30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Operasi Teknik Kimia, dan Laboratorium Penelitian Industri
Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.
3.2 BAHAN
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1.
Aquadest H
2
O dari Toko Kimia Rudang Jaya. 2.
Asam sulfat H
2
SO
4
dari Toko Kimia Rudang Jaya. 3.
Pereaksi Molisch dari Toko Kimia Rudang Jaya. 4.
Sorbitol C
6
H
14
O
6
dari Toko Kimia Rudang Jaya. 5.
Kitosan dari Toko Kimia Rudang Jaya. 6. Asam Asetat CH
3
COOHdari Toko Kimia Rudang Jaya. 7.
Biji Alpukat dari penjual Alpukat Kocok disekitar Jalan Gaharu.
3.3 PERALATAN PENELITIAN
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Tabung Reaksi
2. Blender 3. Saringan plastik
4. Hot plate, thermocouple dan magnetic stirrer 5.
Oven
6. Erlenmeyer 7. Pipet tetes
8. Gelas ukur 9. Corong gelas
10. Beaker glass
Universitas Sumatera Utara
31 11. Desikator
12. Neraca analitik 13. Ayakan 100 mesh 25 x 25 x 3 mm
14. Plat kaca akrilik 15. Furnace
16. Cawan porselin 17. Pisau
18. Talenan 19. Termometer
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Persiapan Bahan Baku
Biji alpukat sebanyak 100 gram dibersihkan dengan air bersih. Biji alpukat dipotong dengan ukuran 2 cm
2
, kemudian ditambahkan 100 ml air yang berfungsi untuk mempermudah proses penghancuran.Kemudian biji alpukat dihancurkan
dengan menggunakan blender.Bubur biji alpukat dikeluarkan dari blender dan disaring dan dibiarkan selama 30 menit untuk mendapatkan endapan dari bubur biji
alpukat.Endapan yang diperoleh dipisahkan dengan air, kemudian endapan yang didapat ditambahkan dengan air lalu diendapkan kembali selama 30 menit.Endapan
yang diperoleh dikeringkan didalam oven dengan suhu 70
o
C selama 30 menit.Diperoleh serbuk pati kering, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh [70].
3.4.2 Persiapan LarutanCH
3
COOH1
Disiapkan beaker glass1000 ml. Lalu dilakukan pengenceran dengan menambahkan asam asetat sebanyak 10 ml dan aquadestsampai 1000 ml. Diaduk
pada suhu 25°C suhu ruangan hingga homogen.
3.4.3 Persiapan Larutan Kitosan
Disiapkan beaker gelas 50 ml. Lalu diisi dengan larutan CH
3
COOH 1 M50 ml.
Untuk larutan Z
1
ditambahkan 3 g kitosan ke dalam beaker gelas. Untuk larutan Z
2
ditambahkan 2 g kitosan ke dalam beaker gelas.
Universitas Sumatera Utara
32 Untuk larutan Z
3
ditambahkan 1 g kitosan ke dalam beaker gelas. Diaduk pada suhu 25°C suhu ruangan hingga semua padatan terlarut
sempurna [7].
3.4.4 Persiapan Larutan Pati
Disiapkan beaker gelas 500 ml. Lalu pati dimasukkan ke dalam beaker glass untuk dilarutkan dengan aquadest dengan perbandingan massa dengan volume
antara pati : aquadest sebesar 1 : 20. Untuk massapati 7 gram dilarutkan dengan aquadest sebanyak 140 ml.
Untuk massa pati 8 gram dilarutkan dengan aquadest sebanyak 160 ml. Untuk massapati 9 gram dilarutkan dengan aquadest sebanyak 180 ml.
Diaduk pada suhu 25°C suhu ruangan hingga semua padatan terlarut sempurna [64].
3.4.5 Pembuatan Bioplastik
Adapun prosedur pembuatan bioplastik adalah sebagai berikut [7]: 1. Sejumlah massa pati dan kitosan yang diinginkan ditimbang yaitu dengan
variasi perbandingan 7 : 3, 8: 2, dan 9:1 sebanyak 10 gram dari total berat kering pati
– kitosan 2. Kemudian dibuat larutan pati dan larutan kitosan sesuai dengan volume yang
telah dihitung pada beaker glass. Volume sorbitol sebanyak 2, 3 dan 4 ml. 3. Water bath dipanaskan dan diatur temperatur yang akan digunakan T =
80
o
C, 85
o
C dan 90
o
C 4. Beaker glass 500 ml yang berisi larutan pati diletakkan dalam water bath
kemudian motor pengaduk dihidupkan. 5. Larutan kitosan ditambahkan ke dalamnya kemudian diaduk selama 25
menit. 6. Setelah 25 menit ditambahkan sorbitol pada larutan pati-kitosan, lalu diaduk
sampai homogen. 7. Setelah homogen, water bath dan stirrer dimatikan.
8. Beaker glass berisi larutan dikeluarkan dari water bath, kemudian didinginkan sebelum dicetak.
Universitas Sumatera Utara
33 9. Larutan dituangkan sebanyak 50 ml ke dalam cetakan, kemudian
dikeringkan dalam oven pada T = 60
o
C selama 24 jam. 10. Setelah dikeringkan, diangkat dan dikeringkan ke dalam desikator selama
24 jam. 11. Kemudian plastik dilepas dari cetakannya. Plastik siap untuk dianalisis.
