Risiko Banjir HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 36 Matrik keterkaitan antara kelas risiko banjir dan pola ruang di bentanglahan dataran Sumber : hasil analisis pola ruang RTRW, 2009 dan risiko banjir Kota Bogor, Kab. Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang. Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa perencanaan pola ruang juga belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek risiko banjir. Hal tersebut terindikasi dari adanya kawasan pemukiman dalam pola ruang yang berada dalam liputan kelas risiko banjir sedang hingga tinggi dengan luas sekitar 10 dari luas bentanglahan dataran. Selain itu, terdapat pula kawasan perekonomian, seperti kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan bandara dan kawasan penunjang bandara yang terletak pada kelas risiko banjir sedang hingga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi ruang yang bebas dari risiko banjir belum dapat dicapai untuk daerah penelitian, sehingga upaya-upaya penurunan risiko perlu senantiasa dilakukan ke depan melalui berbagai instrumen dan upaya penanganan yang melibatkan pemangku kepentingan dan secara sistemik. Untuk menanggulangi risiko banjir di daerah penelitian, maka pemantauan pemanfaatan ruang seperti yang telah direncanakan dalam RTRW perlu dilakukan Pola Ruang Kelas Risiko Banjir ha Kelas Risiko Banjir Persen Rendah- Aman Sedang Tinggi Jumlah Rendah- Aman Sedang Tinggi Jumlah Kawasan Bandara 1.904 8 - 1.912 3,51 0,01 - 3,52 Kawasan Hutan 559 354 41 954 1,03 0,65 0,08 1,76 Kawasan Industri 3.347 1.151 220 4.719 6,17 2,12 0,41 8,69 Kawasan Militer 112 9 - 121 0,21 0,02 - 0,22 Kawasan Pendidikan 21 - - 21 0,04 - - 0,04 Kawasan Penunjang Bandara 325 257 34 616 0,60 0,47 0,06 1,14 Kawasan Perdagangan dan Jasa 2.986 228 3 3.217 5,50 0,42 0,01 5,93 Kawasan Perkebunan 15 - - 15 0,03 - - 0,03 Kawasan Permukiman 19.434 4.928 586 24.948 35,81 9,08 1,08 45,97 Kawasan Pertanian 2.942 3.490 807 7.240 5,42 6,43 1,49 13,34 Kawasan Pertanian Lahan Basah 7.922 - - 7.922 14,60 - - 14,60 Kawasan Peruntukan Pariwisata 30 1 - 31 0,05 0,00 - 0,06 Kawasan Puspitek 425 - - 425 0,78 - - 0,78 Kawasan Tambak 146 505 153 804 0,27 0,93 0,28 1,48 Kawasan Tanaman Tahunan 179 - - 179 0,33 - - 0,33 Pelayanan Umum 54 - - 54 0,10 - - 0,10 Pemakaman 15 0,03 - 15 0,03 0,0001 - 0,03 Sempadan Rel Kereta Api 122 - - 122 0,22 - - 0,22 Sempadan SungaiDanau 263 41 - 304 0,49 0,08 - 0,56 SungaiDanau 515 91 23 628 0,95 0,17 0,04 1,16 TamanLapangan Olah Raga 28 - - 28 0.05 - - 0,05 Jumlah 41.345 11.064 1.866 54.275 76,18 20,39 3,44 100 atau dikendalikan secara sistematis oleh Pemerintah Daerah yang dibarengi juga dengan pengendalian bahaya banjir Sungai Cisadane. Perencanaan tata ruang perlu dievaluasi secara rutin, khususnya yang terkait dengan bahaya banjir, agar kawasan yang berada dalam kelas risiko sedang hingga tinggi dapat menjadi kawasan yang berisiko rendah. Pembangunan infra-struktur pengendali banjir perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas lingkungan setempat. Kapasitas lingkungan seperti ini bersifat menurunkan tingkat kerentanan dan risiko bencana banjir. Beberapa langkah yang dapat dilakukan beradasarkan evaluasi pola ruang, antara lain adalah peningkatan luas penutupanpenggunaan lahan hutan, yaitu dari 12 dalam kondisi aktual menjadi lebih luas lagi, setidaknya sesuai dengan luas status kawasan hutan aktual ± 18 berdasarkan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Kementerian