Kerentanan Ekonomi Kerentanan Elemen Risiko

5.8. Evaluasi Tata Ruang Terhadap Bencana Banjir

Bencana banjir yang terjadi di dalam wilayah DAS Cisadane tidak bisa dipisahkan dari kondisi geografi dan penataan ruang ada di dalamnya. Dalam konteks tersebut, studi ini melakukan evaluasi terhadap pola ruang RTRW yang ada di DAS Cisadane dan yang telah ditetapkan oleh masing-masing pemerintah kabupaten dan kota. Proses evaluasi dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara pola ruang wilayah dalam wilayah DAS, khususnya di bentanglahan dataran, dengan penggunaan lahan aktual, bahaya banjir, dan risiko banjir.

5.8.1. Hubungan Penggunaan Lahan Aktual dan Pola Ruang

Analisis hubungan antara penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi kesesuaian antara rencana tata ruang yang telah ditetapkan dengan kondisi aktual penggunaan lahan. Penggunaan lahan dalam hal ini dianggap sebagai cerminan terhadap penerapan pola ruang atau perencanaan, sehingga analisis dilakukan melalui proses tumpangsusun overlay SIG. Adapun analisis ini hanya difokuskan pada bentanglahan dataran saja. Apabila peruntukan pola ruang suatu wilayah berbeda dengan kondisi aktual penutupanpenggunaan lahannya, maka kondisi ini dinyatakan sebagai kondisi yang tidak konsisten atau inkonsisten. Sebagai contoh suatu area dalam pola ruang dialokasikan sebagai kawasan hutan tetapi pada kenyataannya digunakan sebagai kawasan pemukiman, maka kondisi ini dianggap inkonsisten. Namun apabila suatu kawasan diperuntukkan sebagai kawasan permukiman sedangkan di dalamnya terdapat lahan tegalan atau kebun campuran tanaman pekarangan, maka hal ini tidak termasuk ke dalam kondisi yang tidak sesuai atau inkonsisten, karena tegalan atau tanaman pekarangan dapat menjadi bagian dari suatu permukiman, terutama permukiman di perdesaan. Berdasarkan peta pola ruang di bentanglahan dataran meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, terlihat bahwa alokasi terbesar pola ruang adalah untuk kawasan pemukiman 46 . Senada dengan hal tersebut, tipe penggunaan lahan yang memiliki luasan terbesar di bentanglahan dataran adalah lahan terbangun, yang mencapai luasan sebesar 36 . Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian konsisten antara penggunaan lahan dengan pola ruang meskipun hanya dari sisi besarnya angka persentase saja. Dibalik besarnya angka-angka ini, sesungguhnya menyimpan adanya suatu kekhawatiran, yaitu akan terjadinya konversi lahan di waktu yang akan dengan peluang sekitar 10 untuk mencapai pemanfaatan ruang berupa “pemukimanlahan terbangun” seperti yang direncanakan pada pola ruang RTRW. Namun jika dilihat dari persebaran spasial, sesungguhnya lahan permukiman banyak yang tidak berada pada lokasi yang sesuai dengan peruntukannya, misalnya adalah berdirinya permukiman di kawasan lahan basah kurang lebih 1.396 ha. Hal ini menunjukkan adanya suatu ketidak-sesuaian inkonsistensi antara perencanaan dan pemanfaatan, atau dengan kata lain kondisi ini menunjukkan adanya suatu pemanfaatan ruang yang tidak searah dengan pola ruang yang telah direncanakan. Dampak dari kejadian seperti ini antara lain adalah semakin berkurangnya lahan pertanian atau juga sebagai wilayah resapan air, sehingga di waktu yang akan datang dapat mengganggu ekologi lingkungan di dalam DAS yang dapat mendorong terjadinya proses degradasi. Contoh yang lain adalah besarnya persentase alokasi kawasan permukiman 40,2 di wilayah DAS Cisadane Hilir dibandingkan dengan kawasan pertanian 29,5 , sedangkan alokasi lahan untuk kawasan hutan tidak tersedia. Hal ini kemungkinan didorong oleh kondisi geomorfologinya yang memiliki topografi datar dan aksesibel sehingga dari sisi land rent lebih menguntungkan daripada untuk lahan pertanian meskipun sangat subur dataran fluvial, apalagi untuk kawasan hutan. Hasil proses tumpangsusun secara keseluruhan antara peta pola ruang RTRW dan peta penggunaan lahan di bentanglahan dataran menunjukkan bahwa ketidak-sesuaian terjadi meskipun tidak dengan nilai yang besar. Luas area yang tidak konsisten pada bentanglahan dataran adalah sebesar 9 dari luas total bentanglahan dataran. Inkonsistensi ini antara lain terdapat pada peruntukkan kawasan bandara yang digunakan untuk tubuh air, kawasan hutan yang digunakan untuk lahan terbangun, kawasan industri yang digunakan untuk tubuh air, kawasan penunjang bandara yang digunakan untuk lahan terbangun, kawasan perdagangan dan jasa yang digunakan untuk tubuh air, kawasan permukiman yang digunakan untuk tambak-rawa dan tubuh air, kawasan pertanian yang digunakan