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN
3.5.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku
Mulai
Biji alpukat dibersihkan sebanyak 100 gram
Biji alpukat dipotong dengan ukuran 2 cm
2
dan ditambah air sebanyak 100 ml
Dilakukan proses penghancuran biji alpukat dengan alat blender
Bubur biji alpukat disaring dan dibiarkan selama 30 menit
Setelah 30 menit, endapan dipisahkan dari air
Endapan ditambahkan lagi dengan air dan diendapkan kembali selama 30 menit
Endapan dikeringkan dalam oven dengan suhu 70
o
C selama 30 menit
Diperoleh pati biji alpukat kering, kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh
Selesai
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Bahan Baku
Universitas Sumatera Utara
34
3.5.2 Flowchart Persiapan Larutan Asam Asetat CH
3
COOH 1
Mulai
Disiapkan beaker glass 1000 ml lalu diisi dengan aquadest sebanyak 990 ml
Ditambahkan 10 ml CH
3
COOH glasial 100
Disiapkan beaker glass 1000 ml lalu diisi dengan aquadest sebanyak 990 ml
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Persiapan Larutan Asam Asetat CH
3
COOH 1
3.5.3 Flowchart Persiapan Larutan Kitosan
Mulai
Disiapkan beaker gelas 1000 ml lalu diisi dengan CH
3
COOH 1 sebanyak 1000 ml
Ditambahkan 1, 2 dan 3 g padatan kitosan
Diaduk pada suhu 25°C hingga semua padatan terlarut sempurna
Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Persiapan Larutan Kitosan
3.5.4 Flowchart Persiapan Larutan Pati
Universitas Sumatera Utara
35
Mulai
Disiapkan beaker gelas 500 ml lalu diisi dengan aquadest sebanyak 140, 160 dan 180 ml
Ditambahkan 7, 8 dan 9 gram pati biji alpukat
Diaduk pada suhu 25°C hingga semua padatan terlarut sempurna
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Persiapan Larutan Pati
3.5.5 Flowchart Pembuatan Plastik
Universitas Sumatera Utara
36 Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Bioplastik
3.6
PROSEDUR ANALISA PATI
Selesai Buat larutan kitosan dan larutan pati sesuai dengan volume yang
dihitung dan volume sorbitol dengan variasi 2 ml, 3 ml, 4 Water bath
dipanaskan pada temperature 80, 85, dan 90
o
C
Dikeluarkan beaker glass dari water bath kemudian didinginkan .
Beaker glass 500 ml yang berisi larutan pati dimasukkan kedalam
water bath kemudian motor
Dituang kedalam cetakan sebanyak 50 ml Massa pati
– kitosan ditimbang dengan perbandingan 7:3, 8:2, 9:1 sebanyak 10 gram berat kering pati - kitosan
Ditambahkan larutan kitosan kemudian diaduk selama
Ditambahkan sorbitol sesuai variasi
Dikeringkan dalam oven pada T = 60
o
C selama 24 jam Diangkat dan dikeringkan dalam desikator selama 24 jam
Plastik dilepas dari cetakannya dan dianalisa Water bath dan stirrer dimatikan
Mulai
Universitas Sumatera Utara
37
3.6.1 Prosedur Analisa Kadar Pati
Analisa kadar pati amilum dari pati biji alpukatdilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada dengan
memanfaatkan metode gravimetri. 1.
Timbang 2-5 g sampel berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair dalam gelas piala 250 ml, tambahkan 50 ml aquades dan diaduk selama 1
jam. Suspensi disaring dengan kertas saring whatman 42 dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat mengandung karbohidrat yang
terlarut dan dibuang. 2.
Bahan yang mengandung lemak, maka pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml ether, biarkan ether menguap dari
residu, kemudian cuci lagi dengan 150 ml alkohol 10 untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.
3. Residu dipindahkan secara kualitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer
dengan pencucian 200 ml aquades dan tambahkan 20 ml HCl 25 BJ 1,125, tutup dengan pendingin balik dan panaskan di atas penangas air mendidih
selama 2,5 jam. 4.
Setelah dingin netralkan dengan larutan NaOH 45 dan encerkan sampai volume 500 ml, kemudian saring dengan kertas saring whatman 42, tentukan
kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. berat glukosa
dikalikan 0,9 merupakan berat pati.
3.6.2 Prosedur Analisa Kadar Amilosa
Analisa kadar amilosa dari pati biji alpukatdilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada dengan
memanfaatkan alat yaitu spektrofotometer. I.
Pembuatan Kurva Standar 1.
Timbang 40 mg amilosa murni, masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N.
2. Panaskan dalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit sampai semua
bahan membentuk gel. Setelah itu dinginkan.
Universitas Sumatera Utara
38 3.
Pindahkan seluruh campuran ke dalam labu takar 100 ml. Tepatkan sampai tanda tera dengan air.
4. Pipet masing-masing 1, 2, 3, 4 dan 5 ml larutan diatas masukkan masing-
masing ke dalam labu takar 100 ml. 5.
Ke dalam masing-masing labu takar tersebut, tambahkan asam asetat 1 Nmasing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ml, lalu tambahkan masing-masing 2
ml larutan iod. 6.
Tepatkan masing-masing campuran dalam labu takar sampai tanda tera dengan air. Biarkan selama 20 menit.
7. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 625 nm. 8.
Buat kurva standar, konsentrasi amilosa vs absorbans. II.
Pengukuran Sampel 1.
Timbang 100 mg sampel dalam bentuk tepung sampel sebagian besar terdiri dari pati, jika banyak mengandung komponen lainnya, ekstrak dulu patinya
baru analisa kadar amilosanya, masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N.
2. Panaskan dalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit sampai terbentuk
gel. 3.
pindahkan seluruh gel ke dalam labu takar 100 ml. Tepatkan sampai tanda tera dengan air.
4. pipet 5 ml larutan tersebut, masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambahkan
1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan Iod. 5.
Tepatkan sampai tanda tera dengan air, kocok, diamkan selama 20 menit. 6.
Ukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
7. Hitung kadar amilosa dalam sampel.
3.6.3 Prosedur Analisa Kadar Amilopektin
Universitas Sumatera Utara
39 Analisa kadar amilopektin dari pati biji alpukatdilakukan di Laboratorium Uji
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada dengan memanfaatkan metode gravimetri.
Kadar amilopektin ditentukan dengan perhitungan: amilopektin = pati - amilosa
3.6.4 Prosedur Analisa Kadar Air SNI-01-2891-1992
Analisa kadar air dari pati biji alpukat dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran dengan memanfaatkan metode
gravimetri. 1.
Timbang dengan seksama 1-2 gram sampel pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya untuk contoh berupa cairan, botol
timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir kwarsakertas saring berlipat. 2.
Keringkan pada oven suhu 105 C selama 3 jam.
3. Dinginkan dalam desikator.
4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.
5. Catat data pengamatan dalam loogbook analisis
6. Perhitungan :
Kadar air = W
1
W x 100 Dimana :
W = berat sampel sebelum dikeringkan g
W
1
= kehilangan berat setelah dikeringkan g
3.6.5 Prosedur Analisa Kadar Abu
Analisa kadar abu dari pati biji alpukatdilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dengan
memanfaatkan metode gravimetri. 1.
