Kerentanan Fisik Sarana-Prasarana Kerentanan Elemen Risiko

penggunaan lahan dengan pola ruang meskipun hanya dari sisi besarnya angka persentase saja. Dibalik besarnya angka-angka ini, sesungguhnya menyimpan adanya suatu kekhawatiran, yaitu akan terjadinya konversi lahan di waktu yang akan dengan peluang sekitar 10 untuk mencapai pemanfaatan ruang berupa “pemukimanlahan terbangun” seperti yang direncanakan pada pola ruang RTRW. Namun jika dilihat dari persebaran spasial, sesungguhnya lahan permukiman banyak yang tidak berada pada lokasi yang sesuai dengan peruntukannya, misalnya adalah berdirinya permukiman di kawasan lahan basah kurang lebih 1.396 ha. Hal ini menunjukkan adanya suatu ketidak-sesuaian inkonsistensi antara perencanaan dan pemanfaatan, atau dengan kata lain kondisi ini menunjukkan adanya suatu pemanfaatan ruang yang tidak searah dengan pola ruang yang telah direncanakan. Dampak dari kejadian seperti ini antara lain adalah semakin berkurangnya lahan pertanian atau juga sebagai wilayah resapan air, sehingga di waktu yang akan datang dapat mengganggu ekologi lingkungan di dalam DAS yang dapat mendorong terjadinya proses degradasi. Contoh yang lain adalah besarnya persentase alokasi kawasan permukiman 40,2 di wilayah DAS Cisadane Hilir dibandingkan dengan kawasan pertanian 29,5 , sedangkan alokasi lahan untuk kawasan hutan tidak tersedia. Hal ini kemungkinan didorong oleh kondisi geomorfologinya yang memiliki topografi datar dan aksesibel sehingga dari sisi land rent lebih menguntungkan daripada untuk lahan pertanian meskipun sangat subur dataran fluvial, apalagi untuk kawasan hutan. Hasil proses tumpangsusun secara keseluruhan antara peta pola ruang RTRW dan peta penggunaan lahan di bentanglahan dataran menunjukkan bahwa ketidak-sesuaian terjadi meskipun tidak dengan nilai yang besar. Luas area yang tidak konsisten pada bentanglahan dataran adalah sebesar 9 dari luas total bentanglahan dataran. Inkonsistensi ini antara lain terdapat pada peruntukkan kawasan bandara yang digunakan untuk tubuh air, kawasan hutan yang digunakan untuk lahan terbangun, kawasan industri yang digunakan untuk tubuh air, kawasan penunjang bandara yang digunakan untuk lahan terbangun, kawasan perdagangan dan jasa yang digunakan untuk tubuh air, kawasan permukiman yang digunakan untuk tambak-rawa dan tubuh air, kawasan pertanian yang digunakan untuk lahan terbangun dan tubuh air, kawasan pertanian lahan basah yang digunakan untuklahan terbangun dan tubuh air, kawasan puspitek yang digunakan untuk penggunaan lahan hutan, kawasan tanaman tahunan yang digunakan untuk tubuh air, kawasan pemakaman yang digunakan untuk lahan terbangun, sempadan rel kereta api yang digunakan untuk lahan terbangun, sempadan sungaidanau yang digunakan untuk lahan terbangun, sungaidanau yang digunakan untuk kebun campuranperkebunan, lahan terbangun, persawahan, semak belukar dan padang rumput, dan tegalanladangtanah terbuka, tamanlapangan olah raga yang digunakan untuk lahan terbangun. Meskipun luas wilayah yang tidak konsisten ini relatif kecil dari proporsi luas bentanglahan dataran, namun kondisi ini dapat memicu terjadinya banjir, dikarenakan oleh rendahnya wilayah bervegetasi yang dapat berperan sebagai resapan air. Wilayah bervegetasi ini seharusnya ada di masing-masing segmen alokasi ruang wilayah. Jika dilihat dari besarnya tingkat konsistensi penutupanpenggunaan lahan, yaitu 91 dari luas bentanglahan dataran Gambar 40 dan Tabel 34, maka hal ini menunjukkan suatu kondisi yang positif untuk DAS Cisadane, artinya bahwa sebagian besar dari penutupanpenggunaan lahan yang ada saat ini relatif sesuai dengan yang telah direncanakan pola ruang dan yang telah ditetapkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, antara lain adalah tersosialisasinya RTRW dengan baik, kepatuhan yang tinggi masyarakat terhadap peraturan tata ruang, keberhasilan pemantauan dan pengendalian pemanfaatan lahan oleh pemerintah, atau pemberlakuan peraturan daerah Perda RTRW yang belum lama berlangsung. Hal yang menarik dari persebaran penutupanpenggunaan lahan yang tidak sesuai inkonsisten adalah terkonsentrasinya bagian tersebut di wilayah selatan dan utara dari bentanglahan dataran, atau tepatnya di Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tangerang, seperti yang dijumpai di Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang. Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya dinamika kegiatan sosial ekonomi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan kebutuhan lahan meningkat. Hasilnya konversi lahan pun berlangsung secara cepat, namun mungkin tidak terkontrol oleh Pemerintah pengendalian tata ruang. Gambar 40 Peta konsistensi-inkonsistensi penutupanpenggunaan lahan terhadap pola ruang RTRW DAS Cisadane.