21
2.9 METODE PEMBUATAN BIOPLASTIK
Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu:
1. Pencampuran blending antara polimer plastik dengan pati, dimana pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah
tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun plastik konvensional polietilen. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan
extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi high speed mixer yang
dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik. 2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati,
metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati.
3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomerpolimer plastik biodegradabel [49].
Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini merujuk pada metode Weiping Band 2005 [50]. Proses pencampuran antara pati,
pengisi dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk. Pencampuran yang dilakukan dapat menggunakan stirrer dengan pemanasan
menggunakan water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer. Campuran yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian
dicetak dan dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60
o
C. Pengeringan dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan,
waktu yang digunakan yaitu ±24 jam [7].
2.10 KARAKTERISTIK PATI
Beberapa analisakarakteristik yang dilakukan pada bioplastik adalah sebagai berikut.
2.10.1 Analisa Kadar Pati
Pati penting dalam makanan terutama yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan memperlihatkan sifat-sifatnya, pati terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian
Universitas Sumatera Utara
22 sebagai karakteristik granula pati, pati tidak manis, pati tidak dapat larut dengan
mudah dalam air dingin, pati berbentuk pasta dan gel di dalam air panas, pati menyediakan cadangan sumber energi dalam tumbuh-tumbuhan dan persediaan
energi dalam bentuk nutrisi [51]. Berdasarkan standar mutu pati menurut standar industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimum 75 [52]. Kadar pati
yang terkandung dalam umbi-umbian dipengaruhi oleh umur panen optimumnya, dimana semakin cepat atau semakin lama tanaman dipanen dari umur panen
optimum semakin rendah kadar pati umbinya. Kemudian secara umum kadar pati juga dipengaruhi oleh tingkat kemurnian pati saat proses ekstraksi dari sumbernya,
karena semakin banyak campuran seperti serat, pasirkotoran yang terikut, semakin rendah kadar patinya per satuan berat [53].
2.10.2 Analisa Kadar Amilosa dan Amilopektin
Pati memiliki komponen penyusun utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Kedua fraksi ini dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang terlarut disebut
amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Struktur amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket [49].
Amilosa merupakan bagian dari granula pati yang dalam proses gelatinasi mengalami proses pembengkakan oleh adanya air dan panas sehingga amilosa
berdifusi keluar dari granula dan membentuk gel [54].
2.10.3 Analisa Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Penurunan jumlah air dapat mengurangi laju
kerusakan bahan pangan akibat proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih lama.
Kadar air perlu ditetapkan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin besar pula kemungkinan bahan
tersebut rusak atau tidak tahan lama. Proses pengeringan sangat berpengaruh terhadap kadar air yang dihasilkan. Pengeringan pada pati mempunyai tujuan untuk
mengurangi kadar air sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada pati dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba
Universitas Sumatera Utara
23 masih dapat tumbuh adalah 14-15 [55]. Pada waktu pengeringan, berbagai
senyawa yang dapat menimbulkan bau khas seperti alkohol, aldehid, dan keton akan hilang karena bersifat volatil [9].
2.10.4 Kadar Abu