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin . 2.
Cawan yang berisi sampel dipijarkan diatas nyala api pembakar bunsen hingga tidak berasap lagi .
3. Kemudian dimasukkan kedalam furnace dengan suhu 650
o
C selama ± 12 jam.
Universitas Sumatera Utara
40 4.
Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya tetap.
Perhitungan :
3.6.6 Prosedur Analisa Kadar Lemak SNI-01-2891-1992
Analisa kadar lemak dari pati biji alpukat dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran dengan menggunakan
metode gravimetri untuk mendapatkan bobot lemak tetap pada saat penimbangan. 1.
Timbang dengan teliti 1 - 2 gram sampel dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas, kemudian sumbat selongsong yang berisi sampel dengan kapas.
2. Keringkan dalam oven pada suhu tidak lebih 80
o
C selama kurang lebih satu jam.
3. Masukkan selongsong dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu
lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. 4.
Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. 5.
Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pada suhu 105
o
C. 6.
Dinginkan dan timbang. 7.
Ulangi pengeringan hingga tercapai bobot tetap. 8.
Catat data pengamatan dalam logbook. 9.
Perhitungan : Lemak=
x 100
Dimana : W
= berat sampel W1
= berat lemak sebelum ekstraksi W2
= berat labu lemak sesudah ekstraksi
3.6.7 Prosedur Analisa Kadar Protein SNI-01-2891-1992
Analisa kadar protein dari pati biji alpukat dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
41 metode volumetri atau titrimetri yaitu teknik analisa dengan menambahkan volume
spesifik satu larutan pada larutan lain. 1. Timbang dengan teliti 0.51 gram sampel dalam labu kjeldahl 100 ml.
Tambahkan 2 gram selenium 5 dan 25 ml H
2
SO
4
pekat. 2. Panaskan diatas kompor listrik atau api pembakar sampai mendidih dan
larutan berubah menjadi warna jernih kehijauan sekitar 2 jam. 3. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukan ke dalam labu ukur 100 ml,
tepatkan sampai tanda batas. 4. Untuk menampung destilat, pipet 10 ml asam borat 2 masukkan kedalam
Erlenmeyer 250 ml, tambahkan 5 tetes indikator campuran. 5. Pipet 5 ml larutan hasil dekstruksi ke dalam alat destilasi protein tambahkan 5 ml
NaOH 42.8 dan akuades untuk membilas. 6. Destilasi selama kurang lebih 15 menit sampai destilat yang tertampung tidak
bersifat basa uji dengan menggunakan kertas lakmus. 7. Bilas ujung kondensor dengan air akuades.
8. Titrasi destilat dengan HCl 0.01 N. 9. Kerjakan penetapan blanko.
10.Catat data pengamatan dalam logbook 11.Perhitungan :
Kadar protein :
Dimana : W
= berat sampel V1
= volume HCl 0.01 N yang dipergunakan titrasi sampel V2
= volume HCl 0.01 N yang dipergunakan titrasi blanko N
= Normalitas HCl Fk
= faktor konversi protein
3.6.8 Prosedur Analisa
Morfologi Permukaan
Pati Biji
Alpukat DenganScanning Electron Microscope SEM
[71] Analisa dengan SEM ini dilakukan di Laboratorium Teradu USU.
Universitas Sumatera Utara
42 1.
Sampel serbuk pati ditempelkan pada set holder dengan perekat ganda.
2. Sampel dilapisi dengan logam tembaga dalam keadaan vakum.
3. Sampel dimasukkan pada tempatnya di dalam Scanning Electron Microscope
SEM.
4. Gambar topografi diamati dan dilakukan perbesaran 5000 kali dan 10000 kali.
3.6.9 Prosedur Analisa Profil Gelatinisasi Dengan Rapid Visco Analyzer RVA
Analisaprofil gelatinisasi dari pati biji alpukatdengan RVA dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas
Padjadjaran. 1.
Isi bak pendingin dengan akuades sampai tanda pada display muncul tanda bahwa air sudah cukup terisi.
2. Pasang kabel pada stop kontak, nyalakan alat dengan menekan tombol yang
berada di bagian belakang alat, nyalakan juga air pendingin. 3.
Atur temperature, time, pump, refrigerate. 4.
Jika semua parameter pengaturan sudah sesuai, tekan tombol ON sampai semua pengaturan posisi on perhatikan tanda di display.
5. Pilih menu STD 1 pada menu utama.
6. Pasang flashdisk pada alat RVA.
7. Timbang sampel sebanyak 3,5-4 gram sesuaikan dengan kandungan air
sampel dan masukan ke canister. 8.
Tambahkan akuades atau buffer sebanyak 25 gram sesuaikan dengan penimbangan sampel.
9. Simpan canister pada alat dan mulai pengukuran dengan menekan tombol
√, lalu tower sampel pada alat.
10. Alat akan memutar sampel dengan pemanasan pada 50 – 95
C selama ±23 menit.
11. Jika sudah selesai, grafik pengukuran bisa di lihat pada display, lalu pilih option save.
12. Saving data pada flashdisk.
Universitas Sumatera Utara
43
3.6.10 Prosedur Analisa Gugus Fungsi Pati Biji Alpukat Dengan Ft-Ir Fourier Transform Infrared
[7]
Analisa gugus fungsi dengan FT-IR dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
1. Sampel serbuk pati ditempatkan ke dalam set holder,kemudian dicari spektrum
yang sesuai.
2. Hasil yang di dapat berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang
dengan intensitas.
3. Spektrum FTIR di rekam menggunakan spektrometer pada suhu ruang.
3.7
PROSEDUR ANALISA BIOPLASTIK
3.7.1 Prosedur Pengujian Sifat Kekuatan Tarik [72]
Analisadensitas dari bioplastik dilakukan di Laboratorium Polimer, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
1. Sampel dipotong dengan ukuran 13 mm x 57 mm dengan tebal
≤ 7 mm. 2.
Pengujian dilakukan dengan cara menempatkan spesimen pada genggaman mesin uji.
