Latar Belakang Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus : Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat)

1 I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto PDB. PDB dari hasil pertanian pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 284,6 triliun pada tahun 2008 dan Rp 296,4 triliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peran dan kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional senantiasa mengalami pertumbuhan, sehingga sektor pertanian semakin berperan penting dalam perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 juga mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen dan menempatkan sektor pertanian pada peringkat kedua yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen Handyoko 2010. Sektor pertanian Indonesia terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor tanaman perkebunan, tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Hortikultura sebagai salah satu subsektor petanian terdiri dari berbagai jenis tanaman, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Menurut studi penawaran dan permintaan komoditas hortikultura, komoditas hortikultura paling sedikit mempunyai tiga peran penting terhadap perekonomian Indonesia, yaitu : 1 sumber pendapatan masyarakat; 2 bahan pangan masyarakat khususnya sumber vitamin buah-buahan, mineral sayuran dan bumbu masak dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat; dan 3 sumber devisa Negara non-migas PPSEP Deptan 2001. Hortikultura menempati urutan kedua setelah tanaman pangan dalam struktur pembentukan PDB sektor pertanian. Subsektor hortikultura memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat terhadap pembentukan PDB. Pada tahun 2007 kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 76,79 triliun dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 80,29 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar 2 4,55 persen dalam satu tahun 1 . Peningkatan tersebut tercapai karena terjadi peningkatan produksi diberbagai sentra produksi hortikultura, disamping meningkatnya luas areal produksi dan areal panen serta nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Dengan demikian, hal ini berpengaruh positif terhadap peningkatan PDB. Semua jenis tanaman hortikultura baik tanaman buah-buahan, tanaman sayur, tanaman biofarmaka dan tanaman hias mengalami perkembangan yang cenderung meningkat terhadap nilai PDB hortikultura. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan nilai PDB hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007 dan 2008. Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku Tahun 2007 dan 2008 No Jenis Tanaman Hortikultura Nilai PDB miliar Peningkatan Penurunan Tahun 2007 Tahun 2008 1 Tanaman Buah-buahan 42.632 42.660 4,02 2 Tanaman Sayuran 25.587 27.423 7,18 3 Tanaman Biofarmaka 4.105 4.118 0,32 4 Tanaman Hias 4.741 6.091 28,48 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian 2009, diolah Berdasarkan informasi pada Tabel 1, menunjukkan bahwa dalam PDB subsektor hortikultura tanaman sayuran menempati urutan kedua setelah tanaman buah-buahan dan mengalami peningkatan sebesar 7,18 persen dalam kurun waktu satu tahun yaitu dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Hal ini menunjukkan peran penting subsektor hortikultura dalam mendukung perekonomian nasional, khususnya dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan PDB subsektor hortikultura tersebut salah satunya disebabkan karena jumlah produksi sayuran di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 2 merupakan data produksi sayuran di Indonesia pada tahun 2006-2010. 1 http:www.sinartani.com . Kontribusi terhadap PDB. [30 Januari 2011] 3 Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 Ton No Komoditas Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kubis 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 1.384.656 2 Cabai 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727 1.332.356 3 Kentang 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 1.060.579 4 Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 1.048.228 5 Tomat 629.744 635.475 725.973 853.061 890.169 6 Ketimun 598.890 581.205 540.122 583.139 546.927 7 Mustard Green 590.401 564.912 565.636 562.838 583.004 8 Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 541.359 9 Kacang Panjang 461.239 488.500 455.524 483.793 488.174 10 Terong 358.095 390.846 427.166 451.564 509.093 Keterangan : Angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik 2011, diolah Tabel 2 menunjukkan produksi nasional berbagai sayuran unggulan di Indonesia yang berada pada peringkat 10 besar. Produksi sayuran tersebut setiap tahunnya mempunyai kecenderungan meningkat. Salah satu komoditas sayuran tersebut yaitu bawang merah. Bawang merah menduduki posisi keempat dalam produksi nasional tanaman sayuran. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan Indonesia yang telah lama diusahakan oleh petani secara intensif. Bawang merah dibutuhkan oleh hampir semua kalangan yang umumnya digunakan sebagai bumbu masak atau obat tradisional. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Sifat bawang merah yang tidak memiliki pengganti substitusi yaitu tidak adanya komoditi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama dengan bawang merah baik yang alami maupun sintetis, membuat pengembangan usaha bawang merah memiliki prospek yang cerah. Selama periode 2005-2009 konsumsi bawang merah per kapita mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Pertumbuhan penggunaan bawang merah dapat dilihat pada Gambar 1. 