Hubungan Penggunaan Lahan Aktual dan Pola Ruang

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Luas penggunaan lahan hutan di DAS Cisadane 12 , sedangkan luas status kawasan hutan yang hanya 18 . Jika mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2007, maka masih diperlukan tambahan luas kawasan hutan hingga mencapai luasan 30. Mengingat kebutuhan tersebut diperkirakan sangat sulit, maka diperlukan konservasi terhadap tutupan vegetasi lain, seperti kebun campuran, perkebunan, atau ruang terbuka hijau lain yang diharapkan dapat menggantikan fungsi kawasan hutan dari sisi ekologis. Dengan demikian konservasi tersebut diharapkan pula dapat mendukung pemecahan masalah banjir di DAS Cisadane bagian hilir. Adapun bentuklahan yang rentan terhadap banjir pada bentanglahan dataran, meliputi bentuklahan dataran fluvio-marin, fluvial, dan lembah sungai. 2. Berdasarkan hasil penghitungan debit maksimum, sub DAS Cisadane Hilir memiliki debit puncak tertinggi, yaitu sebesar 1.833 m 3 dt -1 dibandingkan dengan sub-DAS yang lain, seperti sub-DAS Cianten-Cisadane Hulu 1.271 m 3 dt -1 dan sub-DAS Cisadane Tengah 1.596 m 3 dt -1 . Dengan demikian sub-DAS Cisadane Hilir mempunyai peluang terkena banjir paling besar, apalagi di wilayah pesisirnya dipengaruhi oleh pasang-surut air laut yang juga berfungsi sebagai penyebab terjadinya banjir rab. Oleh karena itu DAS Cisadane Hilir perlu dikelola dengan baik terkait dengan ancaman bencana banjir. 3. Mengingat bahaya banjir yang terjadi di wilayah penelitian tidak hanya berasal dari daerah hulu tetapi juga dari daerah hilir rab, maka wilayah yang terklasifikasi ke dalam bahaya banjir sedang hingga tinggi terkonsentrasi di bagian hilir. Adapun tingkat kerentanan elemen risiko sedang hingga tinggi secara administratif berada di kecamatan-kecamatan bagian hilir seperti di Teluknaga, Jati Uwung, Kosambi, Pabuaran dan Cibodas, dan begitu pula dengan tingkat risikonya. Dengan demikian wilayah paling hilir dari DAS Cisadane merupakan daerah paling rawan bencana banjir sehingga diperlukan penanggulangan bahaya banjir yang lebih sistematis dan melibatkan para pemangku kepentingan. 4. Hasil evaluasi tata ruang menunjukkan bahwa sebagian besar 91 penggunaan lahan di bentanglahan dataran sesuai dengan rencana pola ruang yang telah direncanakan. Namun demikian 12 dari peruntukan ruang permukiman terliput oleh bahaya banjir dari tingkat sedang hingga tinggi, sedangkan 11 mempunyai risiko dari tingkat sedang hingga tinggi. Untuk menekan tingginya tingkat risiko tersebut maka sangat diperlukan tindakan mitigasi untuk meningkatkan kapasitas wilayah dan menurunkan tingkat bahaya dan risiko.