3. Indikator ekstensi extensomer dipasang.
4. Alat pengukur regangan melintang dipasang.
5. Dilakukan pengukuran beban dan tegangan.
6. Kecepatan pengujian diatur sesuai dengan laju yang diperlukan.
7. Kurva tegangan-beban dicatat.
8. Selain itu dicatat pula nilai tegangan dan beban serta nilai tegangan dan beban
pada saat putus. 9.
Kuat tarik dihitungdengan menggunakan rumus berikut : Perhitungan : Kuat Tarik kgcm
2
=
Universitas Sumatera Utara
44
3.7.2 Prosedur Pengujian Perpanjangan Pada Saat Putus [72]
Analisadensitas dari bioplastik dilakukan di Laboratorium Polimer, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
1. Sampel dipotong dengan ukuran 13 mm x 57 mm dengan tebal
≤ 7 mm. 2.
Pengujian dilakukan dengan cara menempatkan spesimen pada genggaman mesin uji.
3. Indikator ekstensi extensomer dipasang.
4. Alat pengukur regangan melintang dipasang.
5. Dilakukan pengukuran beban dan tegangan.
6. Kecepatan pengujian diatur sesuai dengan laju yang diperlukan.
7. Kurva tegangan-beban dicatat.
8. Dicatat persen perpanjangan pada saat putus pada grafik dikali dengan 100.
3.7.3 Prosedur Analisa Ketahanan Terhadap Air [73]
Analisaketahanan terhadap air dari bioplastik dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
1. Dipotong plastik dengan diameter 50,8 mm dan tebal ± 0,18 mm dan ditimbang
berat sampel. 2.
Masukkan sampel plastik ke dalam wadah berisi air distilat dengan temperatur 23±1
o
C selama 24 jam. 3.
Setelah 24 jam, sampel diambil dan dibersihkan dengan menggunakan kain kering. Penyerapan air dihitung dengan rumus :
Perhitungan : Penyerapan air
3.7.4 Prosedur Analisa Densitas [74]
Analisadensitas dari bioplastik dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
1. Film dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm dengan tebal
≤ 7 mm, kemudian dihitung volumenya.
Universitas Sumatera Utara
45 2.
Potonganfilm ditimbang
dan rapat
massa film
ditentukan dengan
membagimassa dengan volumenya gcm
3
. Perhitungan : =
Dimana : ρ = densitas gcm
3
m = massa g v
= volume cm
3
3.7.5 Prosedur Analisa Morfologi Permukaan Bioplastik DenganScanning Electron Microscope SEM
Analisa dengan SEM ini dilakukan di Laboratorium Farmasi USU. 1.
Sampel yang diambil dari patahan bioplastik setelah uji kuat tarik ditempelkan
pada set holder dengan perekat ganda.
2. Sampel dilapisi dengan logam tembaga dalam keadaan vakum.
3. Sampel dimasukkan pada tempatnya di dalam Scanning Electron Microscope
SEM.
4. Gambar topografi diamati dan dilakukan perbesaran 5000 kali dan 10000 kali.
3.7.6 Prosedur Analisa Profil Gelatinisasi Dengan Rapid Visco Analyzer RVA
Profil gelatinisasi dari larutan pati dan asam asetat,larutan pati dengan penambahan asam asetat dan kitosan, dan larutan pati dengan
penambahan asam asetat, kitosan, dansorbitol, dianalisa dengan RVA dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjadjaran. 1.
Isi bak pendingin dengan akuades sampai tanda pada display muncul tanda bahwa air sudah cukup terisi.
2. Pasang kabel pada stop kontak, nyalakan alat dengan menekan tombol yang
berada di bagian belakang alat, nyalakan juga air pendingin. 3.
Atur temperature, time, pump, refrigerate. 4.
Jika semua parameter pengaturan sudah sesuai, tekan tombol ON sampai semua pengaturan posisi on perhatikan tanda di display
5. Pilih menu STD 1 pada menu utama
Universitas Sumatera Utara
46 6.
Pasang flashdisk pada alat RVA. 7.
Timbang sampel sebanyak 3,5-4 gram sesuaikan dengan kandungan air sampel dan masukan ke canister.
8. Tambahkan akuades atau buffer sebanyak 25 gram sesuaikan dengan
penimbangan sampel. 9.
Simpan canister pada alat dan mulai pengukuran dengan menekan tombol √,
lalu tower sampel pada alat. 10. Alat akan memutar sampel dengan pemanasan pada 50
– 95 C selama ±23
menit. 11. Jika sudah selesai, grafik pengukuran bisa di lihat pada display, lalu pilih
option save. 12. Saving data pada flashdisk.
3.7.7 Prosedur Analisa Gugus Fungsi Bioplastik Dengan Ft-Ir Fourier Transform Infrared
Analisa gugus fungsi dengan FT-IR dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
1. Sampel film plastik ditempatkan ke dalam set holder,kemudian dicari
spektrum yang sesuai.
2. Hasil yang di dapat berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang
dengan intensitas.
3. Spektrum FTIR di rekam menggunakan spektrometer pada suhu ruang.
Universitas Sumatera Utara
47
3.8
FLOWCHART UJI
3.8.1 FlowchartUji Kadar Air
Gambar 3.6 Flowchart Uji Kadar Air
3.8.2Flowchart Uji Kadar Abu
Gambar 3.7 Flowchart Uji Kadar Abu Sampel ditimbang seberat 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin
yang telahdikeringkan Dimasukkan ke dalamoven pada suhu 100 - 105
o
C selama 5 jam atau berat konstan Mulai
Setelah dingindimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang kemudian dihitung dengan rumus perhitungan kadar air.
Selesai
Sampel ditimbang seberat 2 gram dandimasukkan ke dalam cawan porselin yang telahdikeringkan
Lalu diabukan dalam furnace pada suhu 650
o
C ± 12 jam
Selesai Mulai
Setelah dingindimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang kemudian dihitung dengan rumus perhitungan kadar air.