4 Gambar 1. Konsumsi Bawang Merah Nasional per Kapita Tahun 2005-2009 Sumber : Pusdatin Departemen Pertanian 2011, diolah Berdasarkan Gambar 1 konsumsi per kapita bawang merah tahun 2005 hingga tahun 2007 cenderung mengalami penurunan, dari 2,36 kg per kapita per tahun menjadi 0,30 kg per kapita tahun. Akan tetapi, pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008, konsumsi bawang merah per kapita per tahun mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 2,74 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, permintaan bawang merah diperkirakan akan terus meningkat dengan perkiraan peningkatan lima persen per tahun, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan acarpickles, bumbu, bawang goreng, dan bahan baku campuran obat-obatan serta pengembangan pasar ekspor 2 . Gambar 2 memperlihatkan penggunaan bawang merah untuk bahan makanan yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Gambar 2. Penggunaan Komoditi Bawang Merah untuk Konsumsi Menurut Neraca Bahan Makanan Tahun 2004-2008 Ton Sumber : Pusdatin Departemen Pertanian 2011, diolah 2 Direktorat Jendral Hortikultura. 2008. Bahan RAPIM 15 April 2008. http:www.hortikultura.go.id [30 Januari 2011] 0.5 1 1.5 2 2.5 3 2005 2006 2007 2008 2009 K g Th n Tahun 200 400 600 800 2004 2005 2006 2007 2008 To n Tahun 5 Meningkatnya konsumsi bawang merah per kapita per tahun yang disebabkan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya produk olahan ini diikuti dengan peningkatan produksi bawang merah nasional. Peningkatan produksi nasional ini salah satunya terjadi akibat pertambahan luas areal panen. Tabel 3 memperlihatkan perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia tahun 2001-2010 yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Nasional Tahun 2001-2010 Ton Tahun Indikator Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa 2001 82.147 861.150 10,48 2002 79.867 766.572 9,60 2003 88.029 762.795 8,67 2004 88.707 757.399 8,54 2005 83.614 732.610 8,76 2006 89.188 794.931 8,91 2007 93.694 802.810 8,57 2008 91.339 853.615 9,35 2009 104.009 965.164 9,28 2010 109.634 1.048.228 9,57 Sumber : Departemen Pertanian 2011, diolah Pusat penghasil bawang merah di Indonesia tersebar di 10 provinsi dengan luas areal panen lebih dari 1.000 hektar per tahun. Provinsi tersebut yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi-provinsi ini seluruhnya menyumbang 97,27 persen dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2008. Sebesar 81,46 persen disumbang oleh provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa Deptan 2009. Tabel 4 menampilkan 10 provinsi penghasil utama bawang merah di Indonesia pada Tahun 2006-2010. 6 Tabel 4. Produksi Nasional Bawang Merah per Provinsi Tahun 2006-2010 Ton No Provinsi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 Jawa Tengah 253.411 268.914 379.903 406.725 506.357 2 Jawa Timur 232.953 228.083 181.517 181.490 203.739 3 Jawa Barat 112.964 116.142 116.929 123.587 116.349 4 Nusa Tenggara Barat 85.682 90.180 68.748 133.945 104.324 5 D.I. Yogyakarta 24.511 15.564 16.996 19.763 19.950 6 Sumatera Barat 20.037 18.170 20.737 21.985 25.058 7 Sumatera Utara 8.666 11.005 12.071 12.655 9.413 8 Sulawesi Selatan 12.088 10.701 10.517 13.246 23.271 9 Bali 9.915 9.668 7.759 11.554 10.981 10 Nusa Tenggara Timur 7.142 7.144 15.137 16.602 3.879 Total 767.369 775.571 830.314 941.552 1.023.321 Sumber : Departemen Pertanian 2011, diolah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi penghasil utama bawang merah, menempati urutan ketiga dalam menyumbang produksi bawang merah nasional. Seperti halnya perkembangan produksi nasional, di Jawa Barat juga mengalami kecenderungan yang meningkat yang disebabkan peningkatan luas panen. Akan tetapi, peningkatan produksi tersebut tidak seimbang dengan peningkatan luas panen. Hal tersebut karena produktivitas bawang merah di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan. Tahun 2009 produktivitas bawang merah di Jawa Barat mencapai 11,4 ton per hektar, lebih tinggi dari produktivitas nasional yaitu 9,28 ton per hektar. Akan tetapi, pada tahun 2010 produktivitas bawang merah di Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 9,57 ton per hektar, sama dengan produktivitas nasional yaitu sebesar 9,57 ton per hektar BPS 2011. Penurunan produktivitas bawang merah dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktor produksi, kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pestisida dan obat-obatan yang berlebihan, serta kesesuaian jenis varietas yang digunakan dengan kondisi daerah. Pengalokasian sumberdaya yang efisien oleh petani bawang merah diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi. 7 Salah satu sentra bawang merah di Jawa Barat adalah Kabupaten Majalengka. Daerah penghasil bawang merah di Kabupaten Majalengka tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Dawuan, Jatitujuh, Kertajati dan Kecamatan Argapura. Kabupaten Majalengka memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai dengan kondisi untuk budidaya bawang merah. Akan tetapi, dari tingkat produktivitas Kabupaten Majalengka juga mengalami penurunan.

1.2. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Usahatani Bawang Merah( Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

21 143 103

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis pendapatan usahatani dan efisiensi pemasaran kubis (Brassica oleracea L. var capitata L.). studi kasus di desa Argalingga kecamatan Argapura kabupaten Majalengka, Jawa Barat

0 18 126

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 4 208

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

10 79 93

Analisis Efisiensi Usahatani Komoditas Bawang Merah Di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

0 5 122

this PDF file Analisis dalam Memanfaatkan Lahan Pertanian di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Majalengka | Sudrajat | Majalah Geografi Indonesia 1 PB

0 1 14

Analisis Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Kedelai di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat

0 1 10

PERILAKU PETANI DALAM MENGELOLA LAHAN TERASERING DI DESA SUKASARI KALER KECAMATAN ARGAPURA KABUPATEN MAJALENGKA

0 2 10

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN SEMBALUN KABUPATEN LOMBOK TIMUR JURNAL

0 0 17