51
4.1.4 Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan pangan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain
untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan [78].
Adapun kadar abu yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah sebagai berikut sebesar 1,007. Berdasarkan standar mutu pati menurut standar industri Indonesia,
kadar abu yang diizinkan adalah maksimal 1,5 [8].Jika dibandingkan dengan kadar abu pati menurut standar industri Indonesia, kadar abu pati biji alpukat telah
memenuhi.
4.1.5 Kadar Lemak
Pengujian kadar lemak bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak pada pati biji alpukat. Adapun kadar lemak yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah sebesar
1,86 . Kandungan lemak minimum dalam pati yang dapat ditoleransi adalah 0,03 [59].Jika dibandingkan dengan kadar lemak yang diperoleh, maka kadar pati biji
alpukat telah memenuhi karena telah melebihi kandungan lemak minimum pati sebesar 1,83.
4.1.6 Kadar Protein
Pengujian kadar protein ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam pati biji alpukat. Adapun kadar protein yang diperoleh dari pati biji alpukat adalah
sebesar 10,44 .Protein mengandung karbon, hidrogen dan oksigen. Protein mengandung sekitar 16 nitrogen juga sulfur dan bahan lain seperti fosfor, besi dan
kobalt.Struktur dasar penyusun protein adalah asam amino[79].Persentase protein
minimum yang terkandung dalam biji alpukat yaitu sekitar 0,4 [59].
Pati yang digunakan berasal dari biji alpukat. Pati yang telah diekstrak diayak menghasilkan serbuk pati biji alpukat berwarna cokelat berukuran ±100 mesh.
Gambar 4.1 berikut ini merupakan gambar pati biji alpukat hasil ekstraksi.
Universitas Sumatera Utara
52 Gambar 4.1 Pati Biji Alpukat dengan Ukuran ±100 mesh
4.2
HASIL FOURIER TRANSFORM INFRA RED FTIR
4.2.1 Hasil Analisis FTIRPati Biji Alpukat, Kitosan, Bioplastik Tanpa Pengisi Kitosan dan PlasticizerSorbitol, Dan Bioplastik Dengan Pengisi Kitosan
Dan PlasticizerSorbitol
Hasil analisa FTIR Fourier Transform Infra Red dilakukan bertujuan
mengidentifikasi gugus
fungsi darikomponen-komponen
penyusun bioplastik dan bioplastik yang dihasilkan. Berikut ini merupakanhasil FTIR yang terdiri dari hasil analisa FTIR pati, kitosan,
bioplastik tanpa pengisi kitosan dan plasticizersorbitol, dan bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizersorbitolyang disajikan pada Gambar
4.2 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
53 Gambar 4.2 Hasil Analisa Fourier Transform Infra Red FTIR
Dari hasil FTIR senyawa pati biji alpukat dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3317,56cm
-1
yang menunjukkan keberadaan gugus OH alkohol H-bonded.Disamping itu, terdapat munculnya puncak serapan pada
bilangan gelombang 2935,66cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus C –H alkana
stretch. Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1643,35cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan
gugus C=O amida. Terlihat puncak serapan pada bilangan gelombang 1246,02cm
-1
, 1145,72 cm
-1
dan 1006,84 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan gugus C
–O eter.Menurut Lu et al 2012, spektrum infra merah pada pati biji alpukat terlihat adanya gugus O-H, C-H, dan C-O [81].