Universitas Sumatera Utara
48
3.8.3Flowchart Analisa Densitas
Gambar 3.8 Flowchart Analisa Densitas
3.8.4Flowchart Analisa Penyerapan Air
Gambar 3.9 Flowchart Uji Penyerapan Air Mulai
Ditimbang film yang sudah dipotong kemudian dihitung dengan rumus analisa densitas
Dipotong film dengan ukuran berat tertentu
Dihitung volumenya
Selesai
Digunakan timbangan digital, mengukur berat sampel awal Wo dengan ukuran 2 x 2 cm
Lalu diisi dessicant pada desikator dengan aquadest Mulai
Masukkan sampel plastik ke dalam desikator
Selesai Setelah 24 jam, ambil dari desikator dan ditimbang berat akhir sampel W dan
dihitung dengan rumus analisa penyerapan air
Universitas Sumatera Utara
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL KARAKTERISTIK PATI DARI BIJI ALPUKAT
Pati yang digunakan pada penelitian pembuatan bioplastik ini adalah pati yang diekstrak dari biji alpukat. Dari hasil penelitian ini, rendemen pati diperoleh sebesar
24,20, dimana 100 gram biji alpukat menghasilkan pati sebanyak 24,20 gram. Pati biji alpukat tersebut kemudian dianalisa karakteristik komponen-komponen
penyusunnya yang disajikan pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Hasil KarakteristikPati Biji Alpukat
Komponen Pati Biji Alpukat Kadar
Standar Industri Indonesia
Pati amilum 67,6950
Min. 75 - Amilosa
32,4739 -
- Amilopektin 35,3212
- Air
1,087 Maks. 14
Abu 1,007
1,5 Lemak
1,86 -
Protein 10,44
-
4.1.1 Kadar Air
Tujuan pengujian kadar air terhadap pati adalah untuk mengetahui jumlah kadar air dalam pati sehingga hasil pengujian ini bisa dibandingkan dengan standar
untuk menghindari pertumbuhan mikroba.Adapun kadar air yang diperoleh dari pati biji alpukat sebanyak 1-2 gram yang diuji adalah sebesar 1,087. Berdasarkan
standar mutu pati menurut standar industri Indonesia, kadar air yang diizinkan adalah maksimal 14 [52]. Sedangkan berdasarkan komposisi 100 gram sampel kering biji
alpukat adalah 9,92±0,01 [77]. Jika dibandingkan dengan kadar air pati menurut standar industri Indonesia, kadar air pati biji alpukat telah memenuhi. Hal ini karena
semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar air semakin kecil [30]. Artinya telah
Universitas Sumatera Utara
50 terjadi pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan sebagai uap oleh
udara yang disebut pengeringan.Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun
serangga[27]. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15 [8].
4.1.2 Kadar Pati
Pengujian kadar pati bertujuan untuk mengetahui kadar pati biji alpukat. Adapun kadar pati yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah sebagai berikut sebesar
67,6950. Berdasarkan standar mutu pati menurut standar industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimal 75 [52].Jika dibandingkan dengan kadar pati
menurut standar industri Indonesia, kadar pati biji alpukat telah mendekati standar yang berlaku dengan selisih 7,305.
4.1.3 Kadar Amilosa dan Amilopektin
Pengujian kadar amilosa dan amilopektin bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar amilosa dan amilopektin dalam pati biji alpukat sehingga
peneliti dapat memperkirakan sifat-sifat fisika bioplastik dari pati biji alpukat yang akan diperoleh karena pati dengan kadar amilosa tinggi menghasilkan edible film
yang lentur dan kuat dan amilopektin mempengaruhi kestabilan edible film. Adapun kadar amilosa yang diperoleh dari pati biji alpukat sebesar 32,4739 sedangkan
kadar amilopektin adalah 35,3212. Komponen-komponen yang menyusun pati adalah amilosa dan amilopektin.Amilosa merupakan komponen pati yang
mempunyai rantai lurus dan larut dalam air. Amilosa terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan α-1,4-D-glukosa. Amilosa memberikan sifat
keras.Sedangkan amilopektin merupakan komponen pati yang mempunyai rantai cabang dan tidak larut dalam air, tetapi larut dalam butanol. Amilopektin
menyebabkan sifat lengket, tidak larut dalam air dingin. Amilopektin terdiri dari satuan glukosa yang b
ergabung melalui ikatan α-1,4-D-glukosa dan α-1,6-D- glukosa [3].
Universitas Sumatera Utara
51
4.1.4 Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan pangan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain
untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan [78].
Adapun kadar abu yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah sebagai berikut sebesar 1,007. Berdasarkan standar mutu pati menurut standar industri Indonesia,
kadar abu yang diizinkan adalah maksimal 1,5 [8].Jika dibandingkan dengan kadar abu pati menurut standar industri Indonesia, kadar abu pati biji alpukat telah
memenuhi.
4.1.5 Kadar Lemak
Pengujian kadar lemak bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak pada pati biji alpukat. Adapun kadar lemak yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah sebesar
1,86 . Kandungan lemak minimum dalam pati yang dapat ditoleransi adalah 0,03 [59].Jika dibandingkan dengan kadar lemak yang diperoleh, maka kadar pati biji
alpukat telah memenuhi karena telah melebihi kandungan lemak minimum pati sebesar 1,83.
4.1.6 Kadar Protein
Pengujian kadar protein ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam pati biji alpukat. Adapun kadar protein yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah
sebesar 10,44 .Protein mengandung karbon, hidrogen dan oksigen. Protein mengandung sekitar 16 nitrogen juga sulfur dan bahan lain seperti fosfor, besi dan
kobalt.Struktur dasar penyusun protein adalah asam amino[79].Persentase protein
minimum yang terkandung dalam biji alpukat yaitu sekitar 0,4 [59].
Pati yang digunakan berasal dari biji alpukat. Pati yang telah diekstrak diayak menghasilkan serbuk pati biji alpukat berwarna cokelat berukuran ±100 mesh.
Gambar 4.1 berikut ini merupakan gambar pati biji alpukat hasil ekstraksi.
