Topografi Wilayah Hidrologi Permukaan

Gambar 15 Rata-rata jumlah curah hujan bulanan DAS Cisadane periode 1999- 2009.

4.4. Hidrologi Permukaan

Sungai Cisadane adalah tergolong sungai besar yang mengalir dari Gunung Salak dan G. GedeG. Pangrango di bagian selatan Kabupaten Bogor hingga di muaranya di Laut Jawa. Di bagian hulu terdapat beberapa nama sungai, yaitu Sungai Cikaniki, Sungai Cianten, Sungai Ciampea, Sungai Cinangneng, dan Sungai Cihideung, yang berasal dari Kabupaten Bogor bagian barat. Sementara di bagian selatan Kabupaten Bogor terdapat Sungai Cinagara, Sungai Cimande, Sungai Cisadane Hulu, dan Sungai Ciapus. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 16. Fluktuasi aliran Sungai Cisadane sangat bergantung pada curah hujan di daerah tangkapannya catchment area. Aliran yang tinggi terjadi pada musim hujan dan volume aliran menurun pada musim kemarau. Debit normal Sungai Cisadane berkisar 70 m 3 detik pada kondisi tidak pasang dan tidak surut yang dilakukan di 8 delapan lokasi pengukuran. Berdasarkan data pemantauan di Stasiun Serpong antara tahun 1971 sampai 1997, debit aliran sungai terendah adalah 2,93 m³detik yang terjadi pada tahun 1991, sedangkan debit aliran tertinggi terjadi tahun 1997 sebesar 973,35 m 3 detik. Berdasarkan data debit bulanan antara tahun 1981 sampai 1997, aliran minimum berlangsung antara bulan Juli dan September dengan rata-rata aliran kurang dari 25 m³detik. Debit air pada beberapa Anak-anak Sungai Cisadane yang terpantau oleh pos pengamatan aliran sungai disajikan pada Gambar 17 sd 24, sedangkan data rekapitulasi disajikan pada Lampiran 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. Gambar 16 Jaringan Sungai Wilayah DAS Cisadane. Gambar 17 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum, dan bulanan Sungai Cihoe anak sungai Cisadane. Gambar 18 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum, dan bulanan Sungai Cibeuteng anak sungai Cisadane. Gambar 19 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum, dan bulanan Sungai Citeurep anak sungai Cisadane. Gambar 20 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum, dan bulanan Sungai Cigamea anak sungai Cisadane. Gambar 21 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum, dan bulanan Sungai Cisadane Empang. Gambar 22 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum, dan bulanan Sungai Cijati anak sungai Cisadane. Gambar 23 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum dan bulanan Sungai Cianten anak sungai Cisadane. Gambar 24 Grafik rata-rata debit minimum, maksimum dan bulanan Sungai Cisauk anak sungai Cisadane.

4.5. Geologi

Berdasarkan Peta Geologi lembar Bogor Effendi 1986 dan lembar Jakarta Turkandi 1992 geologi daerah penelitian secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga satuan litologi, yaitu :

4.4.1. Endapan Permukaan Kuarter

- Satuan Batu Pasir Tufan dan KonglomeratKipas Aluvium Qav - Aluvium Qa

4.4.2. Batuan Sedimen Tersier

- Formasi Bojongmanik Tmb - Formasi Genteng Tpg - Formasi Serpong Tpss

4.4.3. Batuan Gunungapi atau Batuan Vulkanik dan Terobosan Kuarter

- Tuff Banten QTvb - Endapan Gunung Api Muda Qva - Andesit Sudamanik Qvas Untuk uraian dari masing-masing satuan litologi, luasan, tipe batuan, dan Peta Geologi DAS Cisadane disajikan pada Lampiran 12, 13 dan 14.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. PenutupanPenggunaan Lahan