Dari hasil FTIR senyawa kitosan dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3452,58 cm
-1
yang menunjukkan keberadaan gugus N –H
yang simetris. Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1145,72 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan
gugus C-O ester. Menurut Kusumaningsih 2004, serapan khas kitosan terlihat pada bilangan gelombang 1629,7 cm
-1
menunjukkan getaran tekuk N-H dari amina - NH
2
. Pita serapan pada bilangan 1039,6 cm
-1
menunjukkan vibrasi ulur gugus –C-
O- [83]. C-H
C-H
Universitas Sumatera Utara
54 Dari hasil FTIR senyawa bioplastik tanpa penambahan pengisi kitosan dan
plasticizer sorbitol dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan
gelombang 3587,60 cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus O –H alkohol. Adanya
puncak serapan pada bilangan gelombang 2947,23 cm
-1
dan 2870,08 cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus C
–H alkana dan C–H aldehida. Munculnya serapan pada bilangan gelombang 1681,93 cm
-1
yang menunjukkan adanya keberadaan gugus C=O amida. Terlihat pula serapan pada bilangan gelombang 1168,86 cm
-1
, 1118,71 cm
-1
, dan 1064,71 cm
-1
yang menunjukkan adanya keberadaan gugus C –
O.Munculnya gugus C=Oaldehida pada pati disebabkankarena terjadinya pemutusan rantaiglikosida membentuk gugus C=O aldehidadan gugus OH pada ujung amilosa
atau amilopektin yang terdapat pada pati [84].Bioplastik dengan bahan baku pati biji alpukat adalah contoh dari jenis bioplastik biodegradable dan bio-based termasuk
juga polihidroksialkanoat PHA. PHA merupakan poliester yang mempunyai beberapa gugus fungsi dominan seperti karbonil ester C=O, ikatan polimerik
–C-O- C-, -OH, -CH-, dan -CH
2
. Hasil identifikasi gugus fungsi yang terjadi pada bioplastik tanpa penambahan pengisi maupun plasticizeradalah timbulnya gugus fungsi
karbonil ester C=O, ikatan polimerik –C-O-C-, -OH, -CH-, dan -CH
2
yang merupakan gugus fungsi dominan PHA [85].
Dari hasil FTIR bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3533,59 cm
-1
yang menunjukkan keberadaan gugus OH. Disamping itu, terdapat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 2989,66 cm
-1
dan 2873,94 cm
-1
yang merupakan keberadaan gugus C
–H alkana dan C–H aldehida. Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 1685,79 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan gugus C=O. Adanya puncak
serapan pada bilangan gelombang 1172,72 cm
-1
dan 1118,71 cm
-1
yang didukung dengan munculnya puncak serapan menunjukkan adanya keberadaan gugus C
–O.
Terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 1593,20 cm
-1
pada produk bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol. Bilangan gelombang ini
menunjukkan keberadaan gugus NH yang merupakanserapan khas kitosan [83].Hal ini menunjukkan bahwa pengisi kitosan telah terdispersi dalam produk
bioplastik.Gugus N-H pada bioplastik dengan penambahan kitosan dan sorbitol
Universitas Sumatera Utara
55 memiliki bilangan gelombang yang lebih besar daripada bioplastik tanpa
penambahan kitosan dan sorbitol dimana ditemukan gugus N-H sebesar 1585,49 cm
- 1
. Plastizicer
adalah bahan yang ditambahkan ke dalam suatu bahan pembentuk film untuk meningkatkan fleksibilitasnya, karena dapat menurunkan gaya
intermolekuler sepanjang rantai polimernya, sehingga film akan lentur ketika dibengkokkan[37]. Salah satu contoh plasticizer adalah sorbitol.
Munculnya gugus C=Oaldehida pada pati disebabkankarena terjadinya pemutusan rantaiglikosida membentuk gugus C=O aldehidadan gugus OH pada
ujung amilosa atau amilopektin yang terdapat pada pati [84].Selain adanya gugus OH, adanya gugus fungsi lain yang terdapat didalam bioplastik seperti gugus fungsi
karbonil dan gugus fungsi ester. Adanya karakteristik gugus ini membuat plastik mudah terurai.Hal ini dikarenakan gugus fungsi karbonil dan ester merupakan gugus
yang bersifat hidrofilik sehingga molekul air dapat mengakibatkan mikroorganisme pada lingkungan memasuki matriks plastik tersebut [7].
Dari gambar 4.2 diperoleh spektrum bioplastik pati biji alpukat dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol berada diatas spektrum bioplastik pati biji
alpukat tanpaplasticizer sorbitol dan pengisi kitosan. Dari hasil analisa FT-IR pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terbentuk gugus O-H pada bilangan gelombang
3533,59 cm
-1
. Hal tersebut menunjukkan adanya interaksi antara pati biji alpukat, sorbitol sebagai plasticizer dengan kitosan sebagai penguat dengan terjadinya
perubahan gugus fungsi dan terbentuknya gugus O-H yang diperoleh dari hasil analisa FT-IR.