Kehutanan. Atau perlu diperluas lagi dengan solusi lain mengingat luas hutan yang ada di DAS Cisadane masih jauh dari kondisi ideal 30 seperti yang diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 41 Tahun 1999. Solusi tersebut antara lain adalah menambah luas tutupan vegetasi non hutan yang dilindungi dimana tujuannya adalah untuk dapat meningkatkan kawasan resapan air di daerah hulu, tengah, maupun hilir, sehingga tutupan vegetasi tersebut digunakan sebagai pengganti fungsi hutan. Melihat tipe-tipe penutupanpenggunaan lahan yang ada di daerah penelitian, maka pilihan-pilihan tutupan vegetasi yang dapat dimanfaatkan antara lain adalah kebun campuran-perkebunan yang tersebar di empat sub-DAS Cisadane, dan juga ruang terbuka hijau, seperti taman kota, tanaman pekarangan, semak belukar, dan yang lainnya. Luas tutupan vegetasi non hutan ini ditambah dengan luas hutan harus dipertahankan hingga tidak kurang dari 30 dari luas DAS Cisadane, atau lebih baik lagi jika dapat melebihi angka 30. Adapun luas penggunaan lahan kebun campuran-perkebunan di DAS Cisadane tercatat sebesar 16,79 dari luas DAS Cisadane. Persebaran penggunaan lahan tersebut dari masing-masing luas sub-DAS adalah sebagai berikut : sub-DAS Cianten seluas 3,62 , sub-DAS Cisadane Hilir seluas 0,09 , sub-DAS Cisadane Hulu seluas 2,84 , dan sub-DAS Tengah seluas 10,24 . Dengan demikian harapan untuk melestarikan tutupan vegetasi non hutan masih berpeluang demi melestarikan ekologi DAS Cisadane yang lebih baik di waktu yang akan datang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Luas penggunaan lahan hutan di DAS Cisadane 12 , sedangkan luas status kawasan hutan yang hanya 18 . Jika mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2007, maka masih diperlukan tambahan luas kawasan hutan hingga mencapai luasan 30. Mengingat kebutuhan tersebut diperkirakan sangat sulit, maka diperlukan konservasi terhadap tutupan vegetasi lain, seperti kebun campuran, perkebunan, atau ruang terbuka hijau lain yang diharapkan dapat menggantikan fungsi kawasan hutan dari sisi ekologis. Dengan demikian konservasi tersebut diharapkan pula dapat mendukung pemecahan masalah banjir di DAS Cisadane bagian hilir. Adapun bentuklahan yang rentan terhadap banjir pada bentanglahan dataran, meliputi bentuklahan dataran fluvio-marin, fluvial, dan lembah sungai. 2. Berdasarkan hasil penghitungan debit maksimum, sub DAS Cisadane Hilir memiliki debit puncak tertinggi, yaitu sebesar 1.833 m 3 dt -1 dibandingkan dengan sub-DAS yang lain, seperti sub-DAS Cianten-Cisadane Hulu 1.271 m 3 dt -1 dan sub-DAS Cisadane Tengah 1.596 m 3 dt -1 . Dengan demikian sub-DAS Cisadane Hilir mempunyai peluang terkena banjir paling besar, apalagi di wilayah pesisirnya dipengaruhi oleh pasang-surut air laut yang juga berfungsi sebagai penyebab terjadinya banjir rab. Oleh karena itu DAS Cisadane Hilir perlu dikelola dengan baik terkait dengan ancaman bencana banjir. 3. Mengingat bahaya banjir yang terjadi di wilayah penelitian tidak hanya berasal dari daerah hulu tetapi juga dari daerah hilir rab, maka wilayah yang terklasifikasi ke dalam bahaya banjir sedang hingga tinggi terkonsentrasi di bagian hilir. Adapun tingkat kerentanan elemen risiko sedang hingga tinggi secara administratif berada di kecamatan-kecamatan bagian hilir seperti di Teluknaga, Jati Uwung, Kosambi, Pabuaran dan Cibodas, dan begitu pula dengan tingkat risikonya. Dengan demikian wilayah paling hilir dari DAS Cisadane merupakan daerah paling rawan