Hasil analisis Citra Landsat ETM 7 + menunjukkan bahwa di dalam DAS Cisadane terdapat berbagai jenis penutupanpenggunaan lahan yang dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi persawahan, lahan terbangun, kebun campuran perkebunan, tegalanladangtanah terbuka, semak-belukar dan rumput, hutan, tambak-rawa, dan tubuh air. Menurut hasil klasifikasi tersebut jenis penggunaan lahan yang dominan di DAS Cisadane adalah persawahan dan lahan terbangun dengan luas berturut-turut sebesar 20,89 dan 20,28 dari luas total DAS Cisadane, sedangkan jenis penggunaan lahan yang paling kecil luasanya adalah tubuh air Tabel 17. Gambar 25 menunjukkan persebaran tipe- tipe penutupanpenggunaan lahan yang ada di dalam DAS Cisadane. Tabel 19 Penutupanpenggunaan lahan aktual dan luasnya dalam setiap sub-DAS di DAS Cisadane No Penutupanpeng gunaan Lahan Nama sub-DAS Luas Cianten Cisadane Hilir Cisadane Hulu Cisadane Tengah ha 1. Hutan 7.619 - 9.594 8 17. 221 10,98 2. Kebun campuran- perkebunan 5.585 133 4.352 16.273 26.343 16,79 3. Lahan terbangun 2.168 7.886 7.963 13.797 31.815 20,28 4. Persawahan 3.292 9.863 5.712 13.906 32.773 20,89 5. Semak-belukar dan rumput 17.555 430 303 1.266 19.554 12,46 6. Tambak-rawa - 346 - - 346 2,21 7. Tegalanladang tanah terbuka 5.385 52 18.16 1.386 24.983 15,92 8. Tubuh air 19 93 42 579 733 0,47 Jumlah 41.624 21.918 46.126 47.215 156.883 100 Sumber: Hasil interpretasi Citra Landsat 2011. Dari Tabel 19 terlihat bahwa penggunaan lahan yang dominan pada setiap sub-DAS berbeda-beda. Sebagai contoh, semak belukar dan rumput merupakan jenis penggunaan lahan yang dominan di sub-DAS Cianten, persawahan dominan di sub-DAS Cisadane Hilir, hutan dominan di sub-DAS Cisadane Hulu, sedangkan kebun campuran dan perkebunan dominan di sub-DAS Cisadane Tengah. Persebaran penggunaan lahan dominan tersebut di atas tampak terkait erat dengan kondisi geomorfologi dari setiap sub-DAS; sebagai contoh sub-DAS Cisadane Hulu mempunyai morfologi pegunungan sehingga dengan morfologi tersebut dan kemampuan lahannya, sub-DAS ini lebih didominasi oleh hutan; sub- DAS Cisadane Tengah dan sub-DAS Cianten yang mempunyai morfologi berbukit dan dataran bergelombang lebih didominasi oleh kebun campuran- perkebunan dan semakbelukar-rumput, sedangkan Sub-DAS Cisadane Hilir yang mempunyai morfologi dataran lebih didominasi oleh persawahan dan lahan terbangun. Dari angka-angka luasan penggunaan lahan tersebut di atas, yang cukup menarik untuk dicermati adalah luas penggunaan lahan hutan. Hal ini disebabkan luas tutupan hutan di DAS Cisadane hanya berkisar 17.221 ha atau sekitar 11 dari total luas DAS Cisadane Tabel 19, padahal menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang maupun UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan luasan tutupan hutan tersebut setidaknya mencapai 30 dari total luas DAS. Dengan demikian luas hutan di DAS Cisadane belum memenuhi ketentuan dari kedua UU tersebut. Kenyataan ini secara teoritis memberikan suatu indikasi bahwa ekologi DAS Cisadane perlu mendapat perhatian yang lebih baik terutama terkait dengan zona resapan air dan aliran permukaan. Di sisi lain, pertambahan jumlah penduduk di dalam wilayah DAS diperkirakan juga akan meningkat yang umumnya akan memberikan tekanan terhadap