4.3
HASIL ANALISA RAPID VISCO ANALYZERRVA
4.3.1 Hasil AnalisaRVA Pati Biji Alpukatdan Bioplastik dengan Penambahan Kitosan dan Sorbitol
Universitas Sumatera Utara
56 Tujuan analisa Rapid Visco AnalyzerRVA adalah untuk mengetahui profil
gelatinasi dari pati biji alpukat dan bioplastik. Karakteristik ini berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan
pengadukan. Hasil RVA yang diperoleh disajikan pada gambar berikut :
Gambar 4.3 Profil Gelatinisasi Pati Biji Alpukat, Pati Biji Alpukatdengan Asam Asetat, Pati Biji Alpukat dengan Asam Asetat dan Kitosan, Pati Biji
Alpukat dengan Asam Asetat, Kitosan, dan Sorbitol yang Diukur dengan RVA
Data-data hasil analisa profil gelatinisasi pati biji alpukat yang diolah dari kurva RVA pada gambar 4.3di atas disajikan dalam tabel 4.2 di bawah ini, yaitu
mencakup nilai Pasting Temperature, Peak Viscosity, Hold Viscosity, Final Viscosity, Breakdown,
dan Setback 1.
Universitas Sumatera Utara
57 Tabel 4.2 Data Profil Gelatinisasi Pati Biji Alpukat Hasil Pengukuran RVA Rapid
Visco Analyzer
Parameter Hasil Analisis
Pati Biji Alpuk
at Bioplastik Pati Biji Alpukat
dengan Kitosan dan Sorbitol
Satuan
Pasting Temperature 85,17
95,05
o
C Peak Viscosity
3847 40
cP Hold Viscosity
3422 39
cP Final Viscosity
3625 63
cP Breakdown
425 1
cP Setback 1
203 24
cP
Temperatur awal gelatinisasi atau Pasting Time PT adalah temperatur pada saat mulai terjadinya peningkatan viskositas suspensi pati ketika dipanaskan. Suhu
awal gelatinisasi merupakan fenomena dari sifat fisik pati yang kompleks yang ditentukan oleh faktor-faktor, yaitu komposisi amilosaamilopektin dan keadaan
media pemanasan [89]. Viskositas optimum atau Peak ViscosityPV adalah parameter yang menunjukkan kemampuan granula pati untuk mengikat air dan
mempertahankan pembengkakan selama pemanasan [68].Hold Viscosity HV adalah viskositas yang mengalami penurunan akibat pembengkakan granula yang mencapai
maksimum sehingga mengakibatkan granula pecah dan berdifusi keluar. Final Viscosity
FV adalah viskositas akhir yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental setelah proses pemanasan. Breakdown viscosity adalah
viskositas selisih antara PV dan HV yang menyatakan kestabilan pasta terhadap pemanasan. Setback 1 yaitu selisih antara HV dengan FV yang menunjukkan
kemampuan pasta pati mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi.
Dari data hasil pengukuran RVA pati biji alpukat dijelaskan bahwa pati biji alpukat mulai mengalami gelatinisasi pada temperatur 85,17
o
C. Terdapat beberapa tahapan pada proses gelatinisasi. Tahap pertama, pati dalam air dingin akan
menyerap air sampai sekitar 5-30, proses ini bersifat reversible. Tahap kedua,
Universitas Sumatera Utara
58 akibat pemanasan yang diberikan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin
dalam granula pati mulai putus, sementara energi kinetik molekul air meningkat dan lebih kuat daripada daya tarik menarik antara molekul amilosa dan amilopektin,
sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati dan granula mulai mengembang. Proses penyerapan air ke dalam granula pati ini bersifat irreversible[90]. Pada proses
gelatinisasi tahap kedua ini dimana granula pati membengkak menyebabkan peningkatan yang cepat pada viskositas akan menghasilkan viskositas maksimum
yaitu Peak Viscosity PV [47]. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas pasta makin tinggi. Hasil pengukuran RVA pada penelitian ini, PV
pati biji alpukat adalah 3847 cP. Tahap ketiga gelatinisasi terjadi pengembangan granula lebih besar lagi dan
mencapai pengembangan maksimum hingga granula pecah dan menyebabkan bagian amilosa dan sedikit amilopektin berdifusi keluar granula dan terdispersi ke dalam
larutan [90]. Pecahnya struktur granula pati menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta menjadi rendah. Hal ini terjadi ketika pada proses
pengukuran dengan RVA, dimana ketika temperatur di pertahankan pada 85,17