Universitas Sumatera Utara
52 Gambar 4.1 Pati Biji Alpukat dengan Ukuran ±100 mesh
4.2
HASIL FOURIER TRANSFORM INFRA RED FTIR
4.2.1 Hasil Analisis FTIRPati Biji Alpukat, Kitosan, Bioplastik Tanpa Pengisi Kitosan dan PlasticizerSorbitol, Dan Bioplastik Dengan Pengisi Kitosan
Dan PlasticizerSorbitol
Hasil analisa FTIR Fourier Transform Infra Red dilakukan bertujuan
mengidentifikasi gugus
fungsi darikomponen-komponen
penyusun bioplastik dan bioplastik yang dihasilkan. Berikut ini merupakanhasil FTIR yang terdiri dari hasil analisa FTIR pati, kitosan,
bioplastik tanpa pengisi kitosan dan plasticizersorbitol, dan bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizersorbitolyang disajikan pada Gambar
4.2 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
53 Gambar 4.2 Hasil Analisa Fourier Transform Infra Red FTIR
Dari hasil FTIR senyawa pati biji alpukat dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3317,56cm
-1
yang menunjukkan keberadaan gugus OH alkohol H-bonded.Disamping itu, terdapat munculnya puncak serapan pada
bilangan gelombang 2935,66cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus C –H alkana
stretch. Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1643,35cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan
gugus C=O amida. Terlihat puncak serapan pada bilangan gelombang 1246,02cm
-1
, 1145,72 cm
-1
dan 1006,84 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan gugus C
–O eter.Menurut Lu et al 2012, spektrum infra merah pada pati biji alpukat terlihat adanya gugus O-H, C-H, dan C-O [81].
Dari hasil FTIR senyawa kitosan dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3452,58 cm
-1
yang menunjukkan keberadaan gugus N –H
yang simetris. Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1145,72 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan
gugus C-O ester. Menurut Kusumaningsih 2004, serapan khas kitosan terlihat pada bilangan gelombang 1629,7 cm
-1
menunjukkan getaran tekuk N-H dari amina - NH
2
. Pita serapan pada bilangan 1039,6 cm
-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus –C-
O- [83]. C-H
C-H
Universitas Sumatera Utara
54 Dari hasil FTIR senyawa bioplastik tanpa penambahan pengisi kitosan dan
plasticizer sorbitol dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan
gelombang 3587,60 cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus O –H alkohol. Adanya
puncak serapan pada bilangan gelombang 2947,23 cm
-1
dan 2870,08 cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus C
–H alkana dan C–H aldehida. Munculnya serapan pada bilangan gelombang 1681,93 cm
-1
yang menunjukkan adanya keberadaan gugus C=O amida. Terlihat pula serapan pada bilangan gelombang 1168,86 cm
-1
, 1118,71 cm
-1
, dan 1064,71 cm
-1
yang menunjukkan adanya keberadaan gugus C –
O.Munculnya gugus C=Oaldehida pada pati disebabkankarena terjadinya pemutusan rantaiglikosida membentuk gugus C=O aldehidadan gugus OH pada ujung amilosa
atau amilopektin yang terdapat pada pati [84].Bioplastik dengan bahan baku pati biji alpukat adalah contoh dari jenis bioplastik biodegradable dan bio-based termasuk
juga polihidroksialkanoat PHA. PHA merupakan poliester yang mempunyai beberapa gugus fungsi dominan seperti karbonil ester C=O, ikatan polimerik
–C-O- C-, -OH, -CH-, dan -CH
2
. Hasil identifikasi gugus fungsi yang terjadi pada bioplastik tanpa penambahan pengisi maupun plasticizeradalah timbulnya gugus fungsi
karbonil ester C=O, ikatan polimerik –C-O-C-, -OH, -CH-, dan -CH
2
yang merupakan gugus fungsi dominan PHA [85].
Dari hasil FTIR bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3533,59 cm
-1
yang menunjukkan keberadaan gugus OH. Disamping itu, terdapat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 2989,66 cm
-1
dan 2873,94 cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus C
–H alkana dan C–H aldehida. Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1685,79 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan gugus C=O. Adanya puncak
serapan pada bilangan gelombang 1172,72 cm
-1
dan 1118,71 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan gugus C
–O.
Terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 1593,20 cm
-1
pada produk bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol. Bilangan gelombang ini
menunjukkan keberadaan gugus NH yang merupakanserapan khas kitosan [83].Hal ini menunjukkan bahwa pengisi kitosan telah terdispersi dalam produk
bioplastik.Gugus N-H pada bioplastik dengan penambahan kitosan dan sorbitol
Universitas Sumatera Utara
55 memiliki bilangan gelombang yang lebih besar daripada bioplastik tanpa
penambahan kitosan dan sorbitol dimana ditemukan gugus N-H sebesar 1585,49 cm
- 1
. Plastizicer
adalah bahan yang ditambahkan ke dalam suatu bahan pembentuk film untuk meningkatkan fleksibilitasnya, karena dapat menurunkan gaya
intermolekuler sepanjang rantai polimernya, sehingga film akan lentur ketika dibengkokkan[37]. Salah satu contoh plasticizer adalah sorbitol.
Munculnya gugus C=Oaldehida pada pati disebabkankarena terjadinya pemutusan rantaiglikosida membentuk gugus C=O aldehidadan gugus OH pada
ujung amilosa atau amilopektin yang terdapat pada pati [84].Selain adanya gugus OH, adanya gugus fungsi lain yang terdapat didalam bioplastik seperti gugus fungsi
karbonil dan gugus fungsi ester. Adanya karakteristik gugus ini membuat plastik mudah terurai.Hal ini dikarenakan gugus fungsi karbonil dan ester merupakan gugus
yang bersifat hidrofilik sehingga molekul air dapat mengakibatkan mikroorganisme pada lingkungan memasuki matriks plastik tersebut [7].
Dari gambar 4.2 diperoleh spektrum bioplastik pati biji alpukat dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol berada diatas spektrum bioplastik pati biji
alpukat tanpaplasticizer sorbitol dan pengisi kitosan. Dari hasil analisa FT-IR pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terbentuk gugus O-H pada bilangan gelombang
3533,59 cm
-1
. Hal tersebut menunjukkan adanya interaksi antara pati biji alpukat, sorbitol sebagai plasticizer dengan kitosan sebagai penguat dengan terjadinya
perubahan gugus fungsi dan terbentuknya gugus O-H yang diperoleh dari hasil analisa FT-IR.