DAS itu sendiri. Tekanan utama pada dasarnya adalah kebutuhan masyarakat terhadap lahan, sehingga peluang konversi lahan di dalam DAS menjadi cukup besar. Oleh karena itu jika tidak segera dilakukan upaya antisipasi penanggulangannya, baik secara formal maupun informal, maka ekologi DAS Cisadane diperkirakan akan terus mengalami degradasi. Dengan gambaran di atas, maka mudah dimengerti bahwa jika curah hujan jatuh di dalam DAS Cisadane dan tidak dapat diserap secara optimal oleh tanah ground water maka air hujan yang jatuh tersebut akan lebih banyak menghasilkan aliran permukaan surface water disebabkan kurangnya tutupan hutan yang dapat menyerap air ke dalam tanah. Dengan demikian kaitan antara perubahan kondisi DAS di daerah hulu dengan kejadian banjir di daerah hilir tampak sangat erat hubungannya. Gambar 25 Peta PenutupanPenggunaan Lahan Wilayah DAS Cisadane. Berdasarkan Peta Tata Guna Hutan dan Kawasan TGHK dari Departemen Kehutanan 1987, Status Kawasan Hutan di dalam DAS Cisadane dibedakan menjadi 7 tujuh jenis, yaitu areal penggunaan lain, hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun, dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk DepHut 1987. Menurut peta tersebut, areal penggunaan lain APL di DAS Cisadane merupakan kawasan yang paling luas, mencapai 129.337 ha atau sekitar 82,44 dari luas total DAS, sedangkan jenis kawasan hutan yang paling kecil adalah Taman Wisata Alam Angke Kapuk dengan luas 32 ha atau sekitar 0,02 yang terletak di sub-DAS Cisadane Hilir Tabel 18. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa luas total kawasan hutan hanya mencapai 17,56 dari luas DAS Cisadane, atau kurang dari 30 dari luas DAS, sehingga tidak seperti yang diharapkan di dalam Undang-undang. Gambar 26 berikut menunjukkan persebaran tipe-tipe status kawasan hutan yang ada di DAS Cisadane. Tabel 18 Tipe Status Kawasan Hutan di DAS Cisadane No Tata Guna Hutan dan Kesepakatan TGHK Wilayah DAS Luas Cisadane Hulu Cianten Cisadane Hilir Cisadane Tengah Hektar Persen 1 Areal Penggunaan Lain 38.157 26.657 20.356 44.167 129.337 82,44 2 Hutan Lindung 1.353 125 1.530 - 3.007 1,92 3 Hutan Produksi 2.365 5.005 - 1.706 9.076 5,79 4 Hutan Produksi Terbatas 548 6.510 - 1.343 8.400 5,35 5 Taman Nasional Gunung Gede- Pangrango 3.703 - - - 3.703 2,36 6 Taman Nasional Gunung Halimun - 3.328 - - 3.328 2,12 7 Taman Wisata Alam Angke Kapuk - - 32 - 32 0,02 Jumlah 46.126 41.624 21.918 47.216 156.883 100 Sumber: Dephut, 1987 Secara kronologis kebijakan Departemen Kehutanan tidak melanggar UU No. 41 tahun 1999 maupun menurut UU No. 26 tahun 2007, karena penetapan Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK telah ada terlebih dulu sebelum penetapan UU No. 41 Tahun 1999 maupun UU No. 26 Tahun 2007. Untuk memenuhi penambahan luas hutan sebesar 12,44 agar mencapai luasa 30 seperti yang diatur dalam UU tampaknya bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu perlu dicarikan solusi lain agar ekologi DAS tetap terjaga. Salah satu gagasan yang dapat disampaikan disini adalah bahwa pemerintah dapat menentukan penggunaan lahan bervegetasi lain, seperti kebun campuran-perkebunan yang tidak boleh dikonversi agar dapat menggantikan fungsi hutan. Gambar 26 Peta Status Kawasan Hutan Wilayah DAS Cisadane.

