Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier

71 Hasil estimasi awal menggunakan metode Ordinary Least Square OLS menunjukkan nilai R 2 sebesar 60,5 persen yang berarti sebesar 60,5 persen keragaman fungsi dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Model yang terbentuk dengan metode OLS terbebas dari multikolinearitas antara variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai variance inflation factor VIF yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibentuk. Jika variabel independen pada model memiliki nilai VIF lebih dari 10, dapat disimpulkan bahwa model dugaan menunjukkan adanya multikolinearitas. Hasil analisis VIF dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah di bawah nilai 10 yang berarti tidak ada masalah multikolinearitas pada model. Selain multikolinearitas, pada model juga tidak terdapat autokorelasi. Masalah autokorelasi dapat dillihat dari uji Durbin-Watson. Hasil analisis uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,58594 yang berarti tidak terdapat autokorelasi pada model karena nilai yang didapat semakin mendekati nilai dua Lampiran 5. Berdasarkan metode MLE Lampiran 6, model memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar β8,6β yang lebih besar dari χ 2 8 pada Tabel Chi Square Kodde dan Palm pada α = 0,001 yaitu β5,γ70, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Model tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini : ln Y = 14,232 + 1,202 ln L + 0,534 ln B + 0,024 ln TK - 0,173 ln N - 0,106 ln P + 0,062 ln K + 0,024 ln Pc – 0,130 ln Pd - 0,914 ln Pk + v i - u i