o
C selama 2 menit setelah sebelumnya mencapai viskositas puncak terjadi penurunan
viskositas menjadi 3422 cP. Viskositas ini disebut hold viscosity HV. Perubahan viskositas selama pemanasan pada temperatur konstan ini menunjukkan kestabilan
viskositas terhadap pemanasan [67]. Selisih nilai antara PV dan HV adalah nilai viskositas breakdown
425 cP. Semakin rendah nilai breakdown menunjukkan pasta yang terbentuk semakin stabil terhadap panas [91]. Pada saat penurunan suhu,
viskositas pasta pati kembali meningkat akibat terbentuknya kembali ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin [67]. Viskositas hasil pengukuran dengan RVA
meningkat menjadi 3625 cP. Viskositas ini disebut viskositas pasta dingin atau Final Viscosity
FV. Final viscosity atau viskositas akhir menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan
[92]. Perubahan viskositas selama pendinginan ini disebut setback 1 yaitu selisih antara HV dengan FV, yaitu sebesar 203 cP. Adanya nilai setback ini menunjukkan
kemampuan pasta pati mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi [67]. Molekul-molekul amilosa akan
Universitas Sumatera Utara
59 berikatan kembali satu sama lain dengan percabangan amilopektin di luar granula
setelah pasta didinginkan [92]. Schoch dan Maywald 1968 [93] menggolongkan pati dalam beberapa tipe
berdasarkan sifat amilografi. Pati tipe A memiliki pembengkakan yang besardengan viskositas
puncak yang
tinggi diikuti
oleh pengenceran
yang cepat
selamapemanasan, viskositas breakdown yang tinggi, serta viskositas pasta dingin yang lebih rendah dari viskositas puncak. Pati tipe B memiliki pembengkakan yang
sedang dengan viskositas pastayang lebih rendah dan lebih tidak encer. Pati tipe C memiliki pembengkakanterbatas dan cenderung tidak memiliki puncak viskositas,
tetapi viskositasnyayang tinggi tetap dipertahankan atau meningkat selama pemanasan [94]. Berdasarkan penggolongan di atas, pati biji alpukat yang diekstraski
dalam penelitian ini termasuk ke dalam pasta pati golongan pati A karena memiliki viskositas puncak yang besar 3847 cP, viskositas breakdown yang cukup tinggi 425
cP, dan viskositas dingin yang lebih rendah 3625 cP. Pada tabel 4.2 di atas juga disajikan nilai-nilai hasil RVA yang diperoleh dari
RVA bioplastik dari pati biji alpukat dengan penambahan kitosan dan plasticizer
sorbitol. Temperatur awal gelatinasipati biji alpukat yaitu 95,05
o
C. Viskositas optimum atau Peak ViscosityPV dari bioplastik pati biji alpukatyang
menunjukkan kemampuan granula pati dalam bioplastik untuk mengikat air dan mempertahankan pembengkakan selama pemanasan adalah 40 cP. Nilai ini sangat
kecil sekali yang berarti larutan bioplastik sangat encer. Komponen air yang digunakan pada penelitian pembuatan bioplastik ini memang cukup banyak yaitu pati
: aquades H
2
O = 1 : 20. Hal ini yang diduga menyebabkan larutan bioplastik sangat encer. Hold Viscosity HV dari bioplastik pati biji alpukat yang menunjukkan
penurunan viskositas akibat pembengkakan granula pati yang mencapai maksimum di dalam larutan bioplastik adalah 39 cP. Ini berarti tidak terjadi penurunan viskositas
yang sangat signifikan. Final ViscosityFV dari bioplastik pati biji alpukatyang menunjukkan viskositas akhirnyasaat kembali membentuk pasta kental setelah proses
pemanasan adalah 63 cP. Ini menunjukkan bahwa larutan telah sedikit lebih kental dari awal proses gelatinisasi. Breakdown viscosity bioplastik dari pati biji
alpukatyang menyatakan kestabilan pasta terhadap pemanasan adalah 1 cP. Semakin rendah nilai breakdown menunjukkan pasta yang terbentuk semakin stabil terhadap
Universitas Sumatera Utara
60 panas [91].Setback 1 bioplastik dari pati biji alpukatyang menunjukkan kemampuan
pasta mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi saat dalam proses pembuatan bioplastik adalah sebesar
24 cP.
4.4 PENGARUH PENAMBAHAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZERSORBITOL