76
7.2. Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis
Penurunan jumlah petani efisien pada produksi komoditas pertanian biasanya dipengaruhi oleh peranan efek stokastik yang akan dijelaskan oleh
pengaruh efek inefisiensi teknis. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model efek efisiensi teknis adalah umur, pengalaman, pendidikan formal, dummy
penyuluhan, dummy status kepemilikan lahan dan dummy jenis bibit. Tabel 22 menerangkan ringkasan statistik dari variabel yang digunakan dalam model efek
inefisiensi teknis.
Tabel 22. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Teknis Petani
Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010
Bebas variabel Mean
Min Maks
Std dev
Umur tahun 55,40
36 69
9,45 Pendidikan Formal tahun
6,40 6
12 1,30
Pengalaman tahun 28,43
5 49
13,25 Penyuluhan dummy
0,93 1
0,25 Status Kepemilikan Lahan dummy
0,83 1
0,38 Jenis Varietas dummy
0,63 1
0,49 Hasil pendugaan tingkat efisiensi teknis Tabel 23 menunjukkan tingkat
efisiensi teknis petani bawang merah berada pada kisaran 0,15 sampai 0,99. Rata- rata efisiensi teknis petani bawang merah pada lahan sawah adalah 0,72 atau 72
persen dari produksi maksimum. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 28 persen untuk mencapai produksi
maksimum. Petani dikategorikan efisien jika memiliki nilai indeks lebih dari 0,7
Sumaryanto 2001. Tabel 24 merupakan sebaran petani responden berdasarkan tingkat efisiensi teknisnya. Sebesar 60,00 persen petani responden termasuk
kategori efisien karena nilai indeks lebih dari 0,7, sedangkan sisanya sebesar 40,00 persen masih di bawah 0,7. Petani yang memiliki indeks teknis di bawah 0,7
dapat dijadikan sasaran penyuluhan dan peningkatan manajemen usahatani dan teknis pertanian. Hal tersebut karena petani masih memiliki potensi maksimum
yang seharusnya dicapai dari penggunaan sumberdaya yang ada serta memperoleh
77 peningkatan produksi dari usahatani yang dilakukannya. Sehingga masih
memungkinkan bagi petani untuk memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi dari yang diperoleh sebelumnya.
Tabel 23. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis
Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010
Kelompok Efisiensi Teknis Jumlah orang
Presentase
0 ≤ TE 0,1 0,00
0,1 ≤ TE 0,β 1
3,33 0,β ≤ TE 0,γ
1 3,33
0,γ ≤ TE 0,4
1 3,33
0,4 ≤ TE 0,5 3
10,00 0,5 ≤ TE 0,6
4 13,33
0,6 ≤ TE 0,7 1
3,33 0,7 ≤ TE 0,8
1 3,33
0,8 ≤ TE 0,9 4
13,33 0,9 ≤ TE ≤ 1,0
13 43,33
Total 30
100,00 Rata-rata TE
0,72 Minimum TE
0,15 Maksimum TE
0,99 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dianalisis dengan model
efek inefisiensi teknis dengan variabel-variabel yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil dari analisis model inefisiensi teknis menunjukkan bahwa terdapat dua
variabel yang berpengaruh positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis yaitu pendidikan formal dan dummy varietas yang digunakan. Tiga variabel lainnya,
yaitu pengalaman, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Dari keenam variabel,
hanya variabel umur yang tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Tabel 24 merupakan pendugaan parameter maximum likelihood model inefisiensi teknis
produksi bawang merah di Desa Sukasari Kaler.
78
Tabel 24. Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis
Produksi Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010
Variabel Parameter
Koefisien t-hitung
Inefficiency Model
Intersep δ
3,118 2,683
Umur δ
1
0,016 0,436
Pengalaman δ
2
-1,045 -2,685
Pendidikan Formal δ
3
0,032 1,000
Penyuluhan δ
4
-1,272 -1,445
Status Kepemilikan Lahan δ
5
-0,805 -1,063
Varietas Bibit δ
6
2,499 4,174
Keterangan : nyata pada α = 0,1 nyata pada α = 1
nyata pada α = 10 nyata pada α = 25
Hasil olahan pendugaan parameter maximum likelihood model inefisiensi teknis variabel-variabel yang mempengaruhi efisiensi teknis dijelaskan sebagai
berikut :
1 Umur
Variabel umur tidak berpengaruh dan bernilai positif terhadap inefisiensi teknis. Semakin bertambah umur petani maka inefisiensi semakin meningkat. Hal
ini karena seiring bertambahnya usia kemampuan bekerja yang dimiliki dan keinginan untuk menanggung risiko semakin menurun. Akibatnya berdampak
terhadap peningkatan inefisiensi. Akan tetapi, variabel umur tidak berpengaruh nyata diduga karena berdasarkan pengamatan di lapang ada beberapa petani
meskipun berumur lebih tua tetapi mereka dapat mencapai produksi yang tinggi dan tingkat efisiensi teknisnya juga mencapai 0,99.