7.1.2. Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Parameter yang digunakan adalah parameter dari fungsi stochastic frontier metode MLE. Tabel 21 memperlihatkan bahwa lahan, bibit dan pupuk K berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi bawang merah, sedangkan pupuk N, pupuk P, pestisida padat dan pupuk kandang berpengaruh negatif tetapi nyata terhadap produksi. Dua variabel lainnya yaitu tenaga kerja dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata. Variabel tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh positif terhadap produksi bawang merah. Berikut merupakan interpretasi dari masing- masing faktor produksi dalam fungsi produksi stochastic frontier : 72 1 Lahan Penggunaan lahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi bawang merah. Nilai elastisitas lahan terhadap produksi bawang merah sebesar 1,202 menunjukkan bahwa dengan peningkatan luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 1,202 persen, cateris paribus. Pengaruh lahan yang cukup besar diduga karena lahan yang terdapat di lokasi penelitian termasuk lahan yang subur dan cocok untuk tanaman bawang merah. Perluasan lahan dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi lahan. Namun, pada kondisi di lapangan penambahan luas lahan ini tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan merupakan faktor yang terbatas jumlahnya apalagi dengan banyaknya penggunaan lahan untuk perumahan. 2 Bibit Penggunaan bibit berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi. Nilai elastisitas bibit terhadap produksi bawang merah sebesar 0,534 menunjukkan bahwa dengan penambahan jumlah bibit sebesar satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,534 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit masih belum optimal dan memungkinkan untuk ditambah untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi bawang merah dengan penambahan jumlah bibit memiliki proporsi yang cukup besar. Penggunaan bibit bawang merah yang masih memungkinkan untuk ditambah ini diduga terjadi karena jarak tanam yang digunakan belum optimal. Rata-rata jarak tanam yang digunakan oleh petani yaitu 15 x 20 cm dan 20 x 20 cm. Berdasarkan literatur, jarak tanam ideal untuk tanaman bawang merah adalah 15 x 15 cm, 15 x 20 cm atau 20 x 20 cm. Dengan demikian, petani masih bisa menambah jumlah bibit dengan cara memperpendek jarak tanam menjadi 15 x 15 cm. 3 Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah pada taraf kepercayaan 75 persen. Akan tetapi, pada taraf kepercayaan 50 persen, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata. Nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 0,024 menunjukkan bahwa adanya penambahan 73 tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,024 persen, cateris paribus. Penambahan tenaga kerja diperlukan untuk aktivitas pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit dan penyiangan. Tanaman bawang merah tergolong tanaman yang rentan terhadap penyakit, sehingga pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit sangat diperlukan. Aktivitas penyiangan pun perlu dilakukan untuk mencabuti gulma-gulma yang tumbuh disekitar tanaman bawang merah agar tidak terjadi persaingan dalam memperoleh unsur hara untuk kebutuhan tanaman bawang merah, sehingga tanaman bawang merah dapat tumbuh secara optimal. Penambahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan menambahkan jam kerja per hari atau jumlah hari kerja. 4 Pupuk N Penggunaan pupuk N bernilai negatif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi bawang merah. Nilai elastisitas pupuk N sebesar -0,173 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk N sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,173 persen, cateris paribus. Penggunaan pupuk N di lokasi penelitian sudah berlebihan. Rata-rata penggunaan pupuk N yaitu 321,25 kg per hektar setara dengan 698,36 kg pupuk urea atau setara dengan 1.529,80 kg pupuk ZA, sedangkan berdasarkan literatur anjuran penggunaan pupuk N untuk bawang merah adalah 197 kg per hektar setara dengan 428,26 kg pupuk urea atau setara dengan 938,10 kg pupuk ZA. Dengan demikian, peningkatan penggunaan pupuk N justru akan menurunkan produksi bawang merah petani. 5 Pupuk P Penggunaan pupuk P bernilai negatif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas -0,106 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk P sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,106 persen, cateris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk P dilokasi penelitian yaitu 129,35 kg per hektar setara dengan 281,20 kg pupuk TSP atau setara dengan 862,36 kg pupuk Phonska. Berdasarkan literatur, anjuran penggunaan pupuk P untuk tanaman bawang merah yaitu 120 kg per hektar setara dengan 261 kg pupuk TSP atau setara dengan 800 kg pupuk Phonska. 74 Penggunaan pupuk P di lokasi penelitian sudah melebihi dosis yang dianjurkan. Dengan demikian, peningkatan penggunaan pupuk P justru akan menurunkan produksi bawang merah. 6 Pupuk K Penggunaan pupuk K berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas pupuk K sebesar 0,062 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pupuk K maka akan meingkatkan produksi bawang merah sebesar 0,062 persen, cateris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk K di lokasi penelitian yaitu 80,22 kg per hektar setara dengan 534,77 kg pupuk Phonska atau setara dengan 133,69 kg pupuk KCl. Berdasarkan literatur, anjuran penggunaan pupuk K untuk tanaman bawang merah yaitu 120 kg per hektar setara dengan 800 kg pupuk phonska atau setara dengan 200 kg pupuk KCl. Penggunaan pupuk K yang masih dibawah anjuran dikarenakan harga pupuk K lebih mahal dibandingkan harga pupuk yang lainnya. Harga yang mahal tersebut menyebabkan penggunaan pupuk K relatif kecil karena tidak terjangkau oleh petani, sehingga petani hanya menggunakan dalam jumlah kecil sebagai campuran saja. Pupuk K salah satunya dibutuhkan dalam pembentukan umbi. Dengan demikian, penambahan pupuk K akan meningkatkan produksi. 7 Pestisida Cair Penggunaan pestisida cair berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Nilai elastisitas pestisida cair sebesar 0,024 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,034 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih bisa menambahkan penggunaan pestisida cair untuk meningkatkan produksi bawang merah yang mereka usahakan. 8 Pestisida Padat Penggunaan pestisida padat berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas -0,130 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pestisida padat sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,130 persen, cateris paribus. 75 Pengaruh negatif dari penggunaan pestisida padat terhadap produksi bawang merah diduga karena aplikasi penggunaan pestisida yang kurang tepat. Penggunaan pestisida padat ini dilakukan dengan cara melarutkan terlebih dahulu dengan air. Komposisi pestisida padat dan air yang tidak seimbang tersebut diduga menjadikan variabel pestisida padat bernilai negatif. Komposisi air yang diberikan cenderung melebihi dari dosis yang dianjurkan agar jumlah yang diperoleh lebih banyak. Hal tersebut mengakibatkan manfaat dari pestisida padat tersebut berkurang. Selain itu, kebiasaan petani mengkombinasikan berbagai jenis pestisida ketika mengaplikasikan pada tanaman, diduga juga menjadi penyebab variabel ini bernilai negatif atau menurunkan produksi. 9 Pupuk Kandang Penggunaan pupuk kandang berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas sebesar -0,914 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk kandang sebesar satu persen justru akan menurunkan jumlah produksi bawang merah sebesar 0,914 persen, cateris paribus. Penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian sebenarnya masih jauh dari jumlah yang dianjurkan. Rata-rata penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian adalah sebesar 7.318,98 kg per hektar, sedangkan berdasarkan literatur anjuran penggunaan pupuk kandang untuk bawang merah adalah 15.000-20.000 kg per hektar. Akan tetapi, aplikasi penggunaan pupuk kandang yang salah oleh petani diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi bawang merah. Rentang waktu tanam dan aplikasi pupuk kandang yang dilakukan petani responden terlalu dekat. Setelah diberi pupuk kandang, petani responden pada umumnya hanya mendiamkan lahan selama 1-2 malam, kemudian lahan langsung ditanami. Rentang waktu yang terlalu dekat antara pemberian pupuk kandang dan penanaman diduga berdampak buruk bagi bibit yang baru ditanam karena sifat pupuk kandang yang panas. Dengan demikian, rentang waktu antara pemberian pupuk kandang dan penanaman harus lebih lama. Berdasarkan literatur, aplikasi pupuk kandang sebaiknya dilakukan satu minggu sebelum tanam untuk mengurangi dampak negatif dari pupuk kandang. 76

7.2. Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis

Dokumen yang terkait

Analisis Usahatani Bawang Merah( Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

21 143 103

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis pendapatan usahatani dan efisiensi pemasaran kubis (Brassica oleracea L. var capitata L.). studi kasus di desa Argalingga kecamatan Argapura kabupaten Majalengka, Jawa Barat

0 18 126

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 4 208

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

10 79 93

Analisis Efisiensi Usahatani Komoditas Bawang Merah Di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

0 5 122

this PDF file Analisis dalam Memanfaatkan Lahan Pertanian di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Majalengka | Sudrajat | Majalah Geografi Indonesia 1 PB

0 1 14

Analisis Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Kedelai di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

0 1 10

PERILAKU PETANI DALAM MENGELOLA LAHAN TERASERING DI DESA SUKASARI KALER KECAMATAN ARGAPURA KABUPATEN MAJALENGKA

0 2 10

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN SEMBALUN KABUPATEN LOMBOK TIMUR JURNAL

0 0 17