6.2. Saran

1. Diperlukan upaya dokumentasi oleh pemerintah pada setiap kejadian- kejadian banjir, wilayah genangan, dan frekuensinya, dimana data tersebut hingga kini masih sangat terbatas, padahal keberadaannya sangat diperlukan untuk analisis dan prediksi banjir yang lebih baik di waktu mendatang. 2. Untuk menanggulangi banjir di wilayah hilir perlu mendapat prioritas penanggulangan berupa pembuatan tanggul dan parit di Kecamatan- kecamatan Teluknaga, Jatiuwung, Pabuaran dan Cibodas. DAFTAR PUSTAKA Aminu M. 2007. A Geographic Information System GIS And Multi-Criteria Analysis For Sustainable Tourism Planning [Tesis]. Kuala Lumpur : Fakulty of Built Environment, Universiti Teknologi Malaysia. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi. Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor: IPB Press. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Kejadian Banjir yang Melanda Tangerang. http:air.bappenas.go.itdocpdfkliping Jakarta20banjir20salahurus20DAS20Ciliwung.pdf [Akses Tanggal 21 November 2012]. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2008. Laporan Bappenas: Telaah Sistem Terpadu Penanggulangan Bencana di Indonesia, Jakarta: Bappenas. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertimggal Kepedulian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Tentang Kawasan Bahaya dan Risiko Banjir. http:air.bappenas.go.itindex.php? pdf [Akses Tanggal 21 November 2012]. [BPDAS] Badan Penanggulangan Daerah Aliran Sungai, Citarum-Ciliwung. 2010. Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, www. bpdas-ctw.sim- rlps.dephut.go.idindex.php? [Akses Tanggal 5 Oktober 2012]. Coburn AW, Spence RJS, Pomonis A. 1994. Vulnerability and Risk Assessment. Cambridge Architectural Research Limited. United Kingdom: Cambridge University Press. pp.40. Cooke RU and Doornkamp JC. 1990. Geomorfology in Environmental Management. United Kingdom: A New Introduction Clarendom. Press. Davidson R, Shah HC. 1997. An Urban Earthquake Disaster Risk Index. Department of Civil and Environmental Engineering. Stanford University. Departemen Kehutanan. 1987. Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan, Bogor: Departemen Kehutanan. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Ditjen Penataan Ruang. 2003. Beberapa Ungkapan Sejarah Penataan Ruang Indonesia 1948-2000. Jakarta: Ditjen Penataan Ruang. Departemen Kehutanan. 2007. Lahan Kritis Per BPDAS Tahun 2007. Situs Resmi Departemen Kehutanan. http:www.dephut.go.id. Diposaptono S. 2005. Bencana Alam Penekan Pada Bencana Banjir. Badan Penyusunan RUU Penanganan Bencana. Hlm 1-2. Effendi AC. 1986. Peta Geologi Lembar Bogor Skala 1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Green Aceh Institute. 2008. Institut Green Aceh IGA Web: http:www.greenaceh.or.id [Akses Tanggal 21 November 2012]. Grenti LI. 2006. Peringatan Dini Banjir pada DAS Ciliwung dengan Menggunakan Data Curah Hujan. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jankowski P. 1995. Integrating Geographical Information Systems and Multiple Criteria Decision Making Methods. International Journal of Geographical Information Science, 9: 251-273. Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Ed ke-1. Sutanto. Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Remote sensing and image interpretation. Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Malczewski J. 2006. Integrating Multicriteria Analysis and Geographic Information Systems: The Ordered Weighted Averaging OWA Approach. Int. J. Environmental Technology and Management 6: 7-19. Maryono A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press. Maskrey A. 1989. Disaster Mitigation: A Community-based Approach. Oxford: Oxfam. Parwati, Nanik SH, Ani Z, Fajar Y. 2008. Sistem Peringatan Dini untuk Bencana BanjirLongsor Berbasis Data Penginderaan Jauh. Dalam : Kebijakan dan Trend Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Pertemuan Ilmiah Tahunan PIT MAPIN XVII; Bandung 10 Desember 2008. Bandung: Institut Teknologi Bandung ITB. Hlm 407 – 414. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan pengembangan wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Sosrodarsono S, Takeda, K. 1980. Bendungan Type Urugan, Jakarta: Pradnya Paramita. Star JL, Estes JE. 1990. An Introduction to Geographic Information System. Englewood Cliffs NJ : Prentice-Hall Strahler, N.Artur dan Alan H. Strahler. 1987. Modern Physical Geography. Third Edition. New York: Suherlan E. 2001. Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Departemen Geofisika dan Meteorologi. FMIPA. Institut Pertanian Bogor. Sutanto. 1998. Pengideraan Jauh, Jilid I, Fakultas Geografi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Sutikno, 1995. Geomorfologi dan Prospeknya di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Geografi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Suyono. 1984. Pemantauan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ditijau Dari Segi Hdrologi. Proseding Seminar Hidrologi. Peringatan Dies Natalis XXXV Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Turkandi. 1992. Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, Jawa. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. [UNESCO] United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. 2008. Petunjuk Paktis, Partisipasi Masyarakat dalam penanggulangan Banjir. UNESCO. Verstappen MTh. 1983. Applied Geomorphology Geomorphological Surveys for Environmental Development. Amsterdam: Elsevier Science Publishing Company Inc. Wairmahing. P. 2008. Pemanfaatan Teknologi Dalam Mengatasi Masalah Keruangan. http:petpoling.multiply.comjournal [ 22 Oktober 2011 ]. Wang Y, Li Z, Tang Z, Zeng G .2011. A GIS-Based Spatial Multi-Criteria Approach for Flood Risk Assessent in the Dongtiang Lake Region, Hunan, Central China. Water Resource Manage 25 : 3465 – 3484 Wikanti A. 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM 7 + untuk Identifikasi Bentuklahan LANDFORM di Daerah Jakarta-Bogor. [Tesis] Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Wiradisastra US, Tjahjono B, Gandasasmita K, Barus B, Munibah K. 2002. Geomorfologi dan Analisis Landsekap. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yalcin G, Akyurek Z. 2004. Multiple Criteria Analysis For Flood Vulnerable Areas.General Directorate of Land Registry and Cadaster.Turkey. http:proceedings.esri.comlibraryuserconfproc04docspap1097.pdf [4 Mei 2011]. Lampiran