5.2. Hubungan Penggunaan Lahan dengan

Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Dari hasil tumpangsusun overlay antara peta penutupanpenggunaan lahan dengan peta TGHK dapat dilihat persebaran masing-masing tipe penggunaan lahan pada setiap kawasan Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK seperti disajikan pada Tabel 19. Sebagai contoh untuk Areal Penggunaan Lain APL pada TGHK secara dominan diisi oleh penggunaan lahan persawahan dan lahan terbangun, serta kebun campuran, tegalan, dan semak belukar; untuk kawasan Hutan Lindung HL terisi secara dominan oleh penggunaan lahan hutan dan tambakrawa; untuk kawasan Hutan Produksi HP secara dominan diisi oleh penggunaan lahan hutan, semak-belukar, dan kebun campuran; untuk kawasan Hutan Produksi Terbatas HPT secara dominan diisi oleh penggunaan lahan hutan, semak-belukar, tegalan, dan kebun campuran; Untuk kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango secara dominan diisi oleh penggunaan lahan hutan; untuk Taman Nasinal Gunung Halimun secara dominan diisi oleh hutan, dan Taman Nasional Alam Angke Kapuk hanya diisi oleh tambak-rawa. Secara umum isi kawasan Tata Guna Hutan Kesepakatan dengan penggunaan lahan masih relatif sesuai, kecuali pada penggunaan lahan semak- belukar dan rumput yang terdapat pada kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas dengan luas masing-masing 26,14 dan 24,47 . Tabel 19 Hubungan Penggunaan Lahan dengan Status Kawasan Hutan di DAS Cisadane Sumber: Hasil interpretasi Citra Landsat 2011 dan Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Dephut, 1987 No Penggunaan Lahan Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Areal Penggunaan Lain APL Hutan Lindung HL Hutan Produksi HP Hutan Produksi Terbatas HPT TN. G.GEDE PANG- RANGO TN. G. HALIMUN TWA. ANGKE KAPUK Total Persen 1 Hutan 2.973 1.553 4.028 3.106 3.602 2.459 - 17.721 11,30 2 Kebun Campuran- Perkebunan 22.731 44 1.990 1.551 0,06 25 - 26.340 16,79 3 Lahan Terbangun 31.580 55 77 96 - 6 - 31.815 20,28 4 Persawahan 32.627 43 41 52 - 10 -- 32.773 20,89 5 Semak-belukar dan Rumput 15.627 85 2.407 2.096 - 225 - 20.440 13,03 6 Tambak-Rawa - 1.415 - - - - 32 1.447 0,92 7 TegalanLadangTanah Terbuka 22.293 37 666 1.669 101 763 - 25.530 16,27 8 Tubuh Air 793 25 - - - - - 818 0,52 Jumlah 128.624 3.257 9.209 8.569 3.703 3.488 32 156.883 100