4.3
HASIL ANALISA RAPID VISCO ANALYZERRVA
4.3.1 Hasil AnalisaRVA Pati Biji Alpukatdan Bioplastik dengan Penambahan Kitosan dan Sorbitol
Universitas Sumatera Utara
56 Tujuan analisa Rapid Visco AnalyzerRVA adalah untuk mengetahui profil
gelatinasi dari pati biji alpukat dan bioplastik. Karakteristik ini berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan
pengadukan. Hasil RVA yang diperoleh disajikan pada gambar berikut :
Gambar 4.3 Profil Gelatinisasi Pati Biji Alpukat, Pati Biji Alpukatdengan Asam Asetat, Pati Biji Alpukat dengan Asam Asetat dan Kitosan, Pati Biji
Alpukat dengan Asam Asetat, Kitosan, dan Sorbitol yang Diukur dengan RVA
Data-data hasil analisa profil gelatinisasi pati biji alpukat yang diolah dari kurva RVA pada gambar 4.3di atas disajikan dalam tabel 4.2 di bawah ini, yaitu
mencakup nilai Pasting Temperature, Peak Viscosity, Hold Viscosity, Final Viscosity, Breakdown,
dan Setback 1.
Universitas Sumatera Utara
57 Tabel 4.2 Data Profil Gelatinisasi Pati Biji Alpukat Hasil Pengukuran RVA Rapid
Visco Analyzer
Parameter Hasil Analisis
Pati Biji Alpuk
at Bioplastik Pati Biji Alpukat
dengan Kitosan dan Sorbitol
Satuan
Pasting Temperature 85,17
95,05
o
C Peak Viscosity
3847 40
cP Hold Viscosity
3422 39
cP Final Viscosity
3625 63
cP Breakdown
425 1
cP Setback 1
203 24
cP
Temperatur awal gelatinisasi atau Pasting Time PT adalah temperatur pada saat mulai terjadinya peningkatan viskositas suspensi pati ketika dipanaskan. Suhu
awal gelatinisasi merupakan fenomena dari sifat fisik pati yang kompleks yang ditentukan oleh faktor-faktor, yaitu komposisi amilosaamilopektin dan keadaan
media pemanasan [89]. Viskositas optimum atau Peak ViscosityPV adalah parameter yang menunjukkan kemampuan granula pati untuk mengikat air dan
mempertahankan pembengkakan selama pemanasan [68].Hold Viscosity HV adalah viskositas yang mengalami penurunan akibat pembengkakan granula yang mencapai
maksimum sehingga mengakibatkan granula pecah dan berdifusi keluar. Final Viscosity
FV adalah viskositas akhir yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental setelah proses pemanasan. Breakdown viscosity adalah
viskositas selisih antara PV dan HV yang menyatakan kestabilan pasta terhadap pemanasan. Setback 1 yaitu selisih antara HV dengan FV yang menunjukkan
kemampuan pasta pati mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi.
Dari data hasil pengukuran RVA pati biji alpukat dijelaskan bahwa pati biji alpukat mulai mengalami gelatinisasi pada temperatur 85,17
o
C. Terdapat beberapa tahapan pada proses gelatinisasi. Tahap pertama, pati dalam air dingin akan
menyerap air sampai sekitar 5-30, proses ini bersifat reversible. Tahap kedua,
Universitas Sumatera Utara
58 akibat pemanasan yang diberikan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin
dalam granula pati mulai putus, sementara energi kinetik molekul air meningkat dan lebih kuat daripada daya tarik menarik antara molekul amilosa dan amilopektin,
sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati dan granula mulai mengembang. Proses penyerapan air ke dalam granula pati ini bersifat irreversible[90]. Pada proses
gelatinisasi tahap kedua ini dimana granula pati membengkak menyebabkan peningkatan yang cepat pada viskositas akan menghasilkan viskositas maksimum
yaitu Peak Viscosity PV [47]. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas pasta makin tinggi. Hasil pengukuran RVA pada penelitian ini, PV
pati biji alpukat adalah 3847 cP. Tahap ketiga gelatinisasi terjadi pengembangan granula lebih besar lagi dan
mencapai pengembangan maksimum hingga granula pecah dan menyebabkan bagian amilosa dan sedikit amilopektin berdifusi keluar granula dan terdispersi ke dalam
larutan [90]. Pecahnya struktur granula pati menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta menjadi rendah. Hal ini terjadi ketika pada proses
pengukuran dengan RVA, dimana ketika temperatur di pertahankan pada 85,17
o
C selama 2 menit setelah sebelumnya mencapai viskositas puncak terjadi penurunan
viskositas menjadi 3422 cP. Viskositas ini disebut hold viscosity HV. Perubahan viskositas selama pemanasan pada temperatur konstan ini menunjukkan kestabilan
viskositas terhadap pemanasan [67]. Selisih nilai antara PV dan HV adalah nilai viskositas breakdown
425 cP. Semakin rendah nilai breakdown menunjukkan pasta yang terbentuk semakin stabil terhadap panas [91]. Pada saat penurunan suhu,
viskositas pasta pati kembali meningkat akibat terbentuknya kembali ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin [67]. Viskositas hasil pengukuran dengan RVA
meningkat menjadi 3625 cP. Viskositas ini disebut viskositas pasta dingin atau Final Viscosity
FV. Final viscosity atau viskositas akhir menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan
[92]. Perubahan viskositas selama pendinginan ini disebut setback 1 yaitu selisih antara HV dengan FV, yaitu sebesar 203 cP. Adanya nilai setback ini menunjukkan
kemampuan pasta pati mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi [67]. Molekul-molekul amilosa akan
Universitas Sumatera Utara
59 berikatan kembali satu sama lain dengan percabangan amilopektin di luar granula
setelah pasta didinginkan [92]. Schoch dan Maywald 1968 [93] menggolongkan pati dalam beberapa tipe
berdasarkan sifat amilografi. Pati tipe A memiliki pembengkakan yang besardengan viskositas
puncak yang
tinggi diikuti
oleh pengenceran
yang cepat
selamapemanasan, viskositas breakdown yang tinggi, serta viskositas pasta dingin yang lebih rendah dari viskositas puncak. Pati tipe B memiliki pembengkakan yang
