5.6.1. Kerentanan Sosial-Demografi 5.6.1.1. Umur Penduduk
Parameter  kerentanan  demografi diwakili oleh umur penduduk yang ditunjukkan oleh tingkatan umur, yaitu  12 tahun, antara 12 hingga 60 tahun, dan
60 tahun. Untuk tingkatan umur yang pertama dan ketiga  dianggap memiliki tingkat kerentanan yang sama  yaitu tinggi, sehingga  untuk penilaian kerentanan,
kedua tingkatan umur ini memiliki  skor  yang  sama  yaitu  sebesar 0,40.  Adapun untuk  tingkatan  umur 12–60 tahun dianggap mempunyai kerentanan rendah dan
diberi  skor  lebih kecil, yaitu  0,20, karena mereka  diasumsikan  lebih kuat secara fisik  dan  dianggap  lebih dewasa  secara kejiwaan,  sehingga  dianggap  lebih cepat
dan tanggap dalam pengambilan keputusan untuk menyelamatkan diri dari bahaya banjir.
Nilai  yang diperoleh dari hasil analisis kerentanan  demografi  untuk Kabupaten Bogor  dan Kota Tangerang  menunjukkan angka  sebesar 0,13  yang
bermakna memiliki respon terhadap banjir paling tinggi, sedangkan nilai tertinggi terdapat  di  Kabupaten Tangerang  yaitu  sebesar 0,19.  Nilai  tersebut bermakna
bahwa dari sisi umur masyarakat memiliki  respon banjir paling rendah  jika dibandingkan dengan tiga kabupaten lainnya Tabel 28.
Tabel 28  Kerentanan umur penduduk  di bentanglahan dataran DAS Cisadane
No KabupatenKota
Nilai
1. Kabupaten Bogor
0,13 2.
Kota Tangerang 0,13
3. Kota Tangerang Selatan
0,14 4.
Kabupaten Tangerang 0,19
Sumber:  hasil analisis data BPS Kab.  Bogor, Kota Bogor, Kab. Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang 20102011.
5.6.1.2. Tingkat Pendidikan
Parameter  kerentanan  tingkat pendidikan dibagi dalam  tiga  kategori, yaitu pendidikan rendah   SD, menengah SD-
SMP,  dan  tinggi  ≥  SMA. Untuk masyarakat  pada  kategori  tingkat pendidikan rendah   SD  diasumsikan  kurang
tanggap  terhadap bahaya  karena dianggap mempunyai keterbatasan pengetahuan dan terkait pula dengan keterbatasan penghasilan secara umum misal tempat
tinggal berlokasi di tempat yang sering terjadi  banjir.  Oleh karenanya mereka
yang memiliki tingkat pendidikan ini diberi skor sebesar  0,50.  Adapun untuk tingkat pendidikan sedang SMP – SMA, diberi skor sebesar 0,33 dengan asumsi
mereka  lebih tanggap  terhadap  bahaya banjir  dibandingkan dengan  yang mempunyai tingkat pendidikan  SD. Dalam mencari tempat tinggal pun mereka
diasumsikan lebih waspada terhadap bahaya banjir. Selanjutnya untuk masyarakat dengan  tingkat pendidikan tinggi
≥ SMA mereka diasumsikan lebih  baik lagi, lebih cepat dan lebih tanggap dalam mengambil keputusan pada saat terjadi banjir.
Masyarakat ini biasanya  memilih  tinggal di  lokasi  yang  aman,  seperti  di perumahan-perumahan bebas banjir, atau di perumahan yang menyediakan pompa
untuk  menyedot air jika banjir  melanda kompleks perumahannya  aman dari banjir.  Untuk kategori ini  skor  yang ditetapkan adalah  0,17. Hasil analisis
kerentanan tingkat pendidikan selengkapnya disajikan pada Tabel 29. Tabel 29   Kerentanan tingkat pendidikan penduduk di bentanglahan dataran DAS
Cisadane
No KabupatenKota
Nilai
1. Kabupaten Bogor
0,05 2.