2 Pengalaman
Pengalaman berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Koefisien -1,045 menunjukkan bahwa apabila
pengalaman petani bertambah satu tahun maka akan menurunkan inefisiensi teknis sebesar 1,045. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang diduga bahwa
bertambahnya pengalaman akan menurunkan inefisiensi teknis.
79 Usahatani yang dilakukan oleh petani responden adalah usahatani yang
bersifat komersial, sehingga mereka lebih terbuka untuk menerima atau menerapkan apabila ada inovasi teknik budidaya maupun teknologi yang baru
dengan harapan adanya inovasi dalam hal teknik budidaya dan teknologi dapat meningkatkan hasil produksi bawang merahnya. Dengan demikian, semakin
bertambahnya pengalaman petani maka petani akan lebih mudah untuk menerima inovasi baru dan beradaptasi dengan inovasi tersebut.
Pengalaman pada penelitian ini ditemukan bertolak belakang dengan pengaruh umur. Semakin bertambah umur maka pengalaman dan keterampilan
mereka juga semakin meningkat, tetapi mereka semakin lemah dalam berusaha. Akan tetapi, dari pengalaman mereka semakin matang dalam memutuskan
penggunaan input produksi.
3 Pendidikan Formal
Pendidikan formal diukur berdasarkan jumlah waktu tahun yang ditempuh petani dalam menjalankan masa pendidikan formalnya. Pendidikan formal
berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan awal yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka
inefisiensi teknis usahatani akan semakin rendah. Tingkat efisiensi teknis budidaya bawang merah tidak dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan petani responden. Mayoritas petani responden adalah lulusan SD yaitu sebanyak 83,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan
yang hanya lulusan SD petani responden mampu melakukan budidaya bawang merah, karena budidaya bawang merah tergolong mudah sehingga tanpa
pendidikan yang tinggi petani dapat melakukan kegiatan produksi dengan baik.
4 Penyuluhan
Penyuluhan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penyuluhan
mengenai teknik budidaya dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi teknis petani bawang merah. Petani responden lebih terbuka untuk melakukan perubahan
dalam teknik budidaya dan teknologi dalam usahatani bawang merah yang diberikan oleh penyuluh.
80
5 Status Kepemilikan Lahan
Variabel dummy status kepemilikan lahan bernilai negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Hal ini menunjukkan
petani dengan lahan sewa akan lebih berusaha untuk mengelola usahataninya dengan teknik budidaya dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien untuk
mendapatkan hasil yang maksimal karena telah mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan.
6 Varietas Bibit
Varietas bibit diukur dengan dummy varietas Sumenep = 1 dan varietas Balikaret = 0. Varietas bibit yang digunakan berpengaruh positif dan nyata pada
taraf kepercayaan 99,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang menggunakan varietas Sumenep memiliki efek inefisiensi yang tinggi, sedangkan
petani yang mengunakan varietes Balikaret lebih efisien. Penggunaan bibit varietas Sumenep diduga meningkatkan inefisiensi karena
varietas Sumenep relatif lebih rentan terhadap perubahan cuaca sehingga memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dibandingkan varietas Balikaret.
Varietas Balikaret lebih unggul karena varietas ini lebih kuat terhadap perubahan cuaca. Perubahan cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
tanaman bawang merah. Selain itu, masa tanam varietas Sumenep lebih lama daripada varietas Balikaret, sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan lebih
rendah. Dengan demikian, diduga bahwa varietas Balikaret lebih cocok untuk dibudidayakan di lokasi penelitian dibandingkan varietas Sumenep.
7.3. Implikasi Penelitian