswa antara lain disekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan
kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas. 3.
Memberikan aktivitas kelompok Aktivitas belajar kelompok dapat memperluas perspektif serta
membangun kecakpan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun
delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan. 4.
Membuat aktivitas belajar mandiri Siswa mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi
dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka
memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh.
50
Masnur Muslich, Op.Cit., hal: 49-51
5. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus sebagai guru tamu. Hal ini perlu dilakukan
guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama
juga apat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya siswa diminta untuk magang
ditempat kerja. 6.
Menerapkan penilaian autentik Menurut Johnson 2002: 165, penilaian autentik memberikan
kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang
dapat dilakukan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.
Sedangkan Blancard M.Nur, 2001 mengidentifikasi 6 strategi CTL sebagai berikut:
51
1. Menekankan pada pemecahan masalah
2. Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi
dalam berbagai konteks seperti dirumah, masyarakat dan pekerjaan 3.
Mengarahkan siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri
4. Mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-
beda 5.
Mendorong untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama 6.
Menerapkan penilaian autentik.
51
Mohammad Askin, Daspros Pembelajaran Matematika I, dari http:www.unnes.ac.id, 20 Januari 2010, 10:00 WIB
Berdasarkan karakteristik, komponen, serta strategi dalam pembelajaran kontekstual, maka beberapa tahapan yang dapat
dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Siswa dibuat kelompok kecil sekitar 4-5 orang dengan kemampuan
yang heterogen. 2.
Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi, manfaat materi yang akan dipelajarinya serta membahas beberapa soal PR yang
terpilih. 3.
Kelompok siswa diberikan permasalahan kontekstual dalam bentuk LKS yang menantang siswa, agar mencari solusinya.
4. Siswa mengeksplorasi pengetahuan dengan cara mengkoneksikan
pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, baik secara berkelompok ataupun sendiri.
5. Guru menggunakan sistem tanya jawab yang interaktif antara siswa
dengan siswa ataupun siswa dengan guru, untuk menjelaskan hal yang tidak dimengerti oleh siswa.
6. Saat siswa mengerjakan LKS per kelompok, guru berkeliling kelas
bertindak sebagai fasilitator dan moderator, dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan.
7. Saat siswa selesai berdiskusi secara berkelompok, perwakilan salah satu
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas. Melalui interaksi siswa diajak membahas permasalahan yang disajikan.
8. Diakhir pertemuan, diadakan refleksi terhadap pembelajaran yang
sudah berlangsung. Siswa dapat merangkum hasil pembelajaran, selanjutnya guru memberikan beberapa soal latihan untuk dikerjakan
dirumah.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan suatu istilah yang lazim diterapkan dalam pengajaran matematika. Konvensional adalah sebuah
pendekatan secara klasikal yang biasa digunakan olek setiap pendidik dalam mendidik siswanya, yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah
pendekatan pengajaran yang menempatkan guru sebagai inti dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Guru memegang peranan
penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar karena guru harus menjelaskan materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut
dapat dipahami oleh semua peserta pembelajaran. Dengan demikian proses pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru.
Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional cenderung pada hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen,
menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks. Belajar hapalan mengacu pada penghapalan fakta-fakta, hubungan, prinsip dan konsep.
52
Menurut Nasution menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran biasa adalah:
53
1 tujuan tidak dirumuskan secara spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan diukur, 2 bahan pelajaran disajikan
kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual, 3 kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk
ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru, 4 siswa umumnya pasif karena dominan mendengarkan uraian guru, 5
dalam hal kecepatan belajar, semua siswa harus belajar dengan kecepatan yang umum ditentukan oleh kecepatan guru mengajar, 6 keberhasilan
belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif, 7 diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja hanya menguasai bahan pelajaran secara tuntas,
sebagian lagi akan menguasainya sebagian saja, dan ada lagi yang gagal,
52
Doantara Yasa, Pembelajaran Konvensional, dari http:ipotes.wordpresscompembelajaran-konvensional, 20 Januari 2010, 11:20 WIB
53
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara h.209-211
8 guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan sebagai sumber informasipengetahuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru pada umumnya dimana guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori dan siswa hanya menerima saja apa yang
disampaikan oleh guru, sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi pasif dan proses belajar siswa menjadi kurang bermakna.