Kota Tangerang 0,05
3. Kota Tangerang Selatan
0,04 4.
Kabupaten Tangerang 0,05
Sumber:  hasil analisis data BPS Kab.  Bogor, Kota Bogor, Kab. Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang 20102011.
Berdasarkan pada Tabel 30  tersebut, tampak bahwa tingkat pendidikan di setiap kabupatenkota memiliki nilai yang mirip,  kecuali di Kota Tangerang
Selatan  yang memiliki nilai sedikit lebih rendah 0,04.  Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kerentanan tingkat pendidikan, untuk penduduk yang tinggal
di wilayah bentanglahan  dataran tidak banyak memiliki perbedaan  yang menyolok.
5.6.2. Kerentanan Ekonomi
Parameter  kerentanan ekonomi dihitung berdasarkan  pada  tingkat penghasilan  penduduk.  Dalam hal ini tingkat penghasilan  dibagi  menjadi  tiga,
yaitu  penghasilan rendah 1 juta,   penghasilan  sedang    1-2 juta,  dan penghasilan  tinggi  2 juta. Untuk tingkat penghasilan  rendah,  skor  yang
ditetapkan  adalah 0,50, dengan asumsi bahwa penduduk pada tingkat penghasilan ini  tidak  mempunyai  banyak peluang untuk  memilih  tempat tinggal  yang lebih
baik, sehingga mereka banyak menempati lokasi-lokasi yang rentan banjir. Untuk tingkat penghasilan sedang, skor  yang ditetapkan adalah  0,33,  dengan anggapan
bahwa  mereka  lebih  berpeluang  untuk dapat  memilih tempat tinggal yang lebih baik memperhatikan  keselamatan keluarga dari bahaya banjir.  Adapun  untuk
tingkat  penghasilan tinggi, skor  yang ditetapkan  adalah  0,17,    yang diasumsikan bahwa mereka dengan penghasilan
≥  2  juta  lebih banyak mempunyai  peluang untuk memilih tempat tinggal yang lebih aman dari banjir, seperti di perumahan-
perumahan yang jauh dari sungaigenangan banjir. Hasil untuk analisis kerentanan ekonomi di daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Tabel 30.
Tabel  30    Kerentanan tingkat penghasilan  masyarakat di  bentanglahan dataran DAS Cisadane
No KabupatenKota
Nilai
1. Kabupaten Bogor
- 2.
Kota Tangerang 0,04
3. Kota Tangerang Selatan
- 4.
Kabupaten Tangerang 0,11
Sumber:  hasil analisis data BPS Kab.  Bogor, Kota Bogor, Kab. Tangerang, Kota
Tangerang Selatan dan Kota Tangerang 20102011, diolah.
Perlu diterangkan di  sini bahwa untuk Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan data penghasilan tidak didapatkan secara utuh, sehingga dalam
penelitian ini tidak  dinilai atau tidak dilakukan penskoran. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Tangerang mempunyai kerentanan ekonomi yang
lebih tinggi nilai 0,11 dibandingkan dengan Kota Tangerang yang mempunyai nilai 0,04. Hal ini menggambarkan bahwa Kabupaten Tangerang memiliki
masyarakat yang sedikit lebih rendah penghasilannya daripada masyarakat di Kota Tangerang.
5.6.3. Kerentanan Fisik Sarana-Prasarana
Parameter kerentanan fisik dalam penelitian ini diwakili oleh variabel sarana dan prasarana. Parameter sarana dan prasarana meliputi empat variabel, yaitu; 1
jalan, 2 fasilitas sosial dan umum sekolah, masjid dan gereja, 3 perkantoran. dan  4  pusat komersial. Jalan dalam penelitian ini diberi skor  0,33  dengan
anggapan bahwa jalan mempunyai fungsi yang penting, baik untuk urusan sosial, ekonomi, maupun budaya. Terganggunya jalan dapat menimbulkan kerugian baik