sedang dengan viskositas pastayang lebih rendah dan lebih tidak encer. Pati tipe C memiliki pembengkakanterbatas dan cenderung tidak memiliki puncak viskositas,
tetapi viskositasnyayang tinggi tetap dipertahankan atau meningkat selama pemanasan [94]. Berdasarkan penggolongan di atas, pati biji alpukat yang diekstraski
dalam penelitian ini termasuk ke dalam pasta pati golongan pati A karena memiliki viskositas puncak yang besar 3847 cP, viskositas breakdown yang cukup tinggi 425
cP, dan viskositas dingin yang lebih rendah 3625 cP. Pada tabel 4.2 di atas juga disajikan nilai-nilai hasil RVA yang diperoleh dari
RVA bioplastik dari pati biji alpukat dengan penambahan kitosan dan plasticizer
sorbitol. Temperatur awal gelatinasipati biji alpukat yaitu 95,05
o
C. Viskositas optimum atau Peak ViscosityPV dari bioplastik pati biji alpukatyang
menunjukkan kemampuan granula pati dalam bioplastik untuk mengikat air dan mempertahankan pembengkakan selama pemanasan adalah 40 cP. Nilai ini sangat
kecil sekali yang berarti larutan bioplastik sangat encer. Komponen air yang digunakan pada penelitian pembuatan bioplastik ini memang cukup banyak yaitu pati
: aquades H
2
O = 1 : 20. Hal ini yang diduga menyebabkan larutan bioplastik sangat encer. Hold Viscosity HV dari bioplastik pati biji alpukat yang menunjukkan
penurunan viskositas akibat pembengkakan granula pati yang mencapai maksimum di dalam larutan bioplastik adalah 39 cP. Ini berarti tidak terjadi penurunan viskositas
yang sangat signifikan. Final ViscosityFV dari bioplastik pati biji alpukatyang menunjukkan viskositas akhirnyasaat kembali membentuk pasta kental setelah proses
pemanasan adalah 63 cP. Ini menunjukkan bahwa larutan telah sedikit lebih kental dari awal proses gelatinisasi. Breakdown viscosity bioplastik dari pati biji
alpukatyang menyatakan kestabilan pasta terhadap pemanasan adalah 1 cP. Semakin rendah nilai breakdown menunjukkan pasta yang terbentuk semakin stabil terhadap
Universitas Sumatera Utara
60 panas [91].Setback 1 bioplastik dari pati biji alpukatyang menunjukkan kemampuan
pasta mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi saat dalam proses pembuatan bioplastik adalah sebesar
24 cP.
4.4 PENGARUH PENAMBAHAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZERSORBITOL
TERHADAP DENSITAS
DENSITY BIOPLASTIK DARI PATI BIJI ALPUKAT
Gambar 4.4 a, b, dan cberikut ini merupakan grafik pengaruh penambahan pengisi kitosan dan plasticizer sobitol terhadap densitas
bioplastik pada berbagai temperatur pemanasan larutan bioplastik.
b a
Universitas Sumatera Utara
61 Gambar 4.4 Pengaruh Penambahan Kitosan danPlasticizer Sorbitol Terhadap
Densitas Density Bioplastik Pada Temperatur a 90 °C, b 85 °C, dan c 80 °C
Gambar 4.4 a, b, dan c diatas menunjukkan hubungan penambahan kitosan dan plasticizer sorbitol terhadap densitas bioplastik pada variasi temperatur
pemanasan yang dilakukan dalam penelitian ini. Dari ketiga gambar di atas dapat dilihat nilai densitas bioplastik tertinggi pada masing-masing temperatur pemanasan,
yaitu 80
o
C, 85
o
C dan 90
o
C, adalah pada penambahan kitosan 3 gram dan sorbitol0,2mlg yaitu berturut-turut sebesar 2,375gramml, 2,632gramml, dan
1,786gramml, sedangkan nilai densitas terendah pada masing-masing temperatur pemanasan adalah pada penambahan kitosan 1 gram dan sorbitol0,4 mlg yaitu
berturut-turut sebesar 0,909gramml, 1gramml, dan 0,694gramml.Pada energi yang lebih besar ikatan intermolekuler dapat terputus, sehingga dapat mengurangi densitas
bioplastik.Dari gambar 4.4 a, b, dan c dapat diketahui bahwa energi yang besar terjadi pada suhu 90
o
C. Dari hasil penelitian inidiperoleh bahwabertambahnya penggunaan pengisi
kitosan maka densitas bioplastik yang dihasilkansemakin meningkat. Ini dikarenakan penambahan kitosan dalam pembuatan bioplastik meningkatkan ikatan hidrogen
yang menyebabkan ikatan dalam bioplastik akan semakin kuat sehingga produk yang dihasilkan memiliki kerapatan yang semakin baik pula. Kerapatan merupakan sifat
fisik suatu polimer.Kerapatan suatu bahan berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut.Semakin tinggi kerapatan suatu bahan maka semakin kuat bahan yang
dihasilkan [82] yang berarti meningkatkan sifat mekanik bahan tersebutsehingga film plastik yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik yang baik.Densitas bioplastik ini
dapat didukung oleh hasil Scanning Electron Microscope SEM bioplastik dari pati c
Universitas Sumatera Utara
62 biji alpukat dengan penambahan kitosan dan sorbitol yang sebelumnya disajikan
pada gambar 4.10 dimana hasil SEM menunjukkan bahwa bioplastik yang dihasilkan memiliki struktur ikatan yang baik, tidak ditemukan adanya gelembung udara void,
dan komponen-komponen penyusun bioplastik tersebut terlihat tercampur dengan cukup baik dan merata. Hal ini mendukung kualitas bioplastik yang dihasilkan
memiliki kerapatan atau densitas yang cukup tinggi. Apabila kita meninjau dari penggunaan sorbitol bahwa semakin tinggi
penambahan konsentrasi pemlastis maka densitas bioplastik yang dihasilkan semakin rendah.Hal itu diduga disebabkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen pada saat
penambahan pemlastis.Ikatan hidrogen menyebabkan struktur rantai polimer semakin berongga. Semakin banyak pemlastis yang ditambahkan, semakin banyak
ikatan hidrogen yang terbentuk maka struktur polimer semakin berongga, ruangan di antara molekul-molekul akan menjadi lebih besar, sehingga volume bertambah dan
densitas pun berkurang [99]
4.5 PENGARUH PENAMBAHAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZERSORBITOL TERHADAP PENYERAPAN AIR