5.3. Bentuklahan Skala Semidetil

Menurut hasil interpretasi Citra SRTM resolusi 30 m dan Citra Landsat, kondisi geomorfologi DAS Cisadane dapat digambarkan oleh 26 jenis bentuklahan landforms yang menyusunnya Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 tampak bahwa bentuklahan yang paling luas di DAS Cisadane adalah bentuklahan dataran fluvial yang terbentang dengan luas mencapai 24,84 dari luas total DAS Cisadane, sedangkan bentuklahan terkecil adalah lereng kaki volkan salak- Pangrango yang luasannya hanya mencapai 0,002 luas total DAS Cisadane Tabel 20 dan Gambar 27. Klasifikasi bentuklahan ini dimaksudkan untuk skala semi-detil 1:100.000 sesuai dengan kemampuan Citra Landsat dalam menyadap detil permukaan bumi. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Wikanti 2002 bahwa citra Landsat cukup baik untuk identifikasi, delimitasi, dan delineasi bentuklahan baik dari aspek morfologi, morfogenesis, maupun morfokronologi untuk skala semi-detil. Tabel 20 Jenis bentuklahan di DAS Cisadane No Bentuklahan Luas Hektar Persen 1 Dataran fluvial 38.973 24,84 2 Dataran fluvio volkanik kompleks G. Endut- G. Sudamanik 1.316 0,84 3 Dataran fluvio vulkanik G. Endut 404 0,26 4 Dataran fluvio vulkanik salak 14.921 9,51 5 Dataran fluvio vulkanik salak-pangrango 8.877 5,66 6 Dataran fluvio-marin 9.186 5,86 7 Dataran fluvio-vulkanik G. Sudamanik 2.343 1,49 8 Kaldera tua terdenudasi kuat kompleks G. Endut 2.543 1,62 9 Kerucut vulkanik Endut terdenudasi kuat 7.942 5,06 10 Kerucut vulkano-denudasional kompleks G. Endut 1.073 0,68 11 Kompleks pegunungan vulkano-denudasional G. Endut 12.112 7,72 12 Kompleks pegunungan vulkano-denudasional G. Sudamanik 7.417 4,73 13 Kompleks perbukitan vulkano-denudasional G. Endut 2.674 1,70 14 Lembah sungai 5.182 3,30 15 Lereng atas kerucut vulkaniksalak 3.098 1,97 16 Lereng atas kompleks pegunungan vulkano-denudasional G. Endut 2.567 1,64 17 Lereng atas volkan muda pangrango 945 0,60 18 Lereng bawah kerucut vulkanik pangrango 4.717 3,01 19 Lereng bawah kerucut vulkaniksalak 10.609 6,76 20 Lereng kaki volkan salak-pangrango 3 0,002 21 Lereng puncak kompleks pegunungan vulkano-denudasional G. Endut 434 0,28 22 Lereng tengah kerucut vulkanik salak 7.968 5,08 23 Lereng tengah volkan tua pangrango 9.414 6,00 24 Perbukitan kubah lava denudasional kompleks G. Sunamanik 352 0,22 25 Perbukitan struktural batukapur G. Cibodas 192 0,12 26 Perbukitan vulkano denudasional kompleks G. Sudamanik 1.625 1,04 Jumlah 156.883 100 Sumber: Hasil interpretasi data DEM SRTM resolusi 30 m dan Citra Landsat 2011. Dari 26 jenis bentuklahan yang ada selanjutnya dilakukan pemilahan bentuklahan yang secara morfogenesis rentan susceptible terhadap banjir. Hasil pemilahan menunjukkan tiga bentuklahan di antarannya tergolong rentan terhadap banjir, yaitu bentuklahan-bentuklahan dataran fluvial, dataran fluvio-marin dan lembah sungai. Ketiga bentuklahan tersebut semuanya berada di atas bentanglahan dataran plain landscape dimana di atas bentanglahan ini terdapat dua sub-DAS, yaitu sub-DAS Cisadane Hilir dan sub-DAS Cisadane Tengah yang berturut-turut mempunyai luasan 21,10 dan 53,33 dari total luas DAS Cisadane. Untuk keperluan studi banjir, di atas bentanglahan dataran tersebut selanjutnya diinterpretasi lebih detil dengan menggunakan citra ALOS-AVNIR2 resolusi 2,5 meter dengan tujuan untuk memperoleh jenis bentuklahan pada skala yang lebih besar, yaitu untuk skala 1 : 25.000. Dari bentuklahan detil yang diperoleh selanjutnya dilakukan penilaian terhadap bahaya banjir hazard, kerentanan elemen risiko vulnerability, dan risiko banjir risk di atas bentanglahan dataran. Berdasarkan hasil interpretasi bentanglahan dataran didapatkan sembilan jenis bentuklahan detil, yaitu: 1 dataran banjir flood plain dan terras aluvial, 2 dataran fluvio-marin, 3 delta, 4 dataran banjir tidak aktif, 5 dataran rerawaan, 6 dataran aluvial, 7 dataran urugan antropogenik, 8 beting gisik beachridge, 9 gisik pantai beach, dan 10 situ, dimana yang terakhir ini terklasifikasi sebagai penutup lahan dan bukan sebagai bentuklahan Tabel 21. Dari 9 jenis bentuklahan tersebut, dataran fluvial merupakan bentuklahan yang memiliki luas terbesar yaitu 74,42 dari total luas bentanglahan dataran. Bentuklahan yang agak luas selanjutnya adalah dataran rawa 11,13, sedangkan yang lainnya relatif agak kecil hingga gisik pantai sebagai bentuklahan yang terkecil 0,07 di bentanglahan dataran. Jika melihat jenis-jenis bentuklahan detil seperti tersaji pada Tabel 21, maka dari sisi morfogenesis bentuklahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi bentuklahan asal proses marin gisik pantai, beting gisik pantai, asal proses fluvio marin delta, dataran fluvio marin, asal proses fluvial dataran banjir teras alluvial, dataran banjir tidak aktif, dataran aluvial, dataran rawa, dan asal proses fluvio-antropogenik