Berdasarkan keterangan di atas ada beberapa pokok perbedaan antara pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensinal.
Perbedaan tersebut antara lain tertera dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1 Perbandingan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran
Konvensional
No Pembelajaran KntekstualCTL Pembelajaran Konvensional
1 CTL menempatkan peserta didik
sebagai subjek belajar. Peserta didik berperan aktif dalam setiap proses
pembelajaran dengan cara menggali sendiri materi pembelajaran
Pembelajaran konvensional menempatkan peserta didik
sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima
informasi secara pasif 2
Dalam CTL peserta didik belajar melalui kegiatan kelmpok,
berdiskusi, saling menerima, dan memberi
Dalam Pembelajaran konvensional pembelajaran
bersifat inividual dengan menerima, mencatat, dan
menghafal materi pelajaran. 3
Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara real
Dalam Pembelajaran konvensional, pembelajaran
bersifat teoritis dan abstrak. 4
Dalan CTL, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman
Dalam Pembelajaran konvensional, kemampuan
diperoleh melalui latihan-latihan
5 Tujuan akhir dalam proses pembelajaran CTL dalah kepuasan
diri Tujuan akhir dalam proses
pembelajaran konvensional dalah nilai atau angka.
6 Dalam CTL, perilaku dibangun atas
kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perbuatan
tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak
bermanfaat Dalam pembelajaran
konvensional, tindakan atau perilaku didasarkan oleh faktor
dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan
sesuatu dikarenakan hukuman 7 Dalam
CTL, pengetahuan
yang dimiliki setiap individu selalu
berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh
sebab itu setiap peserta didik bisa berbeda dalam memakai hakikat
pengetahuan yang dimilikinya Dalam pembelajaran
konvensional, kebenaran yang dimiliki individu bersifat absolut
dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh
orang lain. 8 Dalam CTL, peserta didik
bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
mereka masing-masing Dalam pembelajaran
konvensional guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran 9 Dalam
CTL, pembelajaran
bisa terjadi dalam konteks dan seting
yang berbeda sesuai dengan kebutuhan
Dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran
hanya terjadi didalam kelas 10 Tujuan CTL adalah seluruh aspek
perkembangan peserta didik. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran
diukur dari berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses peserta didik,
observasi, wawancara, dll Dalam pembelajaran
konvensional, keberhasilan biasanya diukur melalui tes
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani 2000 diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong
rendah. Ruspiani mengungkap bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematik siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang
dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22.2 untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44.9 untuk koneksi matematik dengan bidang studi
lain, dan 67.3 untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian. Namun demikian, sikap siswa terhadap kemampuan koneksi matematis
menunjukkan kearah yang positif.
54
Selain itu hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan Tia Setiawati 2007 menunjukkan pendekatan contextual learning dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa 8-4 SMP Jayakarta. Hal ini bisa dilihat dari data yang diperoleh nilai rata-rata tes kegiatan siklus 1 meningkat jika
dibandingkan rata-rata pada tes kegiatan pendahuluan dari 22,4 menjadi 61,4. Nilai rata-rata pada siklus 2 juga mengalami peningkatan yaitu 63,98. Begitu
pula nilai rata-rata pada siklus 3 mengalami peningkatan yaitu 76,5. Hal ini menyebutkan bahwa pendekatan contextual learning dapat meningkatkan
pemahaman konsep geometri siswa.
55
Adapun hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh I Made Sumadi 2005 menunjukkan ada pengaruh positif pendekatan kontekstual
terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja, serta terdapat perbedaan yang signifikan antara
siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual dan yang belajar dengan pendekatan konvensional, sehingga pendekatan kontekstual dapat
diimplementasikan dalam pembelajaran matematika di kelas.
56
54
Ruspiani, Op.Cit, hal: i
55
Tia Setiawati, Peningkatan Pemahaman Konsep Melalui Pendekatan Contextual Learning Pendidikan Tindakan Kelas di SMP Jayakarta Pada Kelas VIII-4
, Skripsi, Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, hal: I, td.
56
I Made Sumadi, Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja
, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Volume 38 No.1 Januari 2005, hal: 14
C. Kerangka Berpikir