lagi antara pendidikan dan kebudayaan yang dulu pada saat orde baru sempat cenderung dipisahkan sehingga menyebabkan adanya pemutusan
rantai budaya antara generasi tua dengan generasi muda. Jadi upacara religi tersebut dapat sebagai saluran transformasi pesan-pesan tertentu
pada masyarakat berkaitan dengan kebudayaan khususnya Jawa. Nilai riligiositas yang terlihat dominan pada upacara hari raya Saraswati tersebut
berarti bahwa pandangan ritual diarahkan pada penyebaran pesan kepada masyarakat tentang tindakan yang dipengaruhi oleh informasi pewarisan
dan keyakinan bersama. Karena budaya Jawa merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang dapat dijadikan acuan bagi sikap dan perilaku orang
Jawa dalam hidup sehari-hari.
4. Tahapan dan Unsur-unsur Upacara Religi Saraswati
Upacara ini diselenggarakan pagi hari atau sebelum siang hari. Sebelum upacara Saraswati dan sebelum kelewat tengah hari umat Hindu
tidak diperkenankan membaca atau menulis. Bagi masyarakat yang melaksanakan Brata Saraswati secara penuh tidak diperkenankan
membaca dan menulis selama 24 jam. Seluruh umat melaksanakan secara serentak meskipun tempat yaitu Pura berlainan. Untuk masyarakat Ceto,
upacara dilaksanakan di pelataran Candi Ceto. Unsur-unsur dalam pelaksanaan upacara meliputi:
a. Upakara
Upakara yang dimaksud adalah sarana ”ubarampe” orang Jawa menyebutnya yang dipakai dalam upacara ritual. Biasanya persiapan
ini dilakukan secara bersama-sama ”ngayah” istilah dalam agama Hindu. Upakara ini meliputi:
1. Canang Kata canang berasal dari bahasa Jawa kuno yang pada
mulanya berarti sirih untuk disuguhkan kepada tamu yang sangat dihormati. Canang mengandung arti dan makna perjuangan hidup
manusia dengan selalu memohon bantuan dan perlindungan Tuhan yang Maha Esa, untuk dapat menciptakan, memelihara, dan
meniadakan yang patut diciptakan, dipelihara dan ditiadakan demi suksesnya
cita-cita hidup
manusia berupa
kebahagiaanWiana,1999. Dalam setiap persembahyangan, canang inilah merupakan
sarana yang terpenting. Seperti yang diungkapkan Sri Suwarni, penduduk Ceto, ”Canang niki penting mbak, karena merupakan
sarana yang dipakai sarana persembahan kepada Tuhan. Isinya, bumbon bumbu-red dapur, tumpeng panca warna. Cokbakal
mbak biasane”. Unsur pokok daripada canang Wiana, 1999 adalah
- Porosan, yang terdiri dari pinang kapur yang dibungkus dengan sirih.
- Plawa, yaitu daun-daunan, merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang ening dan suci.
- Bunga, yaitu lambang keiklasan yang benar-benar tulus datang dari lubuk hati yang terdalam dan tersuci.
- Jejahitan, reringgitan, dan tetuwasan, adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
2. Bunga dan kewangen Bunga dan kawangen adalah lambang kesucian. Sebagai sarana
sembahyang, kita memerlukan yang terbaik, yaitu bunga yang segar, bersih dan harum. Jika tidak ada kawangen dapat diganti
dengan bunga. Kewangen dibuat dari daun pisang atau janur yang berbentuk
kojong. Di dalamnya diisi perlengkapan berupa daun-daunan, hiasan dari rangkaian janur yang disebut sampian kewangen,
bunga, uang kepeng dan porosan dua potong daun sirih yang diisi kapur dan pinang, diatur sedemikian rupa sehingga bila digulung
akan tampak bolak-balik, yaitu yang satu potong tampak bagian perutnya dan satu bagian lagi tampak bagian punggungnya
3. Tirtha Tirtha adalah air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu
cara tertentu. Pada umumnya tirtha itu diperoleh melalui dua cara, yaitu:
- Dengan cara memohon di hadapan palinggih Ida Bhatara melalui upacara tertentu. Tirtha yang diperoleh dengan cara ini
pada umumnya disebut orang tirtha wangsuh pada atau banyun cokor
- Dengan cara membuat ngareka yang dilakukan dengan mengucapkan puja-mantra tertentu, oleh beliau yang memiliki
wewenang untuk itu. Tirtha yang diperoleh dengan cara ini antara lain adalah: tirtha panglukatan, tirtha prayascita, tirtha
durmanggala dan sebagainya, dan juga tirtha-tirtha untuk pamuput upacara yadnya, seperti tirtha pangentas, tirtha
panembak dan sebagainya. 4. Bija
Wija atau bija adalah biji beras yang dicuci dengan air bersih atau air cendana. Kadangkala juga dicampur kunyit Curcuma
Domestica VAL sehingga berwarna kuning, maka disebutlah bija kuning. Bila dapat supaya diusahakan beras galih yaitu beras yang
utuh, tidak patah aksata. 5. Api atau Dhupa
Dalam persembahyangan api itu diwujudkan dengan dhupa dan dipa. Sebagaimana keterangan dari Suwardi, pemangku Puri
Taman Sarsawti, ”Dhupa niku sejenis harum-harum yang dibakar trus berasap dan ambunipun baunya-red harum. Ini merupakan
lambang Dewa Agni yang berfungsi sebagai pendeta pemimpin upacara, perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan
yang dipuja, pembasmi segala kotorandan pengusir roh jahat, dan sebagai saksi upacara.
6. Sesaji, berupa buah-buahan. Sebelum dimanfaatkan dalam kemasan pariwisata, sesaji yang
ada pada saat upacara hanya berupa buah-buahan sederhana sesuai kemampuan yang ada di masyarakat. Menurut Suwardi, ”Sekarang kita
dapat anggaran saking pemerintah untuk persiapan sesaji, buat pajegannya buah-buahan yang disususun secara megah, biasanya
ditancapkan paga pohon pisang yang masih kecil-red, ya beda dari sebelumnya dulu. Ya kalau ubarampe lainnye hampir sama, bedanya
nggih sesaji pajeganipun”.
b. Persembahyangan